Tri Wahyudi: Qanun LKS Jangan Hanya Memfasiltasi Pengusaha Luar, Bantulah Anak Muda Aceh!
Font: Ukuran: - +
Reporter : Baga
Foto: Ist
DIALEKSIS.COM | Aceh - Tri Wahyudi , Founder and CEO di Aplikasi Muslimlife (PT. Digital Kreasi Muslim) menilai, selama ini Qanun LKS ini lebih mempasilitasinya perusahaan luar untuk membuka cabang Panin Syariah di Aceh.
“Seharusnya yang didorong adalah bagaimana anak anak muda Aceh ini membuat tehnologi sendiri dan dipakai oleh Aceh, sehingga semua nilai ekonomi itu berputarnya di Aceh,” sebut Tri Wahyudi, menjawab Dialeksis.com, Minggu (2/2/2022) via selular.
Menurutnya, Pemerintah Aceh harus rela memberikan iventasi terhadap start up “star up asal Aceh, agar kemudahan fintech ini terimplementasi dengan baik, nilai syariah bisa dijaga, manfaat besarnya bisa dinikmati masyarakat Aceh.
Pemerintah Aceh harus berani inves untuk membimbing pengusaha Aceh atau anak anak muda Aceh yang mereka itu focus membangun finansial tehnologi, tidak harus terkoneksi dengan perbankan.
Menjawab Dialeksis.com, generasi muda yang kreatif dalam fintech ini panjang lebar menjelaskan, soal perlunya pemerintah Aceh dan pemangku kepentingan Qanun LKS untuk mengarahkan, membimbing para generasi muda dibidang teknologi, agar penerapanya sesuai dengan nilai syariah.
Tri Wahyudi menyebutkan, perkembangan teknologi itu selalu lebih cepat daripada perkembangan hukum. Karena tehnologi itu sering sekali mengikuti kehendak pasar, sementara hukum mengikuti apa yang disebut regulasi regulasi syariah termasuk didalamnya qanun LKS
“Terkait dengan Fintech sebenarnya secara kegiatan ekonomi syariah fintech itu dengan perbankan tidak ada jauh beda. Tetapi kenapa fintech itu lebih cepat, karena dia itu memenuhi kebutuhan basic dari pasar,” jelasnya.
Misalnya, pinjam meminjam berbasis digital, sangat cepat perkembanganya. Apalagi penetrasi perkembangan internet sudah 90 persen di Aceh. Oleh karena itu Qanun LKS masih relevan, tetapi dalam pengimplementasianya perlu adanya penyesuaian terkait dengan masalah fintech
Menjawab Dialeksis.com, terkait dengan lokalistik fintech berbasis syariah, Tri Wahyudi menyebutkan, anak anak asli Aceh untuk masuk ke Fintech ini sangat tinggi. Oleh karena itu perlu ada pembimbingan yang sangat intens dari para pemangku kepentingan qanun LKS.
Bagaimana mengerahkan para generasi muda yang bersemangat dibidang tehnologi, membutuhkan bimbingan agar penerapanya sesuai dengan nilai syariah.
Karena fintech ini sangat sulit untuk dikontrol, dia ada di HP kita. Siapa yang bisa kontrol, anak anak muda kita udah semangat, termasuk di kami komunitas prograamer Aceh sendiri sudah menggalang yang namanya Muslimlife yang fokus pada fintech.
“Kami meminta bimbingan dari doctor ekonomi syariah yaitu doktor Hafas untuk membimbing kami. Saya ingin sebenarnya Qanun LKS ini harus mendukung anak muda local untuk membuat teknologi, salah satunya fintech yang dibuat sendiri untuk kemapanan ekonomi lokal sendiri,” sebutnya
Selama ini menurut Tri Wahyudi, Qanun LKS ini lebih mempasilitasinya perusahaan luar untuk membuka cabang panin syariah di Aceh, seharusnya yang didorong adalah bagaimana anak anak muda Aceh ini membuat tehnologi sendiri dan dipakai oleh Aceh, sehingga semua nilai ekonomi itu berputarnya di Aceh.
Akses internet, 90 persen lebih sudah terjangkau. Rata rata menggunakan HP android. Untuk itu, Telkom maupun operator lain mau berinvestasi untuk Aceh agar akses internet yang lebih baik dan lebih cepat di Aceh.
Menurutnya, 70 persen internet itu digunakan untuk hiburan. Buktinya ada youtuber, selegram, tiktok dan lainya. Di Aceh penggemarnya banyak. Sekarang sudah ada perkambangan dalam sisi dakwah.
“Pemerintah kiranya ada mengedukasi untuk ini, kalau dulu ada subsidi untuk kesehatan, subdi pendidikan, sekarang sekarang saya usul subsidi unuk kemurahan internet dan keterjangkauan internet,” sebutnya.
Kalau bisa wujudkan pemerintah, kalau 98 masyarakat sudah mempergunakan fasilitas internet, untuk mengedukasi masyarakat jauh lebih cepat dan mudah, akan lebih bijak, akan bisa menangkal hoax atau penipuan online.
“Fintech dan tehnologi ini adalah basisnya start up, dia sangat fokus pada pertumbuhan dan percepatan. Walau harus diakui kadang kala secara modal juga terbatas,” sebutnya.
Untuk itu, pemerintah harus berani inves untuk membimbing pengusaha Aceh atau anak anak muda Aceh yang mereka itu focus membangun finansial tehnologi tidak harus terkoneksi dengan perbankan.
Perbankan memiliki regulasi yang cukup ketat, sehinga pertentangan antara regulasi dengan inovasi itu sering terjadi.
Fintesh basisnya start up, artinya anak anak muda lebih lues, lebih pleksibel, ide idenya lebih berkembang. Oleh karena itu pemerintah harus menjadi inkubator, harus menjadi pembimbing, jelasnya.
Pemerintah juga harus rela memberikan inventasi terhadap start up asal Aceh, agar kemudahan fintech ini terimplementasi dengan baik, nilai syariah bisa dijaga, manfaat besarnya bisa dinikmati masyarakat Aceh, sebutnya. (baga)