kip lhok
Beranda / Berita / Aceh / Tidak Ada Perwakilan Perempuan, GPA Tolak Hasil Penetapan Panwaslih Aceh

Tidak Ada Perwakilan Perempuan, GPA Tolak Hasil Penetapan Panwaslih Aceh

Rabu, 20 Desember 2023 20:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Naufal Habibi

Direktur Eksekutif Flower Aceh, Riswati. [Foto: Dok pribadi]


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Gerakan Perempuan Aceh (GPA) menolak hasil penetapan lima komisioner Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslih) Provinsi Aceh untuk periode 2023-2028 oleh Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA).

"Keputusan ini menuai kritik keras dari berbagai pihak, terutama gerakan perempuan Aceh, karena tidak ada satupun perempuan yang terpilih sebagai komisioner," kata Direktur Eksekutif Flower Aceh, Riswati kepada Dialeksis.com, Rabu (20/12/2023).

Menurut Riswati, keputusan ini telah menutup akses perempuan untuk terlibat dalam pengawasan pemilu. 

Dalam UU tersebut jelas telah menetapkan ketentuan untuk komposisi keanggotaan Panwaslih pada masing-masing provinsi, kabupaten/Kota dan kecamatan mewajibkan ada keterwakilan perempuan sekurang-kurangnya 30%

"Keputusan tersebut jelas sekali cacat hukum, telah menghilangkan kesempatan bagi perempuan yang sudah diatur dalam UU penyelenggaraan pemilu," jelasnya.

Hal ini diperkuat dalam Qanun Provinsi Aceh Nomor 6 Tahun 2018 Tentang Perubahan Atas Qanun Provinsi Aceh Nomor 6 Tahun 2016 Tentang Penyelenggara Pemilihan Umum Dan Pemilihan Di Aceh. 

Ia menilai bahwa Komisi I DPRA telah mengabaikan perintah konstitusi dan UUPA yang mengamanatkan perlindungan dan pemenuhan hak-hak perempuan di Aceh.

"Komisi I DPRA yang tidak memiliki komitmen dan itikat baik untuk mendorong partisipasi perempuan di ranah publik. Ini menunjukkan bahwa posisi perempuan di Aceh semakin tergusur oleh sistem politik yang patriarki dan eksklusif," katanya.

Selain itu, Presidium Balai Syura, Suraiya Kamaruzzaman, juga mengatakan penetapan anggota panwaslih tanpa satupun perempuan melanggar aturan nomor 6 Tahun 2018, Pasal 38 Ayat 6 yang menegaskan bahwa komposisi anggota panwaslih harus memperhatikan paling sedikit 30% perempuan. 

Penetapan 5 komisoner panwaslih Aceh tanpa ada satupun perempuan menunjukkan tidak adanya komitmen dan itikat baik dari DPRA untuk mendorong dan membuka ruang bagi perempuan untuk berpartisipasi aktif di ranah publik.

Menurutnya, hal ini ironis karena anggota DPRA yang mensahkan Qanun juga melanggar Qanun tersebut. Ia menegaskan bahwa DPRA bisa melakukan banyak cara untuk mendorong partisipasi perempuan dalam Panwaslih.

 Jika alasan mereka adalah jumlah perempuan yang mendaftar terbatas, maka DPRA bisa menyebarkan informasi secara lebih masif, mengirim surat dan info langsung ke lembaga atau ormas perempuan, dan bekerja sama untuk mencari kandidat-kandidat perempuan yang potensial.

"Jika tidak ada perubahan sampai dengan Paripurna, saya menghimbau masyarakat Aceh, terutama perempuan, jangan pilih kandidat DPRA ditahun 2024, yang tidak menunjukkan keberpihakan dan tidak mendukung isu pemenuhan hak perempuan termasuk partisipasi perempuan di publik", pungkasnya.

Keyword:


Editor :
Alfi Nora

riset-JSI
Komentar Anda