kip lhok
Beranda / Berita / Gejolak Pemilu Dibalik "Neuropolitik"

Gejolak Pemilu Dibalik "Neuropolitik"

Senin, 18 Maret 2024 17:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Launching Buku Neuropolitik di UC UGM, Sabtu (16/3/2024) - (ist)

Launching Buku Neuropolitik di UC UGM, Sabtu (16/3/2024). Foto: for Dialeksis.com


DIALEKSIS.COM | Nasional - Gejolak pesta demokrasi atau pemilihan umum berdampak pada semua lini, dan salah satu tandanya adalah munculnya buku "Neuropolitik" yang ditulis oleh Dr. Wahyu Riawati dan Dr. Ryu Hasan.

“Buku ini sangat akademis dan penuh dengan wawasan ilmiah, jadi jika Anda bisa memahaminya, itu berarti IQ Anda di atas 100, karena buku ini hanya bisa dimengerti oleh orang dengan IQ di atas 100,” ungkap Ryu Hasan saat peluncuran buku tersebut di UC UGM pada Sabtu (16/3/2024).

Lebih lanjut, Ryu Hasan juga menyebutkan bahwa dalam buku ini mencoba untuk membedah paradigma pilihan yang dilakukan oleh manusia.

“Saat ini, ada banyak benturan antara gagasan rasional dan irasional serta emosional dalam berbagai kebijakan. Misalnya, pilihan militan yang sudah ditentukan akhirnya kalah dengan pilihan kebutuhan pokok dan uang tunai,” katanya.

“Hal itu terjadi karena pilihan emosional mendominasi pada saat itu, didorong oleh kebutuhan mendesak,” tambahnya.

Pada kesempatan tersebut, Dr. Wahyu Riawati, M.P., yang juga seorang birokrat di Pemda DIY, menyatakan bahwa buku tersebut diterbitkan berdasarkan temuan studi Neuropolitik yang membahas pilihan sosial dan politik dari sudut pandang Neurosains.

Pembahasan Neuropolitik muncul sejak periode pemilu tahun 2019 yang meninggalkan perpecahan antara pendukung calon presiden, yang dikenal dengan istilah “Cebong vs Kampret”.

“Polarisasi antara kedua kelompok tersebut masih terjadi dalam pesta demokrasi pemilu 2024, meskipun dengan nama yang berbeda,” papar Ria, panggilan akrabnya.

Lebih lanjut, Ria menambahkan bahwa diharapkan buku ini akan menjadi bagian dari diskusi publik, terutama di kalangan pembuat kebijakan tentang keputusan yang akan diambil.

“Berbagai bentuk polarisasi yang berpotensi memecah belah harus dipahami oleh para pembuat kebijakan sehingga unsur netralitas juga menjadi bagian penting,” tutupnya.

Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI
Komentar Anda