Telaah Paralegal di Aceh, Sepintas Mirip Advokat tapi Tak Sama
Font: Ukuran: - +
Reporter : Akhyar
Koordinator Paralegal Yayasan Advokasi Rakyat Aceh (YARA) Muzakkir AR. [Foto: IST]
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Dengan terbatasnya jumlah advokat dan jangkauan wilayah kerja yang sebagian besar menjalankan tugas di perkotaan sedangkan sebaran masyarakat miskin masih banyak yang membutuhkan bantuan hukum, maka urgensi paralegal sangat dibutuhkan untuk menjangkau akses bantuan hukum bagi keadilan warga.
Istilah paralegal sendiri masih terdapat distorsi di mana-mana. Kadang-kadang setiap organisasi bantuan hukum juga mendefinisikan pengertian paralegal berdasarkan perspektifnya. Berdasarkan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum, tidak dijelaskan secara pasti mengenai pengertian paralegal itu.
Akan tetapi, secara umum paralegal dapat diartikan sebagai orang yang sudah mempunyai keterampilan di bidang hukum dan membantu menyelesaikan masalah hukum yang dihadapi oleh orang lain atau komunitasnya.
Menurut Koordinator Paralegal Yayasan Advokasi Rakyat Aceh (YARA) Muzakkir AR, ia mengatakan profesi paralegal dengan pengacara (advokat), pekerjaannya sama. Namun yang menjadi pembeda adalah paralegal ini tidak bisa ikut beracara di pengadilan.
“Tapi kalau untuk mendampingi kegiatan penyidikan, pendampingan di kejaksaan, tingkatan pendampingan mediasi, paralegal ini bisa. Pokoknya hampir sama dengan pengacara, bedanya tidak bisa beracara,” ujar Muzakkir AR kepada reporter Dialeksis.com, Banda Aceh, Minggu (10/10/2021).
Secara peraturan perundang-undangan, kata Muzakkir, eksistensi paralegal di tengah masyarakat dibolehkan. Karena secara aturan, paralegal ini juga diwajibkan untuk mengikuti pendidikan dan pelatihan yang diselenggarakan di bawah naungan pemberi bantuan hukum atau organisasi bantuan hukum.
Berkenaan dengan penyandingan status paralegal dengan advokat tidak bisa dikatakan sekelas. Karena menurut Muzakkir, masih terdapat pengacara yang merasa tersinggung dengan penyandingan strata lapisan profesi dengan paralegal.
Akan tetapi, bagi Muzakkir yang juga seorang pengacara, penyebutan paralegal disebut sekelas dengan advokat baginya tidak ada masalah. Karena menurutnya, baik paralegal dan advokat kerjanya hampir sama, walau untuk acara pengadilan paralegal ini tidak ada wewenang untuk ikut.
“Kalau kita bilang sekelas, ada pengacara yang tidak mau. Tidak mau tersaingi lah begitu. Kalau kami di YARA, sebutan sekelas atau tidak itu hal yang biasa-biasa saja,” ungkapnya.
Hingga kini, Muzakkir menyebut jika eksistensi paralegal di Aceh selaku penasehat hukum bagi warga yang membutuhkan belum pernah ada kejadian diskriminatif yang menimpa paralegal atau validitasnya dianggap remeh oleh orang lain.
Akan tetapi, kata Muzakkir, kesenjangan sosial antara advokat dengan paralegal terkadang terdapat sedikit gesekan.
“Di sebagian waktu saat kita duduk bersama dengan pengacara, anggapan paralegal itu sama dengan advkat, ya, dibilang apa gunanya dong ada pengacara, dibilang begini lah dan begitu lah. Pokoknya ada rasa yang tidak enak antara paralegal dengan advokat,” ungkapnya.
Muzakkir menegaskan, YARA selaku lembaga penyedia hukum bagi warga yang membutuhkan, tidak pernah sekalipun mendiskriminasi eksistensi paralegal yang ada.
Bahkan, kata dia, para mahasiswa yang magang di YARA sudah mereka anggap sebagai paralegal, walau para mahasiswa ini masih membutuhkan pendidikan dan pelatihan agar bisa dilepastugaskan untuk membantu pendampingan hukum bagi warga yang membutuhkan.
“Kegunaan paralegal itu untuk mengantisipasi kekosongan yang tidak ada pengacara di daerah-daerah tersebut,” kata dia.
Adapun mengenai pendidikan paralegal di Aceh, hingga saat ini diketahui bahwa YARA merupakan satu-satunya organisasi bantuan hukum yang membuat pendidikan paralegal di Aceh.
“Apakah di luar sana ada paralegal lain, saya nggak tahu pasti. Tapi yang saya tahu, satu-satunya yang buat pendidikan paralegal di Aceh adalah YARA,” ungkapnya.
Bahkan, kata dia, YARA membuka pelatihan paralegal di bulan November 2021 mendatang. Namun karena terkendala Covid-19, peralihan pelatihan paralegal anak-anak Aceh akan diupayakan melalui aplikasi Zoom terlebih dahulu.
Muzakkir berharap, supaya dengan adanya pelatihan paralegal ini bisa melahirkan profesi paralegal bagi anak-anak Aceh yang berkarakter baik dan tidak asal-asalan.
“Harapan kita, supaya jangan ada paralegal yang odong-odong di Aceh. Maksudnya paralegal itu harus terdidik, terlatih. Setelah selesai pelatihan nanti, semoga mereka bisa bermanfaat bagi orang banyak. Bisa mendampingi hukum bagi masyarakat yang membutuhkan, tidak mesti harus ada pengacaranya,” pungkasnya.