DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Yayasan Advokasi Rakyat Aceh (YARA) Perwakilan Aceh Singkil mendesak Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) Aceh Singkil untuk tidak main-main dalam mengawasi hasil rapat Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) Plus yang baru saja digelar di Oproom Kantor Bupati Aceh Singkil.
Rapat penting tersebut menghasilkan 13 poin kesepakatan, salah satunya terkait kewajiban pembangunan kebun plasma sawit oleh perusahaan pemegang Hak Guna Usaha (HGU). Namun hingga kini, kewajiban itu masih jauh dari kenyataan di lapangan.
Ketua YARA Perwakilan Aceh Singkil, Kaya Alim, menegaskan bahwa DPRK harus berdiri di garis depan dalam memastikan perusahaan-perusahaan perkebunan tidak mengabaikan kewajiban tersebut.
“Anggota DPRK harus serius mengawal 13 poin yang telah disepakati, terutama soal kebun plasma. Ketua DPRK Aceh Singkil sendiri pernah menyampaikan di media bahwa tidak ada sejengkal pun kebun plasma di wilayah ini. Ini sangat miris, karena dari sekian banyak perusahaan sawit, belum ada satu pun yang memenuhi kewajiban membangun 20 persen kebun plasma,” kata Kaya Alim, Rabu (17/9/2025).
Menurutnya, kondisi tersebut tidak hanya mencederai semangat regulasi, tetapi juga merugikan masyarakat sekitar yang seharusnya mendapatkan manfaat nyata dari keberadaan perkebunan besar.
Lebih jauh, YARA mengingatkan agar DPRK tidak menerapkan standar ganda dalam mengawasi penerapan kewajiban kebun plasma. Kaya menegaskan, pengawasan harus menyeluruh tanpa memandang siapa pemilik HGU.
“Salah satunya HGU milik Pak Safriadi Oyon, yang saat ini menjabat sebagai Bupati Aceh Singkil. Justru seharusnya HGU milik Pak Oyon yang harus menjadi contoh dalam membangun kebun plasma,” tambahnya.
Ia menekankan bahwa teladan dari pemimpin daerah akan menjadi pesan kuat bagi perusahaan lain. Jika HGU milik seorang bupati saja tidak memberi contoh, maka akan sulit menuntut perusahaan swasta agar patuh.
Bagi YARA, persoalan plasma bukan sekadar masalah teknis, tetapi menyangkut keadilan bagi masyarakat. Kehadiran kebun plasma diyakini mampu meningkatkan kesejahteraan petani, membuka lapangan kerja, sekaligus mengurangi kesenjangan ekonomi antara perusahaan besar dengan warga lokal.
“Kami berharap DPRK benar-benar menjalankan fungsi pengawasannya, bukan hanya sekadar hadir dalam rapat lalu hilang tanpa tindak lanjut. Rakyat menunggu aksi nyata, bukan janji,” pungkasnya.[*]