DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Sekretaris Jenderal Organisasi Pembela Tanah Air (PETA) Aceh, Amiruddin ST, SH menyatakan dukungan penuh terhadap wacana menjadikan Aceh sebagai tuan rumah peringatan Hari Kemerdekaan RI ke - 80 pada 2025. Menurutnya, momentum ini harus menjadi katalisator pembangunan ekonomi berkelanjutan dan penguatan kedaulatan daerah, khususnya melalui sektor pertanian dan pemberdayaan masyarakat.
Melalui wawancara eksklusif dengan Dialeksis.com, Amiruddin menegaskan bahwa pemilihan Aceh tidak hanya sekadar penghormatan simbolis atas peran sejarah daerah itu, tetapi harus diikuti dengan program konkret yang memperkuat ketahanan pangan dan ekonomi kerakyatan.
“PETA Aceh mendorong Pemerintah Pusat agar momentum ini tidak berhenti pada seremoni. Aceh harus menjadi contoh bagaimana kemandirian ekonomi dibangun dari akar rumput, terutama melalui pengoptimalan lahan pertanian dan penguatan kearifan lokal,” ujarnya, Senin (28/04/2025).
Amiruddin menggarisbawahi potensi Aceh sebagai penyangga pangan nasional yang masih terabaikan.
“Daripada fokus pada kegiatan seremonial, momentum ini harus dimanfaatkan untuk meluncurkan proyek strategis seperti smart farming di lahan rawa Aceh Barat atau membangun pusat logistik pertanian di Aceh Besar. Ini akan menciptakan lapangan kerja sekaligus mengurangi ketergantungan impor,” tegasnya.
Sebagai organisasi yang berfokus pada pembelaan kedaulatan rakyat, PETA Aceh menekankan pentingnya melibatkan masyarakat dalam setiap tahap persiapan acara.
“Dana yang dialokasikan harus berdampak langsung pada rakyat kecil. Kami siap memobilisasi pelatihan bagi UMKM dan koperasi untuk menyuplai kebutuhan acara, mulai dari kuliner khas hingga produk dekorasi lokal. Ini akan menggerakkan ekonomi desa dan memastikan keuntungan tetap di tangan warga Aceh,” paparnya.
Amiruddin juga mengusulkan integrasi upacara kemerdekaan dengan festival hasil bumi Aceh.
“Bayangkan jika upacara di Lapangan Blang Padang diramaikan dengan pameran kopi Gayo, pala, dan kemiri yang dibawa langsung oleh petani. Ini bukan hanya promosi, tapi juga pengingat bahwa Aceh adalah tulang punggung ekonomi Nusantara sejak masa kolonial,” ujarnya.
Terkait rekonsiliasi pascakonflik, Sekjen PETA Aceh menilai pembangunan ekonomi berbasis lokal adalah kunci perdamaian abadi.
“Kedaulatan Aceh tidak hanya diukur dari otonomi politik, tapi juga dari kemampuan rakyat mengelola sumber dayanya. Jika Prabowo serius menjadikan Aceh tuan rumah, beliau harus berkomitmen membuka akses pasar, pendanaan, dan teknologi bagi petani. Ini jalan terbaik untuk mencegah konflik sosial di masa depan,” tegasnya.
Amiruddin mengingatkan agar momentum ini tidak menjadi proyek seremonial semata.
“Setelah upacara usai, Pemerintah Pusat wajib melanjutkan dengan kebijakan afirmatif, seperti insentif pajak bagi industri pengolahan hasil pertanian di Aceh. Jangan sampai kami hanya diingat setiap 17 Agustus, lalu dilupakan kembali,” tambahnya.
PETA Aceh disebut telah menyiapkan konsep pemberdayaan masyarakat berbasis kearifan lokal untuk didiskusikan dengan pemerintah.
“Kami mengajak Jakarta melihat Aceh bukan hanya sebagai simbol sejarah, tapi mitra strategis dalam membangun ketahanan nasional. Dari sini, kami ingin buktikan bahwa mempertahankan tanah air dimulai dari menghidupkan ekonomi rakyat,” tutup Amiruddin.