Beranda / Berita / Aceh / Terkait Bioskop di Aceh, Fadli Zon Dinilai Tidak Mengikuti Zaman dan Budaya Digital

Terkait Bioskop di Aceh, Fadli Zon Dinilai Tidak Mengikuti Zaman dan Budaya Digital

Selasa, 14 Januari 2025 22:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Budayawan sekaligus Filmmaker independent, Davi Abdullah M.Sn. Foto: dok pribadi


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Pernyataan Menteri Kebudayaan Republik Indonesia, Fadli Zon dalam kunjungan ke Aceh menilai perlunya menghadirkan kembali bioskop di Aceh guna membuka peluang bagi insan kreatif. Hal ini disampaikan Fadli Zon dalam kuliah umumnya di Aula Utama Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Aceh di Kota Jantho, Kabupaten Aceh Besar. 

Budayawan, Filmmaker independent, Davi Abdullah M.Sn, memberikan komentar terkait pernyataan Menteri Kebudayaan Republik Indonesia, perlunya membangun bioskop di Aceh. 

Davi Abdullah mengkritik pandangan Fadli Zon, dengan menyebutkan bahwa pernyataan tersebut menunjukkan ketidakpahaman terhadap perkembangan zaman dan tren budaya digital yang tengah berkembang pesat. 

"Bang Menteri Kebudayaan sepertinya tidak mengikuti perkembangan zaman. Kini kita hidup di era digital di mana orang lebih memilih menonton film melalui platform OTT (Over The Top) di rumah mereka, bukan lagi bergantung pada bioskop tradisional," ungkap Davi.

Davi Abdullah menambahkan, dunia hiburan kini telah memasuki era baru yang sangat dipengaruhi oleh teknologi, dengan kemudahan mengakses film dan tayangan lainnya dari berbagai platform streaming.  

" Orang-orang sudah berlomba-lomba menikmati hiburan melalui home cinema dan layanan streaming digital. Ini adalah perubahan besar mengonsumsi film dan hiburan secara umum dan mendunia," ujar Davi Abdullah.

Davi Abdullah menilai bahwa pandangan kebudayaan untuk Aceh bukan hanya sebatas mendirikan Bioskop, jika hanya berpandangan terkait biskop, Bang Menteri berpandangan mundur. Tentang bioskop dan syariat Islam memang penting, tetapi kita tidak bisa menafikan kenyataan bahwa cara orang menonton film sekarang jauh lebih fleksibel. Banyak penonton kini memilih untuk menikmati film melalui platform digital. 

Menurut Davi, dengan berkembangnya OTT, pembuat film dan penonton tidak lagi terkungkung oleh konsep bioskop konvensional. "Platform digital memberikan peluang yang lebih luas untuk karya-karya film, tidak hanya dari segi distribusi, tetapi juga untuk memberikan akses yang lebih mudah kepada penonton di seluruh Indonesia, bahkan dunia," jelasnya.

Davi berharap, di masa depan, kebijakan terkait perfilman dan budaya bisa lebih terbuka terhadap perkembangan teknologi dan lebih mengakomodasi kebiasaan masyarakat yang sudah beralih ke platform digital. Berharap, Menteri kebudayaan lebih berpandangan luas untuk pemajuan kebudayaan Aceh. 

"Industri film harus bergerak seiring dengan perkembangan teknologi dan kebiasaan digital. Ini adalah kesempatan untuk mengembangkan industri film Indonesia agar semakin berkembang di kancah global," tambah Davi.

Secara keseluruhan, arah kebudayaan Aceh bergerak ke arah mempertahankan nilai-nilai tradisional yang kaya, sambil mengadaptasi unsur-unsur moden dan global, serta berusaha menguatkan identiti melalui pemeliharaan warisan budaya, pelestarian seni dan tradisi, serta pemanfaatan kebudayaan dalam pembangunan sosial dan ekonomi.

Keyword:


Editor :
Alfi Nora

riset-JSI