Dualisme Wacana Jokowi Tiga Periode
Font: Ukuran: - +
Reporter : Akhyar
Prof Firman Noor, Ketua Pusat Penelitian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (P2P-LIPI)
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Wacana atau gebrakan vokal yang sempat heboh di beberapa waktu lalu terkait perpanjangan tiga periode Pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) melalui amendemen Undang-undang Dasar 1945 kini sudah mulai tenggelam.
“Di kalangan partai, wacana ini sama sekali tidak populer. Bahkan di kalangan pendukung Jokowi sendiri saya kira terbelah karena sebagian sudah mulai menyalurkan dukungan ke Ganjar Pranowo,” ujar Prof Firman Noor, Ketua Pusat Penelitian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (P2P-LIPI), Jakarta, Minggu (12/9/2021).
Di sisi lain, lanjut Prof Firman, yang membuat orang khawatir kepemimpinan presiden sekarang ini menjadi tiga periode ialah karena track record (rekam jejak) Jokowi sendiri yang dinilai tidak bisa dipegang omongannya.
“Emang Jokowi di beberapa siaran pers ngomongnya tidak akan mau berbicara ke arah sana. Tapi omongannya tidak bisa dipegang. Di lain sisi, para pendukung minoritas yang sangat vokal terhadap Jokowi 3 periode ini dibiarkan begitu saja,” jelas Prof Firman.
Terkhusus untuk Jokowi mania yang sadar terhadap nilai demokrasi atau membuat isu Jokowi tiga periode tidak berkembang, Prof Firman mengepresiasi mereka. Karena, dengan terbelahnya fanbase Jokowi melalui wacana tiga periode ini akhirnya memperlihatkan balanced (seimbang) antara pendukung atau tidak.
“Tapi saya kira, dalam hati para petinggi partai juga tidak menginginkan itu. Karena kesempatan 2024 adalah kesempatan mereka untuk terbebas dari bayang-bayang Jokowi dan mulai untuk menunjukkan giginya. Karena mereka juga tidak bisa menunggu lebih lama dari 2024,” ungkap Prof Firman.
Di 2024 nanti, kata Prof Firman, menjadi masa dimana kandidat calon-calon presiden baru kekuatannya sama-sama berimbang. Namun beda halnya jika Jokowi masih ada.
“Nanti kan jadi peluang besar, baik bagi Puan, Airlangga, Ganjar dan yang lain-lainnya. Mereka tidak mau terus-terusan berada di bawah Jokowi lagi selama 5 tahun. Apalagi secara objektif kerjaan Jokowi biasa-biasa saja sebagai presiden,” kata Prof Firman.
Track Record Jokowi Tak Mampu Redupsi Elektabilitas Parpol
Bicara mengenai track record (rekam jejak) Jokowi yang dinilai suram oleh beberapa kalangan, Prof Firman mengatakan, track record Jokowi tidak akan bisa meredupsi elektabilitas partai ketika masa pemilihan nanti.
Hal ini, lanjut dia, karena masyarakat Indonesia sangat dinamis dalam melihat politik dan sporadis dalam berpikir.
Ia mencontohkan, misalnya masyarakat Indonesia sangat menjunjung demokrasi, tetapi di saat yang bersamaan, mereka juga suka pemerintahan yang bernuansakan otoriter kala mengatasi pandemi. Apalagi jika dikorelasikan dengan elektabilitas partai politik.
“Saya kira, masyarakat kita itu berfikirnya cukup pada satu pertanyaan. Nah, di satu pertanyaan itu yang kemudian akan difokuskan. Masyarakat nggak mengaitkan dengan yang atasnya atau yang di bawahnya. Artinya mau pemerintahannya seperti apapun ketika mereka ditanyakan soal partai politik, mereka punya jawaban sendiri yang mungkin tidak berkorelasi,” pungkas Prof Firman.