Wali Nanggroe: Belum Cukup Perdamaian Aceh, Jika Masih Ada Praktik Korupsi dan Menodai Syariat Islam
Font: Ukuran: - +
Reporter : Auliana Rizky
Wali Nanggroe, PYM. Malik Mahmud Al-Haythar. [Foto: Dialeksis/Auliana Rizky]
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Wali Nanggroe, PYM. Malik Mahmud Al-Haythar mengatakan, belum cukup perdamaian Aceh jika masih mempraktikkan perilaku korup dan menodai syariat Islam.
Hal tersebut disampaikan pada Peringatan Hari Damai Aceh ke-17 bertajuk "Optimalisasi Butir-Butir MoU Helsinki demi Percepatan Pembangunan Aceh" Senin (15/8/2022) di Taman Ratu Safiatuddin Banda Aceh.
Ia menyampaikan, sudah 17 tahun perdamaian Aceh, walaupun Aceh mengalami tantangan secara internal maupun eksternal namun mampu dilewati dengan berbagai dinamika. Kegagalan itu dapat dijadikan sebagai pembelajaran untuk masa yang akan datang.
Model penyelesaian perdamaian Aceh dapat menjadi referensi konflik yang ada di berbagai belahan dunia. Dengan demikian, Indonesia dan Aceh dapat memberikan kontribusi positif dalam menciptakan perdamaian dunia.
"Sebagai komitmen, perdamaian ini akan terus kita jaga, kita rawat, dan mengupayakan segenap pikiran serta tenaga demi tercapainya sebuah pemahaman yang telah disepakati bersama," ucapnya.
Lanjutnya, MoU Helsinki bukan berarti berhentinya perjuangan Aceh, namun berdasarkan data dari BPS Aceh menyebutkan di tahun 2022 ini ada lebih dari 800 ribu dari 5,3 juta masyarakat Aceh yang masuk dalam kategori miskin.
"Ini sebenarnya amat memalukan bagi kita bangsa Aceh, Aceh adalah bangsa yang dikenal maju dan kaya di Ranto Asia Tenggara, ironis yang terjadi di Aceh saat ini," jelasnya.
Dan itu menjadi indikasi bahwa selama ini ada yang salah dengan tata kelola pemerintahan dan tata kelola keuangan Aceh. Tapi jika butir-butir dalam MoU Helsinki diimplementasikan dengan baik maka Aceh akan menjadi bangsa yang tidak miskin lagi, sejahtera, berwibawa, dan bermartabat.
Ia juga menambahkan, belum cukup perdamaian Aceh jika kita masih mempraktikkan perilaku korupsi dalam pemerintahan, perilaku yang menghalalkan segala cara, perilaku yang mementingkan pribadi atau kelompok, terlebih lagi perilaku yang menodai syariat Islam di Aceh.
"Aceh mempunyai syariat Islam tetapi apa yang saya lihat perlakuan kita hanya menodai syariat Islam yang ada di Aceh," tambahnya.
Di Nusantara ini hanya Aceh yang punya syariat Islam. Jadi, kita harus sadar untuk sayang dan hormati syariat Islam. Ia berharap Aceh damai dan makmur, maka dukung keikhlasan kita dalam membangun Aceh yang lebih baik.
"Saya harap pada Presiden RI beserta kabinet kerjanya dapat menuntaskan dan mengimplementasikan butir-butir MoU Helsinki dan persoalan Aceh lainnya," pungkasnya. [Au]
- Achmad Marzuki: Stigma Aceh Tidak Aman Harus Dikikiskan
- Meriahkan 17 Tahun Usia Perdamaian Aceh, Pemuda Bireuen Kibarkan Bendera Raksasa
- BRA Serahkan 2800 Hektar Lahan untuk Kombatan GAM, Tapol/Napol dan Korban Konflik
- 17 Tahun Damai Aceh, KontraS Tegaskan Pemerintah Harus Buat Pengakuan Akui Korban Konflik