Selasa, 29 Juli 2025
Beranda / Berita / Aceh / YATTA Aceh Soroti Rokok Eceran dan Illegal Sebagai Ancaman bagi Warga Miskin

YATTA Aceh Soroti Rokok Eceran dan Illegal Sebagai Ancaman bagi Warga Miskin

Senin, 28 Juli 2025 22:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Naufal Habibi

Ketua Youth Action On Tactical Transformation (YATTA) Provinsi Aceh, Muhammad Hafiz Daniel. [Foto: Dokumen untuk dialeksis.com]


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Ketua Youth Action On Tactical Transformation (YATTA) Provinsi Aceh, Muhammad Hafiz Daniel, menegaskan pentingnya penertiban penjualan rokok eceran dan penguatan edukasi publik.

Menurutnya, berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa rokok masih menjadi komoditas pengeluaran tertinggi kedua setelah beras.

“Fenomena orang miskin banyak merokok ini bukan hal baru. Sejak tahun 2016, BPS sudah menyampaikan bahwa rokok adalah komoditas utama kedua dalam pengeluaran rumah tangga miskin, dan sampai sekarang, siklusnya masih terus berulang,” ujar Hafiz dalam wawancara bersama media dialeksis.com, Senin (28/7/2025).

Menurut Hafiz, salah satu penyebab utama masih tingginya konsumsi rokok di kalangan masyarakat miskin adalah akses yang sangat mudah terhadap rokok, khususnya yang dijual secara eceran.

 “Orang tua miskin bisa beli rokok hanya dengan seribu rupiah. Anak-anak pun bisa beli. Ini bahaya sekali,” ujar Hafiz.

Ia menegaskan, penjualan rokok eceran sejatinya sudah dilarang melalui Peraturan Pemerintah (PP) No. 28 Tahun 2024, karena rokok termasuk zat adiktif yang tidak boleh dijual bebas dalam bentuk ketengan. Namun di lapangan, aturan ini belum berjalan efektif.

“Di Aceh, masih sangat mudah menemukan rokok dijual eceran, bahkan di depan sekolah. Artinya, kita tidak punya kontrol yang serius atas kebijakan ini,” tegas Hafiz.

Pemerintah pusat telah berupaya mengendalikan konsumsi rokok melalui kebijakan kenaikan cukai setiap tahun.

Namun, Hafiz menilai langkah itu tidak cukup tanpa diikuti dengan penertiban rokok ilegal dan penjualan eceran yang tidak diawasi dengan baik.

“Langkah menaikkan cukai memang bentuk komitmen pemerintah untuk menurunkan prevalensi rokok. Tapi sayangnya, tanpa monitoring yang kuat, terutama terhadap rokok ilegal dan eceran, kebijakan ini seperti jalan di tempat. Masyarakat tetap bisa membeli rokok murah, dan mereka tetap menjadikannya sebagai kebutuhan utama,” paparnya.

Dalam situasi ekonomi yang terbatas, pengeluaran untuk rokok justru menjadi beban bagi rumah tangga miskin. Hafiz menilai ini sebagai anomali yang harus segera diatasi melalui pendekatan edukatif dan penegakan aturan yang konsisten.

“Bayangkan, rokok dianggap lebih penting dari telur, daging, atau kebutuhan gizi anak. Ini bukan hanya soal pengeluaran, tapi soal pola pikir dan budaya konsumsi yang keliru. Dan selama kita tidak berani menyentuh akar masalah ini, kemiskinan akan terus kita rawat sendiri,” katanya.

YATTA Aceh berharap kepada pemerintah daerah agar mengambil peran lebih aktif dalam pengendalian tembakau, mulai dari edukasi hingga penertiban pasar.

"Kami minta pemerintah jangan hanya bergantung pada kebijakan pusat. Ini soal masa depan rakyat Aceh, terutama generasi muda,” tegas Hafiz.

Ia juga mengajak pemuda Aceh untuk ikut ambil bagian dalam gerakan ini. “Anak muda harus berani jadi agen perubahan. Kita tidak bisa diam saat generasi setelah kita diarahkan pada gaya hidup yang membahayakan kesehatan dan ekonomi,” tutupnya. [nh]

Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI