kip lhok
Beranda / Berita / Aceh / TM Zulfikar: Emisi Gas Rumah Kaca Tak Akan Berkurang Jika Hutannya Bertambah Hancur

TM Zulfikar: Emisi Gas Rumah Kaca Tak Akan Berkurang Jika Hutannya Bertambah Hancur

Selasa, 22 November 2022 20:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Akhyar

Pemerhati lingkungan Aceh, TM Zulfikar. [Foto: ist]

DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Pemerintah Aceh melalui Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan menyampaikan bahwa pada periode 2019-2020 kerusakan hutan di Aceh mencapai 1.596 ha. 

Disampaikan juga bahwa banyak dampak akibat kerusakan hutan ini, dimulai dari perubahan iklim, bencana alam hingga konflik satwa liar dengan masyarakat.

Dikarenakan hutan Aceh sudah kian rusak, Pemerintah Aceh kini berupaya mencegah perubahan iklim melalui kegiatan penurunan emisi gas rumah kaca.

Kegiatan yang dilakukan diantaranya dengan melakukan moratorium longing, Program Aceh Green, kemudian penyusunan strategi pembangunan rendah emisi yang terpadu, program kampung iklim dan sebagainya.

Menanggapi hal tersebut, Pemerhati Lingkungan Aceh, TM Zulfikar mengatakan, soal berapa luasan hutan yang rusak di Aceh, hal utama yang perlu diperhatikan bersama ialah bagaimana menyamakan persepsi.

Menurutnya, semua pihak harus sepakat untuk menghentikan laju deforestasi atau kerusakan hutan. Semua pihak tidak boleh menafikan bahwa kerusakan hutan itu ada.

Semua pihak, kata dia, juga harus berkolaborasi bersama. Pemerintah, swasta, NGO, LSM dan juga organisasi lainnya untuk sama-sama mencari dan melihat di daerah mana sebenarnya kerusakan hutan Aceh terjadi.

Dengan demikian, menurut dia, akan muncul komitmen bersama untuk mengatasi permasalahan kerusakan hutan di Aceh.

“Nanti bisa terpetakan, dimana-mana saja yang menjadi basis kerusakan hutan. Apakah ada di hulu atau di hilirnya. Ambil contoh seperti bencana banjir di Aceh Tamiang. Apakah kerusakan hutan ada di Tamiang atau justru di hulu Tamiang. Di Gayo Lues misalnya sebagai hulu Tamiang,” ujar TM Zulfikar kepada reporter Dialeksis.com, Banda Aceh, Selasa (22/11/2022).

Sehingga, bila basis kerusakan hutan sudah terpetakan, maka Pemerintah Aceh bisa membuat gebrakan dengan menjalankan berbagai program dan kegiatan untuk menyelamatkan kerusakan hutan.

Menurutnya, keikutsertaan Pemerintah Aceh pada program pengurangan emisi gas rumah kaca harus dilakukan secara konsisten.

Zulfikar mengaku tidak ingin kalau program untuk merawat lingkungan hanya dilakukan dalam batas waktu instruksi saja. Ia tidak ingin pada tahun-tahun berikutnya malah kerusakan hutan makin menjadi-jadi.

“Kita harus mampu memastikan untuk bagaimana agar tidak terjadi lagi kerusakan hutan, dan ini menjadi tantangan kita semua,” ucapnya.

Adapun penyebab kerusakan hutan, Zulfikar menjelaskan bahwa penyebab kerusakan hutan di Aceh banyak faktornya.

Diantaranya karena alih fungsi lahan. Mengubah hutan menjadi kawasan perkebunan juga bisa mengurangi tutupan hutan.

Kemudian, pertambangan ilegal juga ikut merusak hutan. Illegal logging atau penebangan liar juga sangat merusak hutan.

Lalu, perambahan hutan untuk ladang atau untuk pemukiman juga turut merusak hutan.

Jadi, kata dia, banyak faktor yang menjadi penyebab kerusakan hutan. Dan ini harus dibuktikan siapa yang merusak, apakah masyarakat secara umum atau mungkin dari kebijakan pemerintah yang tidak pro terhadap perlindungan hutan.

“Yang bisa membuktikan ini adalah pemerintah, karena klaim-klaim wilayah ini adanya di pemerintah. Yang kuasai hutan negara dan segala macamnya. Ini yang saya kira harus jelas, dengan sebab-sebab yang saya sampaikan tadi jelas, banyak terjadi,” ungkapnya.

Di sisi lain, menurut Zulfikar, upaya pencegahan kerusakan hutan juga bisa dilakukan dengan menegakkan pengawasan hutan. Penegakan hukum harus berjalan maksimal dan jangan hanya menyentuh kalangan tertentu saja, tetapi di semua lini harus ditegakkan hukumnya.

“Saya pikir, emisi gas rumah kaca tidak akan berkurang kalau hutannya bertambah hancur,” pungkasnya.(Akh)


Keyword:


Editor :
Akhyar

riset-JSI
Komentar Anda