Senin, 10 Maret 2025
Beranda / Berita / Aceh / Tuntutan Mualem tentang Penghapusan Barcode Makin Relevan Diwujudkan

Tuntutan Mualem tentang Penghapusan Barcode Makin Relevan Diwujudkan

Minggu, 09 Maret 2025 10:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Arn

QR Code atau Barcode yang nanti berguna untuk pengisian BBM subsidi. Foto: Istimewa


DIALEKSIS.COM | Aceh - Tuntutan Mualem tentang penghapusan barcode yang dinilai tidak ada faedahnya bagi rakyat makin menggema. Terkini, suara yang sama juga disampaikan oleh Wakil Gubernur Kalimantan Barat. 

Krisantus Kurniawan dengan terus terang menyebut kebijakan penggunaan barcode untuk pembelian bahan bakar bersubsidi mempersulit masyarakat. 

Krisantus menegaskan bahwa masyarakat seharusnya tidak dipersulit dengan kebijakan-kebijakan seperti ini, sehingga dirinya menginginkan Kalbar tak menerapkan kebijakan penggunaan barcode di Pertamina tersebut.

Pernyataan diwartakan Tribun Pontianak 7 Maret 2025 melengkapi sorotannya terhadap kasus Pertamina tentang peredaran oplosan Pertamax di Indonesia. 

Sebelumnya, Gubernur Aceh Muzakir Manaf alias Mualem menyuarakan penghapusan barcode di hari pelantikannya tanggal 12 Fabruari 2025. 

“PR (pekerjaan rumah) hari ini adalah semua SPBU yang ada di Aceh tidak ada istilah lagi barcode mohon digaris bawahi untuk semua," ungkapnya. 

Namun, tuntutan itu mendapat sambutan negatif dari pihak Pertamina. Terakhir, surat Mualem kepada BPH Migas untuk menghapus barcode dalam surat balasannya ditolak.

Anggota BPH Migas Saleh Abdurrahman mengatakan, pihaknya telah membalas surat tersebut, yang menyatakan bahwa pembelian BBM subsidi menggunakan QR Code merupakan keharusan.

Menurutnya, sistem barcode tersebut menjadi bagian dari upaya mendorong subsidi tepat sasaran, seperti diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 191 Tahun 2014 mengenai konsumen yang berhak menikmati subsidi BBM.

Suara Mualem untuk menghapus kebijakan barcode justru menemukan relevansinya begitu Kejaksaan Agung membongkar praktek Pertamax oplosan yang terjadi sejak 2018 - 2023. Kerugian negara yang mencapai 193,7 triliun hanya dalam satu tahun makin membuka mata publik untuk melihat kembali kebijakan Pertamina, termasuk barcode atau qr code. 

Terkini, pihak Kejaksaan Agung bukan hanya memeriksa orang-orang di Pertamina, tapi juga orang-orang di Kementerian ESDM, termasuk dari BPH Migas untuk mendalami kasus Pertamax oplosan. 

Di Jawa Barat dan Jawa Timur bahkan terungkap praktik curang penyalahgunaan barcode MyPertamina untuk pembelian BBM bersubsidi hingga meraup keuntungan sebesar Rp4,4 miliar. 

Atas praktik curang penggunaan barcode itu pihak BPH Migas meminta Pertamina Patra Niaga untuk memperkuat sistem barcode atau QR Code bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi agar tidak mudah disalahgunakan.

Dengan terungkapnya kasus Pertamax oplosan terpampang ironi kebijakan terhadap rakyat menengah ke bawah. Mereka terus menerus diperketat untuk mendapatkan BBM bersubsidi lewat teknologi yang diklaim mampu menjaga akses rakyat kepada BBM. 

Namun, dalam praktiknya justru rakyat mengalami kesulitan dengan kebijakan yang dibuat dan terus berganti hingga sampai pada sistem barcode. Fakta ironisnya, justru teknologi barcode juga tidak mampu mengatasi kebocoran BBM bersubsidi. Bahkan, terungkap praktik curang atas kebijakan barcode dan praktik mega korupsi atas Pertamax oplosan. 

Atas fakta-fakta yang menyesakkan dada rakyat itu sudah saatnya pihak ESDM dan BPH Migas mengambil langkah yang lebih adil bagi daerah dalam penyaluran BBM untuk rakyat. Sangat tidak adil apabila daerah-daerah yang berkontribusi besar dalam hal Migas justru diperlakukan sama dengan daerah-daerah lain. 

Sebagai obat luka hati rakyat akibat kasus-kasus yang terungkap ada baiknya tidak sebatas pada permintaan maaf dari pihak Pertamina melainkan Pemerintah juga memerintahkan kepada Pertamina untuk membebaskan rakyat mendapatkan BBM tanpa kebijakan yang menyulitkan. 

Selanjutnya, dalam perbaikan regulasi, pihak BPH Migas dapat lebih intensif berkonsultasi dengan pemerintah provinsi penghasil Migas terkait mekanisme penyaluran BBM yang lebih elegan dan tidak menyulitkan rakyat. Apalagi bagi Aceh yang memiliki regulasi khusus terkait kebijakan nasional yang berdampak langsung kepada Aceh. BPH Migas tidak boleh sebatas menggelar publik hearing dengan ahli saja melainkan juga secara khusus berkonsultasi dengan Pemerintah Aceh. []

Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI
ultah dialektis
bank Aceh
dpra
bank Aceh pelantikan
pers