kip lhok
Beranda / Berita / Aceh / Statement YARA dan Rektor UIN Ar Raniry, Aktivis Dayah Aceh Sependapat

Statement YARA dan Rektor UIN Ar Raniry, Aktivis Dayah Aceh Sependapat

Senin, 08 Agustus 2022 13:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Fatur
Aktivis Dayah Aceh, Dr. Teuku Zulkhairi. [Foto: Istimewa]

DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Aktivis Dayah Aceh, Dr. Teuku Zulkhairi mendukung pernyataan yang dikeluarkan oleh Rektor UIN Ar-Raniry, Prof. Mujiburrahman yang menyebut Syari’at Islam di Aceh saat ini gagal dalam pelaksanaannya dan pernyataan yang disampaikan oleh Ketua Yayasan Advokasi Rakyat Aceh (YARA), Safaruddin, SH dalam pernyataannya, Safaruddin menekankan agar Dinas Syari’at Islam dapat dileburkan agar semua SKPA atau dinas dapat menjadi bagian dari Syari’at Islam.

Menurutnya, pernyataan tersebut bukan tanpa ada alasan. Ia mengatakan, terkait statement Prof Mujiburrahman yang mengatakan pelaksanaan Syariat Islam di Aceh perlu adanya evaluasi. 

“Intinya kan itu, dan statementnya benar itu! Kenapa benar? Karena memang banyak sekali hal yang perlu di evaluasi dilapangan,” sebutnya kepada Dialeksis.com, Senin (8/8/2022).

Menurutnya lagi, penerapan Syariat Islam itu selama ini seperti dianggap domainnya itu hanya Dinas Syariat Islam, atau MPU. “Padahal kan tidak begitu, penerapan Syariat Islam itu maka semuanya, seluruh elemen dan ini menjadi kewajiban kita bersama,” sebutnya. 

“Sedangkan yang lain dimana perannya?,” tambahnya. 

Diketahui bersama Syariat Islam di Aceh sudah berlangsung selama 20 tahun, Dia mengatakan, namun penerapan syariat islam di Aceh masih saja tertatih-tatih dan belum masuk ke semua dimensi kehidupan dan seperti masih satu kelompok. 

“Padahal Syariat Islam bisa mendorong Aceh menuju kemajuan, keluar dari kemiskinan dan lain-lainnya,” ujarnya.

Dirinya menyampaikan, penerapan Syariat Islam harus menjadi visi bersama. “Kalau bisa seluruh masyarakat, SKPA, Pemerintah dan seluruh elemen harus memiliki visi Syariat Islam,” sebutnya. 

Kemudian, Ia mengatakan, jika DSI Aceh saja yang memikirkan pasti DSI juga memiliki kelemehan disatu sisi. “Jadi statement yang disampaikan oleh Prof Mujiburrahman itu merupakan statement yang logis,” pungkasnya. 

“Kita memahami secara mendalam statemen Prof. Mujib bahwa 'gagal' disini bukan bermakna gagal dan tidak berhasil sama sekali. Tapi 'gagal' dalam makna perlunya evaluasi dan pembenahan dan penguatan. Agaknya begitu maksud beliau,“ ujar Zulkhairi. 

Dikarenakan jika dikatakan gagal total, tambah Zulkhairi, maka itu tentu kurang tepat. Sebab tentu saja sudah sangat banyak keberhasilan Syari'at Islam di Aceh sejauh ini, walaupun di sisi lain harus diakui juga tetap saja masih jauh dari harapan ideal.

“Tapi dari statemen Prof Mujib ini, kita berharap semua kita serius untuk melihat bahwa agenda penerapan Syari'at Islam memang harus dievaluasi untuk diperkuat. Dan bahwa semua pihak harus terlibat mengambil perannya masing-masing,” ujar Zulkhairi.

“Semuanya harus terlibat. Jika tidak maka pelaksanaan Syari'at Islam di Aceh akan semakin lama menyentuh semua dimensi kehidupan sehingga jalan menuju kejayaan semakin panjang. Kita semua tidak mau Syari’at Islam di Aceh gagal karena akan menjadi preseden buruk bagi agenda-agenda penerapan Syari’at Islam yang dilakukan umat Islam di berbagai belahan dunia lainnya,“ pungkasnya. [ftr]

Keyword:


Editor :
Alfatur

riset-JSI
Komentar Anda