Senin, 28 Juli 2025
Beranda / Berita / Aceh / Tgk. Ibnu Hajar Nilai Kurikulum Berbasis Cinta Langkah Tepat Kembalikan Ruh Pendidikan Islam

Tgk. Ibnu Hajar Nilai Kurikulum Berbasis Cinta Langkah Tepat Kembalikan Ruh Pendidikan Islam

Minggu, 27 Juli 2025 23:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Naufal Habibi

Tgk. Ibnu Hajar, pimpinan Dayah Al-Hijriy di Desa Teupin Bayu, Kecamatan Tanah Jambo Aye, Kabupaten Aceh Utara. Dokumen untuk dialeksis.com.


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Tgk. Ibnu Hajar, pimpinan Dayah Al-Hijriy di Desa Teupin Bayu, Kecamatan Tanah Jambo Aye, Kabupaten Aceh Utara menyambut hadirnya Kurikulum Berbasis Cinta (KBC) dari Kementerian Agama Republik Indonesia.

Menurutnya, KBC menawarkan pendekatan yang menyatukan nilai-nilai keislaman dengan cinta kasih, menekankan hubungan vertikal dengan Tuhan (hablum minallah) dan hubungan horizontal dengan sesama manusia (hablum minannas). 

“Kami sangat mendukung karena inilah sebenarnya yang diajarkan oleh Rasulullah kita, Nabi Muhammad SAW, dan sebagaimana diteruskan oleh ulama-ulama kita. Maka ini merupakan ilmu yang seharusnya dari dulu sudah diterapkan, karena ini bukan ilmu baru, tapi ilmu Islam yang harus kita jalankan sebagai umat Rasulullah,” ujar Tgk. Ibnu Hajar kepada Dialeksis.com, Minggu. 27 Juli 2025.

Dalam praktiknya, banyak pesantren tradisional seperti Dayah Al-Hijriy telah sejak lama menerapkan pendekatan pendidikan yang mengakar pada nilai cinta kasih. 

Interaksi antara guru dan murid yang penuh adab, penanaman akhlak sebagai fondasi keilmuan, serta pembiasaan ibadah sebagai jalan pembentukan karakter, semuanya adalah refleksi dari semangat KBC yang kini diformalkan dalam struktur pendidikan nasional.

“Di dayah, kami mengajarkan anak-anak untuk mencintai ilmu, mencintai gurunya, dan mencintai sesama. Ketaatan kepada Allah tidak hanya diajarkan lewat hafalan doa, tapi lewat perilaku sehari-hari. Anak-anak saling bantu, saling hormat, dan itu sudah menjadi budaya kami sejak dulu,” lanjut Tgk. Ibnu Hajar.

Salah satu nilai kuat yang diusung KBC adalah penekanan pada empati dan pengertian lintas iman dan budaya. Di negara seperti Indonesia yang sangat majemuk, kurikulum ini menjadi jembatan yang mempererat keberagaman, bukan memisahkan.

Tgk. Ibnu Hajar menilai bahwa semangat KBC juga sejalan dengan misi dakwah Islam yang rahmatan lil ‘alamin.

“Islam datang untuk membawa rahmat, bukan kekerasan. Jadi kalau kurikulum ini mengajarkan empati lintas iman dan budaya, itu sangat cocok. Justru dari pesantrenlah harusnya nilai-nilai seperti ini disebarkan ke masyarakat,” ujarnya.

Namun, Tgk. Ibnu Hajar juga menyadari bahwa implementasi KBC secara luas tidak akan mudah tanpa pelatihan yang menyeluruh kepada guru, serta penyesuaian kurikulum yang tidak meninggalkan akar-akar lokal. 

Ia berharap Kementerian Agama juga melibatkan para pimpinan dayah dalam proses pelatihan dan diskusi kebijakan, agar kurikulum ini tidak hanya menjadi formalitas administratif, tapi betul-betul hidup di ruang-ruang belajar.

“Harapan kami, pemerintah jangan hanya menjadikan dayah sebagai objek, tapi sebagai mitra. Karena banyak nilai-nilai dari kurikulum ini yang justru sudah tumbuh subur di dayah-dayah. Tinggal bagaimana kita satukan langkah,” pungkasnya.

Keyword:


Editor :
Alfi Nora

riset-JSI