kip lhok
Beranda / Berita / Aceh / TDMRC USK Lakukan Kajian Banjir Bandang di Aceh Tenggara

TDMRC USK Lakukan Kajian Banjir Bandang di Aceh Tenggara

Jum`at, 15 Juli 2022 21:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Nora

Ket: Kegiatan Asesmen di Lapangan. [gambar: for Dialeksis] 


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Tsunami and Disaster Mitigation Research Center (TDMRC) menurunkan tim untuk melakukan kajian awal terhadap bencana banjir bandang yang sering melanda Aceh Tenggara (Agara).

Kegiatan yang dilaksanakan pada tanggal 3 s/d 6 Juli 2022 lalu ini, melibatkan tim dari dua bidang kajian bencana di TDMRC USK, bidang Mitigasi Bencana Hidrometeorologi-Perubahan Iklim dan bidang Komunikasi Bencana.

Kedatangan tim kajian tersebut langsung disambut oleh Kabid Rehabilitasi dan Rekonstruksi BPBD Agara, Dodi Sukmariga Tajmal, S.T, M. Si dan staf.

Dalam sambutannya, Dodi menyampaikan hasil kajian tim berupa laporan dan rekomendasi hasil kajian memang sangat diharapkan oleh Pemerintah Daerah, khususnya BPBD Agara dalam upaya penanganan banjir bandang yang acapkali berulang.

“Kami berharap kedatangan tim kajian dapat memberikan dampak positif bagi masyarakat dan Pemerintah Agara, sehingga upaya penanganan banjir bandang dapat dilakukan secara tepat,” ucapnya dalam keterangan tertulis yang diterima Dialeksis.com, Jumat (15/7/2022).

Seperti diketahui, banjir bandang yang baru saja melanda (17/4/2022) Desa Beringin Gayo, Kecamatan Semadam, telah menyebabkan rusaknya infrastruktur jembatan penghubung antara Kutacane dan Medan selama dua pekan.

Banjir bandang tersebut juga menyebabkan rusaknya rumah dan lahan pertanian dan perkebunan milik warga Beringin Gayo.

(Desa Beringin Gayo, Semadam, Salah satu lokasi Banjir Bandang. Foto: for Dialeksis)(Desa Beringin Gayo, Semadam, Salah satu lokasi Banjir Bandang. Foto: for Dialeksis)

Koordinator bidang Komunikasi Bencanan TDMRC USK, Dr. Alfi Rahman mengatakan pencegahan dan mitigasi bencana dapat dilakukan secara struktural maupun non struktural.

Secara kultural upaya yang dilakukan untuk mengurangi kerentanan (vulnerability) bencana, adalah dengan cara mengubah paradigma dan peningkatan kapasitas kelembagaan sehingga terbangun masyarakat yang tangguh.

Mitigasi kultural termasuk membuat masyarakat peduli terhadap lingkungannya, kemampuan dalam pengelolaan sumber daya alam, dan pemeliharaan kearifan lokal untuk meminimalkan terjadinya bencana.

Sementara itu, Koordinator tim, sekaligus Koordinator Bidang Mitigasi Bencana Hidrometeorologi dan Perubahan Iklim TDMRC USK, Dr. Saumi Syahreza, menyampaikan pendekatan kajian risiko bencana yang digunakan adalah berdasarkan analisis ancaman, kerentanan, dan kapasitas daerah yang terkena dampak.

Tim turun langsung ke sejumlah lokasi terdampak guna mendapatkan pengetahuan tentang banjir bandang, kemudian melakukan penilaian bencana berdasarkan aspek spasial (ruang/tempat), program pemerintah dan partisipasi masyarakat dalam upaya penanganan bencana.

Selain wawancara, dalam melakukan kajian tim juga menggunakan pesawat tanpa awak atau drone guna memonitor langsung arah aliran dan melakukan penilaian risiko banjir bandang terhadap bangunan serta perekonomian, seperti rusaknya lahan pertanian dan perkebunan penduduk setempat.

Dari hasil pantauan di dua lokasi berbeda yang pernah dilanda banjir bandang, Saumi menyampaikan banjir bandang Agara umumnya terjadi di kawasan aliran sungai yang terbentuk dari lembah pengunungan dengan kemiringan curam.

Terbentuknya bendung alami adalah akibat penyumbatan aliran sungai dari hasil longsoran berupa tanah, batu, dan kayu dari penebangan liar sepanjang lereng.

“Hal ini terlihat dari banyaknya batu dan kayu hasil penebangan liar terbawa oleh banjir bandang di lokasi terdampak,” ujarnya.

Hasil longsoran tersebut telah mengakibatkan air hujan dan air yang turun dari lereng-lereng pengunungan tertahan di bagian atas, sehingga terbentuk tampungan air.

Volume air yang tertahan secara alami tersebut bertambah banyak ketika musim penghujan tiba, ketika bendungan tidak lagi mampu menahan jumlah air maka terjadilah banjir bandang.

Untuk itu, guna mengantisipasi terjadinya bencana banjir bandang yang tidak dapat diprediksi baik lokasi dan waktu ke depannya,

Maka diperlukan pemahaman semua pemangku kepentingan untuk meningkatkkan kapasitas terhadap pengurangan risiko bencana secara kelembagaan, baik provinsi maupun kabupaten, dan kota secara berkesinambungan.

Penyusunan “Dokumen Kajian Risiko Bencana (KRB) dan Dokumen Rencana Penanggulangan Bencana (RPB) Kabupaten,” termasuk penyusunan “Perencanaan Kontijensi” dalam rangka penguatan kesiapsiagaan menghadapi bencana banjir bandang dan bencana alam lainnya di Agara sangatlah diperlukan.

“Upaya penangulangan bisa dilakukan lebih terarah, terpadu dan menyeluruh pada semua tahapan, baik pra bencana, tanggap darurat, maupun pasca bencana,” pungkasnya. (Nor)


Keyword:


Editor :
Indri

riset-JSI
Komentar Anda