Unsyiah Berbagi Pengalaman dalam Proses Pemulihan Pasca Bencana
Font: Ukuran: - +
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Wakil Rektor I Universitas Syiah Kuala Prof. Dr. Marwan menjelaskan peran Unsyiah dalam proses pemulihan pasca bencana yang terjadi di Aceh. Pengalaman ini disampaikan dalam forum Workshop Berbagi Pengetahuan (Disaster Knowledge Sharing) Aceh-Palu: Pembelajaran dan Pengalaman dari Proses Pemulihan Pasca Bencana, yang dilaksanakan mulai tanggal 23 – 25 September 2019 di Hotel Hermes Palace. (Banda Aceh, 23/9).
Kegiatan ini dilaksanakan oleh Kementerian PPN/Bappenas dan Tsunami and Disaster Mitigation Research Center (TDMRC) Unsyiah, serta menghadirkan Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah.Pada kesempatan itu, Prof Marwan mengatakan, ada dua bencana besar yang terjadi di mana Unsyiah terlibat aktif dalam proses pemulihan pasca bencananya yaitu Gempa dan Tsunami pada 2004 dan Gempa Pidie Jaya 2016 silam.
Saat tsunami 2004 lalu ada ratusan ribu orang meninggal dunia. Termasuk 247 dosen dan tenaga pendidik Unsyiah yang meninggal dan hilang. Lebih 5000 mahasiswa yang meninggal. Sepertiga bangunan dan peralatan kampus rusak berat. Dampak dari bencana ini menghentikan proses belajar-mengajar di Unsyiah selama 1 semester.Begitu pula ketika gempa Pidie Jaya 2016 lalu. Gempa yang berkekuatan 6,5 SR tersebut telah menyebabkan 104 orang meninggal dunia, 268 orang luka berat serta ratusan rumah rusak berat.
Secara umum respon Unsyiah pasca bencana ada dua yaitu respon cepat yang terdiri dari masa tanggap darurat, penggalangan bantuan, pengiriman tim medis, pendampingan pada masa transisi dan lainnya. Lalu respon jangka panjang, yang terdiri dari penguatan kapasitas pengetahuan, intervensi kebijakan pemerintah terkait mitigasi bencana dan penguatan sdm kebencanaan.Selain itu, Unsyiah juga melakukan upaya berkelanjutan dalam penguatan kapasitas kebencanaan. Di mulai dari tahun 2006, dengan dibentuknya TDMRC Unsyiah. Lalu 2010, Unsyiah mendirikan Program Studi Ilmu Kebencanaan. Selanjutnya, tahun 2016 penguatan kelembagaan dengan dibentuknya UPT Mitigasi Bencana.
"Pada tahun 2016 pula, Unsyiah telah mewajibkan mata kuliah Kebencanaan dan konsentrasi Kebencanaan pada Prodi Doktoral. Lalu 2020, Insya Allah Unsyiah akan mendirikan fasilitas riset maju kebencanaan," ungkap Marwan.
Marwan menilai, semua kebijakan yang diambil Unsyiah selama ini merupakan sebuah tanggung jawab Unsyiah sebagai perguruan tinggi. Khususnya dalam upaya penanggulangan bencana di daerah. Di mana langkah tersebut dapat berupa kajian/penelitian, proses belajar mengajar untuk menguatkan SDM, serta mobilisasi/diseminasi pengetahuan.Sementara itu Direktur DTTP Bappenas Velix V. Wanggai mengatakan, kegiatan ini sangat penting dalam upaya pemerintah untuk menanggulangi bencana. Sebab selama ini persitiwa Gempa dan Tsunami 2014 silam yang terjadi di Aceh, telah menjadi inspirasi banyak pihak.
"Inspirasi tersebut di antaranya adalah bagaimana menempatkan aspek disaster dalam fokus kajian kebijakan nasional dan daerah. Lalu inspirasi bagaimana mengkonsolidasi berbagai bantuan dari luar negeri baik PBB, negara sahabat ataupun NGO untuk bersama-sama membantu proses pemulihan pasca bencana," ucapnya.Sementara itu Asisten II Setda Aceh Teuku Ahmad Dadek mengatakan, pemulihan pasca bencana harus diupayakan dengan memikirkan bahwa bencana tersebut akan kembali berulang. Ia mencontohkan, bagaimana penemuan Gua Ek Luntie di Kecamatan Lhoong, Aceh Besar telah mengungkap sebuah fakta menarik. Bahwa gempa dan tsunami 2004 silam adalah bencana yang berulang. Dari hasil penelitian di gua tersebut, disimpulkan paling tidak sudah 14 kali bencana tsunami terjadi di Aceh.
Untuk itulah, ia mengharapkan dalam proses pembangunan ataupun pemulihan pasca bencana. Harus menjadi perhatian bahwa bencana tersebut pasti akan terjadi kembali. (pd/rel)