DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Krisis bahan bakar minyak (BBM) kembali melanda wilayah dataran tinggi Gayo. Sejak Rabu (15/10/2025), antrean panjang kendaraan di berbagai Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) di Kabupaten Aceh Tengah dan Bener Meriah membuat aktivitas warga lumpuh sejak pagi hari.
Antrean kendaraan roda dua dan roda empat mengular hingga mencapai 5 kilometer di beberapa titik, terutama di SPBU Jalan Lintang, Jalan Sengeda, dan SPBU Simpang ke Mili, Takengon.
Warga mulai mengantre sejak pukul 05.00 pagi demi mendapatkan pertalite maupun solar. Namun, sebagian besar baru berhasil mengisi bahan bakar sekitar pukul 08.30 atau bahkan lebih lama. Situasi ini menyebabkan kemacetan parah di sejumlah ruas jalan utama menuju kota Takengon.
Tokoh masyarakat Aceh Tengah, Jalimin Gayo, mengungkapkan bahwa antrean panjang tersebut sudah terjadi sejak beberapa hari terakhir dan belum ada solusi nyata dari pihak berwenang.
“Antre panjang itu sampai dua sampai lima kilometer. Dari arah Kebayakan ke kota itu penuh kendaraan. Orang sudah antre sejak jam lima pagi, baru dapat minyak jam delapan lewat. Bayangkan, tiga jam menunggu hanya untuk bisa mumpak (mengisi BBM),” ujar Jalimin kepada wartawan dialeksis.com, Kamis (16/10/2025).
Menurutnya, hampir semua SPBU di Takengon mengalami antrean serupa. Kondisi ini tidak hanya menyulitkan warga pengguna kendaraan pribadi, tetapi juga berdampak langsung pada sektor ekonomi masyarakat, terutama pelaku usaha dan petani.
“Dampaknya besar sekali. Angkutan hasil pertanian dan perkebunan jadi terhambat. Petani kopi, cabai, tomat -- semua kesulitan mengangkut hasil panen ke pasar karena kendaraan mereka harus antre BBM berjam-jam,” jelasnya.
Jalimin menambahkan, kondisi ini bukan sekadar persoalan logistik sehari-hari, tetapi juga mengganggu roda ekonomi daerah. Menurutnya, Aceh Tengah sebagai sentra kopi Gayo dan daerah wisata unggulan sangat bergantung pada kelancaran distribusi bahan bakar.
“Kopi itu andalan kita di Aceh Tengah. Kalau transportasi tersendat karena BBM langka, otomatis ekonomi masyarakat juga mandek. Belum lagi wisatawan dari luar daerah yang mau datang ke Gayo, mereka juga terganggu karena antrean panjang di jalan menuju kota,” tuturnya.
Bahkan, beberapa ruas jalan utama menuju kawasan wisata Danau Lut Tawar dilaporkan macet akibat antrean kendaraan yang menutupi sebagian badan jalan di sekitar SPBU.
Akibatnya, para pelancong yang datang dari arah Bireuen, Lhokseumawe, maupun Medan harus bersabar di tengah kemacetan panjang.
Krisis BBM ini juga memunculkan praktik penjualan BBM eceran di kios-kios dengan harga jauh di atas harga resmi. Di sejumlah kios di kawasan Jalan Sengeda dan Semirin, pertalite dijual hingga Rp13.000 per liter, selisih Rp3.000 dari harga SPBU resmi yang hanya Rp10.000 per liter.
“Ini sudah jelas merugikan masyarakat. Di SPBU susah, di kios malah mahal. Harusnya pemerintah turun tangan. Jangan biarkan warga jadi korban permainan oknum,” tegas Jalimin.
Sebagai tokoh masyarakat, Jalimin Gayo mendesak PT Pertamina (Persero) agar segera menambah kuota pasokan BBM untuk wilayah dataran tinggi Aceh. Ia juga meminta Pemerintah Kabupaten Aceh Tengah dan Pemerintah Aceh turun langsung memantau distribusi dan memastikan penyaluran BBM tepat sasaran.
“Pertamina harus buka data stok dan jadwal distribusi. Jangan sampai warga dibiarkan antre tanpa kepastian. Pemerintah daerah juga jangan diam. Ini menyangkut hajat hidup masyarakat luas,” tegasnya.
Menurutnya, perlu ada langkah konkret dan pengawasan ketat untuk mencegah adanya praktik penimbunan atau permainan pasokan di tingkat SPBU maupun agen distribusi. Jalimin juga berharap agar krisis BBM di Aceh Tengah tidak terus berlarut karena berpotensi menimbulkan dampak sosial dan ekonomi yang lebih luas.
“Jangan sampai nanti harga kebutuhan pokok ikut naik gara-gara transportasi terhambat. Pemerintah harus cepat bertindak sebelum masyarakat semakin menderita,” pungkasnya. [nh]