kip lhok
Beranda / Berita / Aceh / Soal Polemik Musyawarah Seniman Aceh, Kadisbudpar dan SC Beri Klarifikasi

Soal Polemik Musyawarah Seniman Aceh, Kadisbudpar dan SC Beri Klarifikasi

Sabtu, 11 Desember 2021 20:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Auliana Rizky

DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Sehubungan dengan beredarnya berita yang mengatakan bahwa kegiatan Musyawarah Seniman Aceh yang dilaksanakan pada 6-7 Desember dibelokkan, Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata dan Ketua Steering Comitte menyampaikan penjelasan klarifikasi terkait kabar itu.

Saat dikonfirmasi Dialeksis, Sabtu (11/12/2021) Kepala Disbudpar Aceh, Jamaluddin mengatakan dinas hanya memfasilitasi acara Musyawarah Seniman tetapi tidaka masuk ke subtansi sesuai Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga. Terkait isu yang beredar, Jamaluddin meminta untuk ditanya langsung kepada tim SC. 

“Saya sudah menyampaikan kepada SC agar memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada para seniman untuk menyampaikan aspirasi dalam Musyawarah Seniman,” ucapnya.

Sementara itu, Ketua SC Musyawarah Seniman Aceh, Teuku Kamal Sulaiman mengatakan, kegiatan Musyawarah Seniman Aceh memang sudah dirancang jauh hari oleh tim penyusun Peraturan Gubernur (Pergub) Dewan Kesenian Aceh (DKA). 

 "Di mana saya tidak terlibat dalam tim tersebut sedangkan tim itu sudah bekerja hampir satu tahun dengan hasilnya nihil karena draf Pergub ditolak oleh Kementrian dalam Negeri (Kemendagri)," ungkapnya.

Tujuan kegiatan Musyawarah Seniman Aceh yang digagas oleh sebagian tim Pergub itu awalnya untuk sosialisasi draf Pergub tentang DKA yang ditolak kepada seluruh Dewan Kesenian Kabupaten/Kota untuk nantinya menjadi statuta DKA menggantikan AD/ART. 

Ia mengatakan dalam masa persiapan SC dan OC melakukan rapat-rapat yang mana mengerucut kepada kegiatan Musyawarah DKA bagian dari agenda kegiatan Musyawarah Seniman Aceh karena kehadiran para ketua Dewan Kesenian Aceh kabupaten/kota sebagai peserta. 

Hal ini menimbang sudah dua tahun vakumnya pengurus Dewan Kesenian Aceh dan juga ketidakadanya anggaran untuk melakukan Musyawarah Dewan Kesenian Aceh. 

Ia juga mengaku selaku Ketua SC dan mantan Ketua DKA menolak Musyawarah DKA dilaksanakan tanpa mengacu pada AD/ART yang mana pemilihan ketua DKA dilakukan secara pemungutan suara oleh para ketua DKA Kabupaten/Kota atau yang mewakili. 

Hal itu, bertolak belakang dengan keinginan sebagian tim Pergub DKA yang ada dalam kepanitiaan yang mana pemilihan ketua DKA dilakukan oleh sekelompok orang yang dibentuk sementara para ketua DKA Kabupaten/Kota yang hadir hanya punya hak untuk mengajukan calon. 

Tak hanya itu, ia juga menjelaskan, jika tidak ada pembelokan kegiatan, lalu kenapa terjadi Musyawarah Luar Biasa? karena terjadinya deadlock antarpeserta musyawarah tentang pelaksanaan agenda kegiatan Musyawarah DKA di dalam kegiatan Musyawarah Seniman Aceh seperti susunan acara yang telah disepakati para SC dan OC sebelumnya. 

Sebagian besar berharap kegiatan tersebut dapat terlaksana menimbang kesempatan dan ketersediaan anggaran untuk melakukan Musyawarah yang tidak pasti jika kegiatan ini ditunda. Lalu ketua SC beserta dua orang anggota, tanpa dua orang anggota yaitu Zal Supran dan Wiratmadinata tidak hadir. 

Zal Sufran menyatakan mengundurkan diri melalui pernyataan dalam grup WA sementara Wiratmadinata dari awal tim terbentuk tidak pernah hadir dalam rapat-rapat. 

Tim SC mengambil sikap untuk menghentikan acara karena adanya intruksi peserta perwakilan Kabupaten Aceh Timur, Aceh Tamiang, dan Simelu dan SC mempersilahkan para ketua DKA Kabupaten/Kota untuk berembuk dan mengambil keputusan, sementara tim SC tidak ikut campur dalam pertemuan tersebut.

Kemudian pengurus DKA Kabupaten/Kota keluar dari ruangan acara dan berembuk di dekat kolam renang hotel Hermes. Dalam rembuk tersebut, hadir juga Ketua DKA periode 2014-2019 yang telah berakhir masa jabatan secara SK. 

"Namun, terjadi cekcok antara pengurus DKA kabupaten/kota dengan ketua DKA 2014-2019 tentang lanjutan kegiatan Musyawarah DKA," ungkapnya lagi. 

Lanjutnya, setelah makan siang para peserta kembali ke ruang untuk menyampaikan keputusan rembuk mereka, mengingat peristiwa cekcok di kolam renang. Demi menjaga kenyamanan dan keamanan musyawarah, dan sesuai permintaan para peserta dari DKA Kabupaten/Kota, meminta SC mengambil keputusan untuk tidak memberi akses masuk kepada selain pengurus DKA Kabupaten/kota. 

Hasil rembuk para pengurus DKA Kabupaten/Kota yang dibacakan oleh Juru Bicara dari Ketua DKA Bireun menyatakan sepakat untuk dilakukan Musyawarah Luar Biasa, di mana keputusan itu tertuang dalam surat pernyataan yang ditandatangani oleh 18 orang perwakilan pengurus DKA Kabupaten/Kota yang hadir dalam kegiatan tersebut. 

Kegiatan kembali dilanjutkan dengan agenda Musyawarah luar biasa yang dilaksanakan secara tertutup untuk umum demi kelancaran acara dan efisien waktu. 

Namun dalam pelaksanaannya saudara Imam Juaini mencoba untuk masuk padahal di pintu masuk ruang sudah tertulis pengumuman bahwa kegiatan hanya diikuti oleh perwakilan DKA yang legal secara SK. 

Maka dari itu, ia meminta beberapa seniman Aceh untuk keluar, namun harus sampai beberapa kali, dan sepertinya seniman tersebut tidak mengindahkan, maka ia pun mengambil sikap tegas dengan meminta OC untuk mengeluarkan beberapa seniman dikarenakan tidak adanya SK atau surat Mandat, dan beberapa orang lainnya.

Ia menerangkan, selepas ruangan steril, acara berlangsung dengan aman dan tanpa kendala, walau pada saat pelaksanaan pemilihan ada tiga peserta dari DKA Kabupaten Bireuen, Kabupaten Nagan Raya, Kota Sabang tidak ikut serta dan memilih tidak masuk ruangan tanpa pemberitahuan, sampai akhir kegiatan peserta yang tetap di ruangan dan melakukan pemilihan berjumlah 15 orang. 

 “Ini sesuai dengan ART DKA yang mana pemilihan bisa dilakukan jika memenuhi quorum 2/3 dari jumlah peserta penuh yaitu 18 DKA Kabupaten/Kota yang hadir dan memiliki SK, demikian penjelasan yang dapat saya sampaikan, agar tidak terjadi fitnah di antara seniman se-Aceh,” pungkasnya.

Keyword:


Editor :
Alfi Nora

riset-JSI
Komentar Anda