Senin, 10 Maret 2025
Beranda / Berita / Aceh / TTI Desak Ketua TAPA Evaluasi dan Rasionalisasi Anggaran Semua SKPA

TTI Desak Ketua TAPA Evaluasi dan Rasionalisasi Anggaran Semua SKPA

Minggu, 09 Maret 2025 11:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Nora

Koordinator TTI, Nasruddin Bahar. Foto: for Dialeksis


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Transparansi Tender Indonesia (TTI) mendesak Pelaksana Tugas (Plt) Sekretaris Daerah (Sekda) Aceh selaku Ketua Tim Anggaran Pemerintah Aceh (TAPA) untuk segera melakukan evaluasi dan rasionalisasi anggaran di setiap Satuan Kerja Perangkat Aceh (SKPA). TTI menilai sejumlah pengadaan barang dan jasa memiliki harga yang tidak rasional. 

Koordinator TTI, Nasruddin Bahar, menyoroti beberapa kegiatan di Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Aceh, seperti pembuatan video dokumenter kesigapan masyarakat terhadap ancaman gempa dan tsunami serta video dokumenter tradisi Smong di Simeulue yang masing-masing dianggarkan Rp1 miliar.

“Anggaran sebesar itu hanya untuk membuat video dokumenter sangat tidak masuk akal. Sudah 20 tahun berlalu sejak tsunami 2004, dan masyarakat Aceh sudah sangat paham bagaimana menghadapi bencana tanpa perlu edukasi tambahan melalui video. Jika hanya ingin menonton, YouTube sudah menyediakan banyak referensi,” kata Nasruddin kepada Dialeksis, Sabtu (9/3/2025).

Menurutnya, alokasi anggaran untuk video dokumenter lebih baik dialihkan ke program yang lebih bermanfaat, seperti pelatihan mitigasi bencana dan pengadaan perlengkapan bagi petugas lapangan.

Selain BPBD, TTI juga menemukan anggaran yang dinilai tidak rasional di Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Aceh dalam proyek digitalisasi Museum Tsunami. Beberapa item pengadaan yang disorot antara lain:

 • Perlengkapan digitalisasi Museum (Lobi 2) - Rp1,9 miliar

 • Perlengkapan digitalisasi Museum (Lorong Tsunami) - Rp3,64 miliar

 • Perlengkapan digitalisasi Museum (Memorium Hall) - Rp2,78 miliar

 • Perlengkapan digitalisasi Museum secara keseluruhan - Rp4,2 miliar

Jika ditotal, anggaran pengadaan digitalisasi museum mencapai Rp12,5 miliar. Nasruddin meminta Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) Aceh melakukan probity audit sebelum proyek ini dieksekusi. Bahkan, ia menyarankan agar APIP mendatangkan ahli IT independen untuk memastikan anggaran tersebut tidak mengalami markup.

“PA/KPA tidak perlu memecah-mecah kegiatan dalam satu gedung yang sama. Cukup dibuat satu paket pengadaan digitalisasi Museum Tsunami agar lebih transparan,” tegasnya.

Selain itu, dalam Sistem Informasi Rencana Umum Pengadaan (SiRUP), TTI juga menemukan pengadaan tanaman yang tidak disukai gajah di Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Aceh dengan anggaran Rp757,51 juta per kegiatan, dan terdapat tiga kegiatan serupa.

“Pengadaan tanaman ini sangat abstrak dan kurang prioritas. Lebih baik anggarannya dialihkan untuk kesejahteraan Polisi Hutan (Polhut) yang menjaga kawasan konservasi, karena manfaatnya lebih nyata,” ujar Nasruddin.

Menurutnya, tidak ada jaminan tanaman tersebut bisa tumbuh dan berkembang sesuai rencana. “Bagaimana memastikan tanaman itu bisa bertahan? Bagaimana pengawasannya? Ini patut dipertanyakan,” tambahnya.

TTI juga mengungkapkan bahwa korupsi dalam pengadaan barang dan jasa sering kali dimulai sejak tahap perencanaan. Modus yang sering digunakan adalah memecah paket pengadaan agar tampak seperti proyek berbeda, padahal dikendalikan oleh satu pihak.

“Markup dalam pengadaan barang dan jasa masih marak di hampir semua SKPA. Sistem e-Katalog seharusnya transparan, tetapi tetap ada celah untuk manipulasi, terutama dalam pengadaan yang tidak umum seperti aplikasi digital,” ungkap Nasruddin.

Ia berharap TAPA lebih selektif dalam menyusun anggaran dan memastikan setiap rupiah yang dikeluarkan benar-benar bermanfaat bagi masyarakat. “Rasionalisasi anggaran adalah langkah penting untuk mencegah kebocoran keuangan daerah,” tutupnya.

Keyword:


Editor :
Alfi Nora

riset-JSI
ultah dialektis
bank Aceh
dpra
bank Aceh pelantikan
pers