kip lhok
Beranda / Berita / Aceh / Tongkang Batu bara Terdampar di Nagan Raya, GeRAK Aceh Barat Surati DPR RI

Tongkang Batu bara Terdampar di Nagan Raya, GeRAK Aceh Barat Surati DPR RI

Senin, 01 Maret 2021 19:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Akhyar

Koordinator GeRAK Aceh Barat, Edy Syahputra [For Dialeksis]


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Hingga saat ini, insiden terdampar Tongkang Sun Lion V di pesisir pantai Desa Gampong Lhok, Kecamatan Kuala Pesisir, Nagan Raya, Selasa (28/7/2020) sore masih menjadi perbincangan.

Gerakan Anti Korupsi (GeRAK) Aceh Barat menduga belum ada upaya maksimal untuk segera menindaklanjuti atau melakukan rencana tindak sebagaimana kesepakatan Hasil Berita Acara para pihak yang ikut menandatangani tertanggal pada 12 Agustus 2020.

Koordinator GeRAK Aceh Barat, Edy Syah Putra mengutuk tindakan yang tidak bertanggung jawab oleh pihak perusahaan PT. Adhi Guna Putera selaku pihak rekanan angkut batubara hal ini sebagaimana diketahui kegiatan tersebut termuat dalam kontrak Kerjasama antara pihak PT. PLN (Persero) Kantor Pusat dengan PT Pelayaran Bahtera Adhi Guna tentang Transportir (pengangkut batubara) milik PT PLN (Persero).

Pada poin selanjutnya, dalam surat GeRAK Aceh Barat yang dikirim ke Anggota Komisi III DPR-RI, H. Nazaruddin Dek Gam Kembali disebutkan kontrak kerjasama antara PT Pelayaran Bahtera Adhiguna dengan PT. Adhi Guna Putera tentang Transhipment termasuk tanggung jawab muatan batuabra dalam Tongkang Sun Lion V.

“Bahwa dalam kontrak tersebut Kembali disebutkan PT. Adhi Guna Putera melakukan kegiatan bongkar muat dari kapal besar (Vessel) ke tongkang dan tug boat (kapal penarik) untuk PT PLN (Persero) Pembangkitan Sumatera Bagian Utara, Unit Pelaksana Pembangkitan Nagan Raya,” kata Edy melalui keterangan yang diterima Dialeksis.com, Senin (1/3/2021).

Atas dasar itu, kata dia, para pihak GeRAK Aceh Barat menduga tidak bisa lepas tangan atau tanggung jawab pasca terjadinya peristiwa tongkang terdampar yang juga diketahui dari hasil dokumentasi verifikasi lapangan oleh GeRAK Aceh Barat yang mendapati isi tongkang (batubara) tumpah ruah ke dalam laut Desa Lhok, Kecamatan Kuala Pesisir, Kabupaten Nagan Raya, Provinsi Aceh.

“Atas dasar tersebut, kami mendesak agar kiranya Komisi III DPR-RI terkhusus H Nazaruddin Dek Gam yang pada tanggal 9 Febuari 2021 telah turun dan melihat langsung lokasi terdamparnya tongkang tersebut untuk segera memanggil para pihak secara resmi di DPR-RI dimana disebutkan dalam rencana tindak untuk melakukan evakuasi tongkang yaitu akhir September 2020 dan perusahaan wajib mencari solusi tekhnologi pembersihan/clean up bongkahan batubara di dasar laut,” ungkap Edy.

Selain itu, GeRAK Aceh Barat juga mendesak adanya tindakan hukum dan upaya lainnya memberikan sanksi sebagaimana diatur dalam Undang-undang. Upaya mendesak saat ini adalah sebagaimana rencana tindakan yang mewajibkan pihak perusahaan melakukan upaya pembersihan maksimal atas material batubara yang tumpah ke dalam laut.

hal ini, sebut dia, patut dilakukan sebagai upaya menghindarkan dampak pencemaran laut (lingkungan) dan meganggu kehidupan biota dalam laut.

“Dan itu, bisa menimbulkan kerugian yang luar biasa hebatnya, apalagi berbicara terhadap ekosistem laut dan tentunya dampak besarnya adalah terhadap mata pencaharian para nelayan pesisir setempat,” jelas dia.

Bila mengacu kepada Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup bertujuan untuk melindungi Negara Kesatuan Republik Indonesia dari pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup, mewujudkan pembangunan berkelanjutan hingga antisipasi isu lingkungan global.

Maka pihak pemerintah baik tingkat provinsi dan kabupaten dan melalui dinas terkait seperti Energi Sumber Daya Mineral (Tingkat Provinsi) dan Dinas Lingkungan Hidup (Tingkat Kabupaten) untuk segera mengambil data kongkrit isi dari muatan tongkang tersebut. Ini penting, guna mengetahui berapa isi muatan sebenarnya dan atas dasar itu juga kemudian diketahui berapa banyak sudah tumpahan batubara ke laut dari tongkang yang terdampar dekat dengan bibir pantai tersebut.

Upaya mendesak pemulihan lingkungan sebagaimana dimandatkan dalam UU dan menyebutkan tentang pemulihan fungsi lingkungan hidup dilakukan dengan tahapan: a. penghentian sumber pencemaran dan pembersihan unsur pencemar; b. remediasi (upaya pemulihan pencemaran lingkungan hidup untuk memperbaiki mutu lingkungan hidup); c. rehabilitasi (upaya pemulihan untuk mengembalikan nilai, fungsi, dan manfaat lingkungan hidup termasuk upaya pencegahan kerusakan lahan, memberikan perlindungan, dan memperbaiki ekosistem); d. restorasi (upaya pemulihan untuk menjadikan lingkungan hidup atau bagian-bagiannya berfungsi kembali sebagaimana semula); dan/atau e. cara lain yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Hal ini sebagaimana Rencana Tindak yang turut ditandangani oleh parapihak seperti PT. Adhi Guna Putera dan para saksi atas Berita Acara Verifikasi Lapangan tertanggal 12 Agustus 2020.

“Patut diingat, apa yang kami sampaikan adalah menyangkut dengan aspek pelestarian lingkungan di laut, hal ini mengingat sudah ada beberapa kejadian atas terdamparnya tongkang dekat dengan bibir pantai dan kemudian menyebabkan tumpahnya isi dari muatan tongkang (batubara) ke dalam laut, dimana Tongkang Samudera 8 tanggal 10 Juli 2019 kandas di Muara Jetty PT PLN (Persero) Pembangkitan Sumatera Bagian Utara, Unit Pelaksana Pembangkitan Nagan Raya yang bermuatan 1.500 metrik ton dan mengakibatkan tumpahnya seluruh volume batubara tersebut ke dalam perairan laut.,” tegas dia.

Selain itu, Koordinator GeRAK Aceh Barat itu juga mengatakan, yang menjadi Pertimbangan lainnya adalah sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 3 Tahun 2O2O Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 4 Tahun 2OO9 Tentang Pertambangan Mineral Dan Batubara, dimana skemanya memungkinkan pemerintah memberikan sanksi administratif terhadap perusahaan.

Hal ini sebagaimana Kembali disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Pasal 76 ayat (1) Menteri, gubernur, atau bupati/walikota menerapkan sanksi administratif kepada penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan jika dalam pengawasan ditemukan pelanggaran terhadap izin lingkungan. Ayat (2) Sanksi administratif terdiri atas: a. teguran tertulis; b. paksaan pemerintah; c. pembekuan izin lingkungan; atau d. pencabutan izin lingkungan.

Hal lain ini juga diatur dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlidungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, sebagaimana disebutkan didalam Bab I Ketentuan Umum, Pasal 1 Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup dan mencegah terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, dan penegakan hukum.

Keyword:


Editor :
Jun

riset-JSI
Komentar Anda