Minggu, 27 Juli 2025
Beranda / Berita / Direktur Philo Sufi Institute Dukung Kurikulum Berbasis Cinta: Saatnya Tasawuf Jadi Arah Pendidikan

Direktur Philo Sufi Institute Dukung Kurikulum Berbasis Cinta: Saatnya Tasawuf Jadi Arah Pendidikan

Sabtu, 26 Juli 2025 11:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Nora

Direktur Philo Sufi Institute, T. Muhammad Jafar Sulaiman. Foto: for Dialeksis


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Kementerian Agama meluncurkan Kurikulum Berbasis Cinta (KBC) sebagai pendekatan baru dalam pendidikan keagamaan. Langkah ini disambut baik oleh Direktur Philo Sufi Institute, T. Muhammad Jafar Sulaiman, yang menilai inisiatif tersebut sebagai langkah strategis untuk mengikis benih-benih kebencian yang kerap lahir dari politik identitas.

“Basis fundamental dari kehidupan manusia itu adalah harmoni dan keselamatan. Dan keduanya tidak mungkin tercapai tanpa cinta,” kata Jafar kepada Dialeksis, Sabtu, (26/7). 

Menurut dia, cinta menjadi landasan yang mampu menembus sekat-sekat sosial seperti agama, etnis, bahasa, hingga orientasi politik. Di tengah polarisasi yang kian tajam, termasuk dalam kontestasi politik di Indonesia, Jafar menilai pendekatan berbasis cinta sangat relevan untuk menyembuhkan luka sosial akibat praktik-praktik politik yang membelah masyarakat.

Ia menyebutkan, cinta dalam perspektif tasawuf tidak melihat manusia dari identitas lahiriahnya, tetapi sebagai representasi Tuhan. 

"Mencintai manusia berarti menyayangi ciptaan Tuhan. Itu esensi dari pendidikan tasawuf," ujar Jafar.

Ia menegaskan tasawuf--sebagai fondasi spiritual Islam--layak dijadikan rujukan utama dalam pendidikan karakter dan akhlak. Tasawuf, menurutnya, mendorong perjalanan ke dalam diri (inner journey), bukan menilai pihak luar yang berbeda keyakinan.

"Selama ini, pendidikan agama sering digunakan untuk melihat yang berbeda dengan dia. Padahal tujuan agama itu adalah inner journey atau perjalanan ke dalam, bukan perjalanan ke luar," ucap Jafar.

Ia mencontohkan ajaran sufi klasik, “Kalau di akhirat nanti dunia dan isinya ditimbang dengan cinta, maka cinta akan lebih berat.  Artinya begitu pentingnya cinta dalam menjaga dunia, dalam menjaga manusia yang hidup di dalamnya," tuturnya. 

Lebih lanjut, Jafar menilai kurikulum berbasis cinta dapat menjadi tameng bagi anak-anak dari doktrin kebencian dan ekstremisme sejak dini. 

"The real Muslim cannot be a terrorist. Artinya Muslim yang sebenarnya dia tidak mungkin menjadi teroris. Teroris ini muncul karena ada kebencian melihat yang lain berbeda sehingga dia benci dan ingin membunuh," imbuhnya. 

Untuk itu, sambungnya, pentingnya cinta untuk bisa menutupi semuanya.

Ia berharap implementasi kurikulum cinta ini dilakukan secara masif dan menyeluruh dalam pendidikan agama, agar dapat melahirkan generasi yang mampu membangun narasi damai, menciptakan konten harmoni, dan memperkuat persatuan umat manusia.

“Dunia sudah bergerak ke arah penyatuan umat manusia. Bukan lagi pemilahan. Titik temu itu adalah cinta. Kuncinya ada pada tasawuf," pungkasnya. 

Keyword:


Editor :
Alfi Nora

riset-JSI