Minggu, 25 Mei 2025
Beranda / Analisis / Ketika Restu Bahlil Lahadalia Jadi Kunci, Siapa Sosok Dipilih?

Ketika Restu Bahlil Lahadalia Jadi Kunci, Siapa Sosok Dipilih?

Minggu, 25 Mei 2025 08:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Aryos Nivada

Ketua Umum Partai Golkar Bahlil Lahadalia. Foto: Tempo/Subekti.


DIALEKSIS.COM | Analisis - Menjelang Musyawarah Daerah (Musda) ke - 12 Golkar Aceh yang dijadwalkan akhir Juni 2025, suhu politik lokal semakin memanas. Sejumlah kandidat mulai bergerak meraih dukungan pusat, namun hingga kini “belum ada kepastian dari Ketua Umum Golkar atau DPP” soal arah restu. Semua mata kader dan simpatisan tertuju pada Bahlil Lahadalia selaku Ketua Umum.

Bahlil ibarat jantung Golkar setiap denyut kebijakan dan estafet kepemimpinan DPD I Aceh pasca T.M. Nurlif lengser sangat bergantung padanya. Maka wajar jika spekulasi beredar siapakah yang kelak meraih restunya? Meskipun Bahlil belum angkat bicara secara resmi, publik menyorot dua tokoh utama yang berlomba merangkul simpati partai yakni Andi Harianto Sinulingga (AHS) dan Teuku Raja Keumangan (TRK).

Andi Harianto Sinulingga, kader senior DPP Golkar asal Aceh Tenggara, telah malang-melintang di kancah politik nasional. Rekam jejaknya di DPP menjadikannya dekat dengan petinggi partai termasuk Bahlil, Sekjen Sarmuji, dan Idrus Marham karena kebersamaan mereka di HMI. Ikatan emosional ini sulit dipisahkan, kecuali ada pertimbangan rasional kuat yang menimbang kebutuhan partai dan dukungan basis Golkar.

Berkat kedekatannya dengan pengurus pusat, banyak pengamat menilai AHS sebagai “favorit terselubung”, meski ia belum pernah secara terbuka menyatakan pencalonan. Karakternya yang tak bergerak tanpa arahan meski dipandang sekadar strategi diplomasi politik justru menambah nuansa misteri. Kesan “dekat dengan lingkaran kekuasaan” inilah yang memicu pertanyaan besar: akankah restu Bahlil jatuh ke tangan AHS?

Teuku Raja Keumangan (TRK) kini menjabat Bupati Nagan Raya periode 2025 - 2030 sekaligus Ketua Ormas MKGR Aceh. Sebagai kader tulen dengan basis kuat di Nagan Raya, Aceh Barat, Aceh Jaya, Simeulue serta warisan dari kakeknya yang pendiri Golkar dan ayahnya anggota dewan TRK menapaki karier politik dari legislatif (anggota DPRA) hingga eksekutif. Berbeda dengan AHS yang berkiprah di pusat, ia memilih membangun kekuatan dari akar rumput: merebut kursi DPR Aceh dan mengokohkan Golkar di kabupaten/kota basisnya.

Meski demikian, survei politik lokal menilai jejaring nasional TRK masih perlu diperkuat. Ia aktif menjalin dukungan di Jakarta, misalnya dengan menghadirkan pernyataan dukungan Muhammad Salim Fakhry (Bupati Aceh Tenggara sekaligus Ketua DPD II Golkar Aceh Tenggara) dan baru-baru ini memperoleh dukungan resmi dari DPD II Golkar Nagan Raya. Bahkan kabarnya ia “menghubungi satu per satu calon ketua” lain untuk menyampaikan ambisinya maju. Namun, konsolidasi di internal Aceh belum optimal peneliti JSI mencatat TRK cenderung fokus merangkul pusat, sementara basis lokalnya belum tersentuh sepenuhnya.

Peluang TRK akan semakin terbuka jika ia berhasil menyatukan 29 pemilik suara Golkar terdiri dari 23 kabupaten/kota serta ormas dan struktur DPD I. Jadi harus meraih 30% berjumlah 9 dari pemilik suara serta memperkuat keyakinan DPP. Kekuatan finansial dan reputasinya yang mapan menjadi modal penting; publik menilai ia mampu menghidupkan kembali mesin partai Golkar di Aceh bila terpilih.

Kunci perebutan restu pusat terletak pada komunikasi politik dan strategi pendekatan masing-masing kandidat. AHS bergerak senyap melalui jalur elit, memanfaatkan jejaknya di DPP untuk menjalin “hubungan emosional” dengan pengurus pusat. Meski mengaku hanya mengikuti arahan DPP, kesiapan AHS sudah terbukti lewat perangkat lobi dan dukungan yang disiapkan sejak dini. Sementara TRK harus membuktikan bahwa akar rumput dan jejaring nasionalnya sama kuatnya demi meraih restu ketua umum.

Sebaliknya, TRK menempuh pendekatan ganda menyapa konstituen lokal maupun merapat ke Jakarta. Ia sering terpantau di ibukota melakukan “koordinasi” dengan DPP Golkar, hingga kini masih misteri seperti apa politik zig zag TRK. Gaya TRK yang serius muncul di lapangan: laporan media menunjukkan ia berkomunikasi satu per satu dengan calon pesaing (termasuk Lukman CM dan Andi HS), bahkan memperkuat basis dukungan lewat dinasti keluarga (adik dan koleganya di DPR RI). Namun menurut analis, tanpa konsolidasi konkret di tingkat kabupaten/kota, dukungan prestise TRK bisa kalah melawan kekuatan jaringan sentral AHS.

Di Golkar, restu pusat khususnya dari ketua umum ibarat tiket emas menuju kursi DPD I. Sejak bentrok TM Nurlif versus Yusuf Ishak, lalu TM Nurlif melawan Teuku Husen Banta, setiap Musda Golkar Aceh selalu berujung pada putusan DPP. Sekuat apa pun dinamika perlawanan lokal, nyalanya langsung meredup begitu DPP turun tangan.

Kini, kendali restu strategis berada di tangan Bahlil Lahadalia. Namun hingga hari ini, Bahlil belum sekalipun memberi sinyal publik. Tanpa pernyataan resmi Ketum soal calon Aceh, para kandidat dan kader hanya bisa “mengukur kekuatan sambil menanti respons DPP”. Kekosongan deklarasi justru menyuburkan beragam spekulasi.

Di kalangan biro politik beredar kabar bahwa AHS lebih diunggulkan karena kedekatan emosionalnya dengan Bahlil. Sementara itu, manuver TRK yang kerap bolak-balik ke Jakarta ditafsirkan sebagai upaya meraih persetujuan pucuk pimpinan. Kunjungan itu sekaligus menegaskan keseriusannya membesarkan Golkar Aceh demi masa depan yang lebih gemilang.

Meski demikian, keputusan akhir tetap dikalkulasi secara politik oleh DPP. Siapa pun yang akhirnya memperoleh restu, hanya hitung - hitungan di level pusat yang akan menentukan.

Persaingan politik di Aceh bukan sekadar soal dinamika lokal belaka. Golkar Aceh merupakan elemen strategis dalam koalisi nasional sekaligus cerminan kekuatan partai di wilayah yang tengah mengalami transisi politik. Keputusan yang akan diambil Bahlil Lahadalia nanti akan menjadi sinyal penting terlebih ia menjabat sebagai Ketua Umum dan bagian dari pemerintahan Presiden Prabowo. Pilihannya akan merefleksikan konstelasi elite nasional saat ini.

Dukungan yang dikukuhkan Bahlil diyakini akan memengaruhi peta kekuatan Golkar Aceh, baik di parlemen maupun dalam kontestasi pilkada mendatang. Semua pihak kini menantikan manuver politiknya yang elegan. Di tengah derasnya spekulasi, Bahlil diharapkan memainkan peran dengan naluri politik khas Partai Golkar berhati-hati, rasional, dan inklusif.

Meskipun belum ada pernyataan resmi, ke mana arah dukungan Bahlil apakah kepada AHS atau TRK akan menjadi penentu sekaligus barometer kekuatan internal Golkar Aceh di panggung politik nasional. Keputusan seorang ketua umum tak hanya dilihat dari aspek dukungan pribadi, tetapi juga dari kalkulasi kepentingan kelembagaan dan kapasitas calon dalam memimpin Golkar Aceh ke depan.

Lantas, ke mana restu Bahlil Lahadalia akan berlabuh dalam Musda ke-12 Golkar Aceh? Hanya waktu yang akan menjawabnya dan publik akan mencermati dengan saksama setiap langkah yang diambil.

Penulis: Aryos Nivada, Pengamat Politik dan Keamanan

Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI
hardiknas