Minggu, 12 Oktober 2025
Beranda / Berita / Aceh / Wali Kota Illiza Gaungkan “Charming Banda Aceh” di Forum Nasional Pariwisata di Bali

Wali Kota Illiza Gaungkan “Charming Banda Aceh” di Forum Nasional Pariwisata di Bali

Sabtu, 11 Oktober 2025 20:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Wali Kota Banda Aceh, Hj. Illiza Sa’aduddin Djamal, SE, menjadi salah satu pembicara utama dalam forum nasional bertajuk “The Future of Indonesia Tourism: Inspirations from Bali - AI and I’MPACT” yang diselenggarakan di Bali, Sabtu (11/10/2025). [Foto: Prokopim BNA]


DIALEKSIS.COM | Bali - Wali Kota Banda Aceh, Hj. Illiza Sa’aduddin Djamal, SE, menjadi salah satu pembicara utama dalam forum nasional bertajuk “The Future of Indonesia Tourism: Inspirations from Bali - AI and I’MPACT” yang diselenggarakan di Bali, Sabtu (11/10/2025).

Acara ini dibuka oleh Menteri Pariwisata Republik Indonesia, Widyanti Putri Wardhana, dan dihadiri oleh para kepala daerah, akademisi, serta pelaku industri pariwisata dari seluruh Indonesia.

Dalam paparannya yang berjudul “Banda Aceh: The Charming City of Faith, Culture, and Harmony”, Wali Kota Illiza menguraikan visi Banda Aceh sebagai kota yang tumbuh melalui kolaborasi dan nilai keberkahan. Ia menekankan bahwa pembangunan pariwisata di Banda Aceh bukan sekadar soal keindahan alam atau peningkatan kunjungan wisata, melainkan tentang menghadirkan harmoni antara manusia, alam, dan nilai keislaman.

“Banda Aceh bukan hanya destinasi wisata, tetapi ruang pembelajaran tentang harmoni dan keberkahan. Kami ingin setiap orang yang datang ke Banda Aceh bukan hanya membawa pulang kenangan, tetapi juga makna,” ujar Illiza di hadapan peserta forum.

Illiza memaparkan bahwa semangat pembangunan pariwisata Banda Aceh didasarkan pada nilai I’MPACT (People, Planet, Prosperity, Peace, and Partnership), yang menjadi roh dari visi Banda Aceh sebagai Kota Kolaborasi.

Melalui branding “Charming Banda Aceh”, ia memperkenalkan lima pesona utama kota yang hidup berdampingan dalam harmoni:

1. Wisata Seni dan Budaya: menampilkan Seudati, Rapai, dan festival budaya yang hidup di tengah masyarakat.

2. Wisata Tsunami: melalui Museum Tsunami dan PLTD Apung sebagai simbol keteguhan dan kebangkitan.

3. Wisata Heritage dan Islami: dari Masjid Raya Baiturrahman hingga tradisi zikir dan kenduri maulid.

4. Wisata Kuliner: menghadirkan cita rasa autentik Mie Aceh, Kuah Beulangong, dan Kopi Aceh.

5. Wisata Alam Bahari: melalui kolaborasi kawasan BASAJAN (Banda Aceh-Sabang-Jantho) yang memadukan laut, langit, dan budaya.

Wali Kota Illiza juga memperkenalkan inovasi baru Banda Aceh sebagai “Kota Parfum Indonesia”, yang lahir dari potensi tanaman aromatik seperti nilam, seulanga, kenanga, dan melati. 

“Dari kekayaan ini, kami membangun ekosistem baru seperti Galeri Parfum Banda Aceh dan Gampong Wisata Parfum. Kami ingin aroma Banda Aceh bukan hanya tercium, tapi terasa melalui karya dan kreativitas masyarakatnya,” jelasnya.

Selain inovasi ekonomi kreatif, Illiza menegaskan bahwa seluruh kebijakan pariwisata Banda Aceh berpijak pada prinsip green dan halal tourism, yang menekankan keberlanjutan, kebersihan, dan nilai religius.

Ia memaparkan sejumlah program prioritas yang sedang dijalankan Pemko Banda Aceh, antara lain Penataan kawasan strategis wisata Ulee Lheue berdasarkan RIPPARKOT yang diselaraskan dengan RIPARNAS; Pembangunan Miniatur Replika Kapal Laksamana Keumalahayati di Ulee Lheue sebagai ikon baru dan lokasi event budaya; Revitalisasi Taman Sari dan Taman Putroe Phang sebagai Tourism Information Center dan ruang publik interaktif berbasis komunitas.

Illiza juga memperkenalkan rencana besar “Banda Aceh Colossal 2026”, yang akan menjadi bagian dari Kharisma Event Nusantara (KEN) Kemenparekraf RI.

Melalui kegiatan tersebut, Banda Aceh ingin menunjukkan diri sebagai kota yang kreatif, modern, spiritual, dan penuh energi positif.

Selain promosi pariwisata berbasis event, Illiza menyoroti pentingnya digitalisasi dan pemanfaatan kecerdasan buatan (AI) dalam strategi promosi pariwisata. Pemko Banda Aceh kini tengah mengembangkan Smart Tourism Map, integrasi data wisata berbasis teknologi untuk mempermudah pengalaman wisatawan.

“Teknologi dan AI bukan untuk menggantikan manusia, tapi untuk memperluas jangkauan kebaikan. Namun kekuatan utama Banda Aceh tetap pada manusianya - masyarakat yang kreatif, gotong royong, dan siap tumbuh bersama,” ungkapnya.

Ia menutup paparannya dengan menyerukan pentingnya kolaborasi lintas sektor dan pemberdayaan masyarakat, terutama perempuan dan generasi muda, sebagai penggerak utama pariwisata berbasis komunitas.

“Banda Aceh ingin terus melangkah, bukan hanya menjadi kota tujuan wisata, tetapi kota yang memberi inspirasi “ menebar kedamaian dan menumbuhkan nilai,” tutup Illiza.

Forum “The Future of Indonesia Tourism” menjadi ajang strategis untuk memperkuat sinergi antara pemerintah daerah, pelaku industri, dan akademisi dalam merumuskan arah baru pariwisata Indonesia yang berkelanjutan dan berdaya saing global. [*]

Keyword:


Editor :
Indri

riset-JSI
bank aceh