kip lhok
Beranda / Berita / Aceh / Warga Demo Soal HGU PT Nafasindo, Ini Klarifikasi Kakantah Aceh Singkil

Warga Demo Soal HGU PT Nafasindo, Ini Klarifikasi Kakantah Aceh Singkil

Jum`at, 03 Desember 2021 15:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Nora

DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Kepala Kantor Pertanahan Aceh Singkil, Muhammad Reza, S.T., M.Si menanggapi perihal aksi demonstrasi sejumlah warga Aceh Singkil di Kantor Pertanahan Kabupaten Aceh Singkil, Kamis (2/12/2021) kemarin.

Kakantah Aceh Singkil menjelaskan secara teknis dan mendetail serta terperinci terkait tuntutan massa aksi, bahwasanya di Desa Ketapang Indah, Kecamatan Singkil Utara Kabupaten Aceh Singkil, Propinsi Aceh terdapat lahan atau kebun kelapa sawit dan telah terbit Sertifikat HGU (Hak Guna Usaha) Nomor : 23 tahun 2019 dengan Nomor Surat Ukur (SU): 23/2019.

Nomor Identifikasi Bidang (NIB): 00103 seluas 3.015,54 Hektar (Ha) dan Sertipikat HGU Nomor: 27 tahun 2019 dengan Nomor SU: 27/2019 dan NIB 00112 seluas 847,55 Ha atas nama PT. Nafasindo, dahulu bernama PT. Ubertraco, sebagaimana ungkapan dan penyampaian dari para orator disaat melakukan aksi menyatakan pendapat di muka umum.

"Sebagian dari sertifikat HGU tersebut telah dienclave (dikeluarkan) selebar 30 meter dan sepanjang 5.000 meter atau 5 Kilometer," ungkapnya kepada Dialeksis.com, Jumat (3/12/2021).

Reza mengungkapkan, qreal yang dikeluarkan dari HGU melebihi fisik badan jalan yang ada, dimana badan jalan lebarnya 8 meter ditambah parit di kiri-kanan jalan masing-masing berukuran 2 meter, jadi masih ada lebih selebar 18 meter selain badan jalan dan parit.

Reza berharap, informasi yang disampaikan pihaknya dapat mengedukasi para pihak agar memahami duduk persoalan yang sebenarnya.

Ia juga senantiasa memberikan pengetahuan hukum dalam rangka mengedukasi semua pihak dengan menjelaskan yang sebenar-benarnya bahwa Kantor Pertanahan Aceh Singkil tidak memiliki wewenang dan otoritas dalam menyelesaikan sengketa, konflik, maupun perkara pertanahan.

Namun, ia menerangkan, pihaknya hanyalah mencatat dan memberikan data pertanahan akan Hak Keperdataan atas bidang tanah yang telah didaftarkan pada Kantor Pertanahan Aceh Singkil, sebagai implementasi tertib administrasi pertanahan sebagai perwujudan dari kepastian hak serta jaminan hukum akan subjek dan objek hak tersebut.

Kakantah itu juga menyampaikan, Kantor Pertanahan Aceh Singkil yang merupakan perpanjangan tangan dari Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional serta Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Propinsi Aceh, tentu memiliki wewenang yang terbatas.

"Pihaknya selaku pimpinan Kantah di tingkat Kabupaten hanya menerbitkan produk yang didaftarkan oleh PT. Nafasindo dengan berdasarkan hasil pengukuran dalam Bentuk Peta Bidang Tanah (PBT) yang merupakan Produk dari Kementerian ATR/BPN serta Kanwil BPN Provinsi Aceh," terangnya.

Hal itu, telah disetujui oleh Panitia Pemeriksa Tanah (Panitia B) yang merupakan hasil kerja dari pemerintah daerah bersama BPN hingga lahirnya Surat Keputusan (SK) Hak Guna Usaha (HGU) dari Menteri ATR/ Ka BPN a.n. PT. Nafasindo sebagaimana objek tuntutan dari aksi unjuk rasa tersebut.

Diketahui, dalam demo itu terdapat 6 tuntutan utama. Pertama, warga meminta pemerintah tinjau ulang Sertipikat HGU PT. Uber Traco di sepanjang kiri kanan jalan GOR menuju Desa Sebatang. Bila sudah terbit batalkan Sertipikatnya.

Kedua, kembalikan Tanah sepanjang GOR Sebatang kepada Penggarap/ pengelola awal, sepanjang lebih kurang 5 KM dan seluas lebih kurang 200 Meter pada kiri kanan jalan.

Ketiga, periksa para pihak terkait yang diduga ikut terlibat memanipulasi data baik dari pihak BPN maupun LSM Gempa (penerima manfaat) dan pemerintah daerah Asing dalam hal proses syarat-syarat menjadi Sertipikat HGU.

Keempat, bila ada kesepakatan dalam masyarakat, jadikan warga/para penggarap di lahan tersebut dibangunkan plasmanya oleh pihak perusahaan yang plasma itu merupakan kewajiban dari pihak perusahaan (duduk bersama dengan pemerintah daerah, perusahaan, masyarakat dan BPN).

Kelima, tegakkan hukum dan tangkap pelaku yang diduga terlibat dalam Mall Administrasi/ rekayasa surat untuk perizinan.

Keenam, Pemerintah Aceh secara umum dan terkhusus Pemerintah Aceh Singkil harus berlaku adil terhadap perlakuan masyarakat dengan perusahaan Perkebunan, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku terkait Hak Guna Usaha (HGU). 

Keyword:


Editor :
Alfi Nora

riset-JSI
Komentar Anda