Wartawan Aceh Diminta Kawal Pilkada dari Serangan Fajar hingga Ketidaknetralan Panitia
Font: Ukuran: - +
Reporter : Naufal Habibi
Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Aceh, Nasir Nurdin. [Foto: Dokumen untuk dialeksis.com]
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Menjelang hari pencoblosan Pilkada serentak 2024 yang dijadwalkan berlangsung pada 27 November, Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Aceh, Nasir Nurdin, menyerukan kepada seluruh wartawan lintas media untuk memperkuat fungsi kontrol dan pengawasan guna mencegah berbagai bentuk kecurangan.
Nasir menegaskan bahwa peran wartawan sangat krusial untuk memastikan pelaksanaan demokrasi yang jujur dan adil.
“Ini saat-saat paling krusial bagi peserta pilkada di semua tingkatan untuk melakukan berbagai macam cara guna merangkul pemilih. Makanya wartawan harus memainkan perannya secara maksimal dan profesional untuk memantau dan memberitakan itu,” ujar Nasir Nurdin kepada Dialeksis.com, Minggu (24/11/2024).
Menurut Nasir, bentuk kecurangan dalam Pilkada tidak hanya terbatas pada praktik politik uang, tetapi juga meliputi intervensi yang mengarahkan masyarakat untuk memilih calon tertentu dengan menebar ketakutan dan ancaman.
"Ada narasi-narasi intimidasi yang berkembang, seperti akan ada konsekuensi tertentu jika calon tertentu kalah. Ini jelas melanggar prinsip demokrasi dan harus diawasi dengan serius oleh wartawan,” kata Nasir.
Lebih lanjut, ia mengungkapkan laporan adanya upaya melemahkan fungsi saksi dengan berbagai bentuk ancaman. Bahkan, beberapa saksi dikabarkan mengundurkan diri akibat tekanan tersebut.
Selain itu, Nasir menyoroti ketidaknetralan penyelenggara Pilkada yang cenderung berpihak pada calon tertentu sebagai isu penting yang perlu mendapat perhatian media.
Nasir menekankan bahwa wartawan memiliki tanggung jawab besar dalam mengawal proses Pilkada agar berjalan sesuai aturan.
Ia juga mengingatkan bahwa profesi wartawan dilindungi oleh Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Oleh karena itu, ia mengimbau semua pihak untuk tidak menghalang-halangi tugas jurnalis dalam meliput dan mengawasi jalannya Pilkada.
“Wartawan harus memegang teguh Kode Etik Jurnalistik (KEJ) dan menjalankan tugasnya secara profesional. Dengan begitu, mereka akan menjadi bagian dari penguatan demokrasi di negeri ini, termasuk memastikan Pilkada yang bebas dari kecurangan,” ujar Nasir.
Di masa tenang yang sedang berlangsung, Nasir juga menyoroti fenomena serangan fajar, yaitu pembagian uang oleh calon atau tim sukses untuk mempengaruhi pilihan masyarakat.
Ia menyebut praktik ini sering terjadi dan bahkan ada laporan mengenai pemberian uang muka atau down payment (DP) kepada pemilih.
“Fenomena serangan fajar ini menarik untuk didalami, terutama di Kota Banda Aceh. Wartawan harus jeli mengungkap fakta-fakta terkait praktik tersebut agar publik mendapatkan informasi yang akurat,” katanya.
Nasir berharap, dengan peran aktif wartawan dalam mengawasi jalannya Pilkada, proses demokrasi dapat menghasilkan pemimpin yang benar-benar menjadi harapan rakyat.
“Insya Allah jika semua rambu-rambu itu dipatuhi, wartawan akan menjadi bagian dari upaya memastikan Pilkada yang adil dan melahirkan pemimpin yang berkualitas,” pungkasnya. [nh]