DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Duka mendalam menyelimuti Aceh setelah kepergian H. Kamaruddin Abu Bakar (Abu Razak), Sekretaris Jenderal Partai Aceh dan Ketua Umum KONI Aceh, yang meninggal di Mekkah, Rabu (19/3/2025). Namun, bagi Ahmad Farhan Hamid sahabat dan rekan seperjuangannya kisah tentang ketulusan, kebijaksanaan, dan konsistensi Abu Razak dalam membangun perdamaian Aceh adalah warisan yang tak akan lapis.
“Kita kehilangan sosok yang mampu mencairkan ketegangan politik hanya dengan senyum dan dialog. Abu Razak bukan sekadar politisi, ia peacemaker sejati,” ujar Farhan Hamid, aktivis perdamaian yang bekerja bersama almarhum sejak masa transisi pascakonflik, dalam testimoninya kepada Dialeksis.com, Rabu (19/3).
Farhan mengisahkan, pertemuannya pertama dengan Abu Razak terjadi di tengah kepungan konflik 1999. Saat itu, sebagai anggota Panitia Pemilu Aceh, Farhan dan timnya mendistribusikan bantuan makanan ke pengungsi di Mesjid Abu Daud Beureu Eh, Beureunuen.
“Abu Razak mendatangi kami, mengingatkan bahwa di antara pengungsi itu ada kombatan GAM. Tapi ia tak melarang justru meminta kami tetap membantu. ‘Mereka juga rakyat Aceh,’ katanya. Sikapnya itu mengajarkan saya tentang humanisme di tengah perbedaan,” kenang Farhan.
Interaksi keduanya kian intens pasca - MoU Helsinki 2005. Farhan menyaksikan bagaimana Abu Razak, sebagai pentolan Partai Aceh, berjuang menyesuaikan diri dalam struktur politik Indonesia tanpa kehilangan prinsip.
“Ia belajar cepat: dari urusan birokrasi hingga lobi nasional. Tapi tekadnya satu: rakyat Aceh harus sejahtera,” ujarnya.
Farhan menekankan, kelebihan Abu Razak terletak pada kemampuannya merangkul semua pihak. “Ketika elite Partai Aceh berselisih pasca - Pilkada 2017, Abu Razak jadi penengah.
Ia undang semua pihak ke rumahnya, pecahkan kebekuan dengan canda, lalu ajak mereka berunding seperti saudara,” paparnya.
Menurut Farhan, sikap rendah hati almarhum juga tercermin dari keputusannya untuk tidak “memaksakan diri” merebut posisi strategis di pemerintahan, meski memiliki kapasitas.
“Ia pilih fokus membangun Partai Aceh dari dalam dan membina atlet melalui KONI. Baginya, kekuasaan bukan tujuan, tapi alat untuk memajukan Aceh," ungkap Farhan masih bercerita sosok almarhum.
Farhan menyayangkan meninggalnya Abu Razak di saat Aceh masih dilanda polarisasi politik. “Dia figur langka yang dipercaya semua kubu. Kini, siapa yang akan jadi jembatan jika konflik kepentingan muncul?” ujanya.
Ia berharap generasi muda Aceh melanjutkan semangat almarhum. “Abu Razak mengajarkan: perdamaian bukan hanya soal tidak ada perang, tapi juga bagaimana kita merawatnya dengan inklusivitas. Mari jadikan ini pelajaran.”
Sebagai penutup, Farhan berpesan: “Almarhum pernah bilang, ‘Kita ini saudara, bukan pesaing.’ Untuk itu, saya berdoa: semoga Allah pertemukan Abu Razak dengan para syuhada Aceh di surga. Selamat jalan, saudaraku.”