DIALEKSIS.COM | Kutacane - Masa jabatan AKBP R Doni Sumarsono sebagai Kapolres Aceh Tenggara resmi telah berakhir, ditandai dengan serah terima jabatan (sertijab) yang berlangsung di Mapolda Aceh beberapa waktu lalu dan lepas sambut antara pejabat baru dan pejabat lama di Mako Polres setempat, Jum'at pagi (11/4/2025).
Namun warisan kepemimpinannya yang baru kini dijabat oleh AKBP Yulendri, SH, SIK, MIK., menuai sorotan tajam dari publik di Bumi Sepakat Segenep yang menaruh harapan besar dalam era kepemimpinannya ke depan.
Tak terkecuali, kritikan tajam dilayangkan Lembaga Swadaya Masyarakat Lumbung Informasi Rakyat (LIRA) Aceh Tenggara, yang menilai bahwa kepemimpinan Kapolres sebelumnya dalam memberantas peredaran narkotika merupakan kegagalan nyata selama masa jabatannya.
"Fakta di lapangan menunjukkan Aceh Tenggara masih menjadi surga bagi peredaran dan penyalahgunaan narkotika. Ironisnya, penegakan hukum hanya menyentuh pemakai dan pengedar kecil, sementara pemasok dan bandar besar seolah tak tersentuh hukum," tegas M. Saleh Selian, aktivis LIRA Aceh Tenggara, dalam keterangannya.
Lebih lanjut, Saleh Selian menyinggung kasus penangkapan sabu seberat satu kilogram oleh Polres Aceh Tenggara pada Juni 2023 lalu. “Ternyata yang diamankan hanya kurir. Pemilik atau pemasok barang haram itu dimana? Hingga kini tak ada kejelasan. Ini menimbulkan berbagai asumsi liar di tengah masyarakat,” tambahnya.
Menurut LIRA, jika ada keseriusan dari AKBP Doni Sumarsono yang menjabat sejak Januari 2023 hingga Maret 2025, mustahil jaringan bandar narkoba bisa terus bebas berkeliaran di Bumi Sepakat Segenap. Bahkan masyarakat umum pun disebut sudah mengetahui siapa saja aktor-aktor besar di balik peredaran narkoba di wilayah tersebut.
Tak hanya soal narkoba, kepemimpinan AKBP Doni juga dikritik terkait dugaan pemotongan hak anggota Polres (personil) saat menjalani pengamanan tahapan Pemilu 2024.
“Ada indikasi pemangkasan hak yang seharusnya diterima anggota. Namun ada yang kurang, ini bentuk kebijakan yang melemahkan institusi dari dalam,” ungkap Saleh Selian.
Bahkan sebagai bentuk kekecewaan, LIRA memasang papan bunga dengan pesan keras: "Mari Kita Bersama-Sama Membantu Kapolres Yang Baru Bapak AKBP YULENDRI Memberantas Narkoba Sampai Tuntas di Bumi Sepakat Segenep. Kami Menilai dan Menduga Sdr. AKBP R. DONI SUMARSONO Gagal Memberantas Narkoba di Bumi Sepakat Segenep."
Kepada Kapolres yang baru, AKBP Yulendri ,aktivis LIRA menggantungkan harapan besar. “Kami berharap beliau tidak tebang pilih, tidak alergi terhadap Wartawan (Pers) maupun pegiat LSM. Pers dan LSM adalah mitra penting dalam menjaga transparansi,” pungkas Saleh Selian.
Polemik Pupuk: Kasus Mengendap, Diduga Ada Permainan?
Tak berhenti kasus tersebut, LIRA juga menyoroti lemahnya penindakan terhadap pelaku penyalahgunaan pupuk bersubsidi. Dari tiga kasus besar yang terjadi di Desa Kebun Sere, Lawe Deski, dan perbatasan Lawe Pakam Provinsi Sumatera Utara, hanya satu yang berhasil diproses hukum hingga ke Pengadilan.
“Kasus lain justru ditangguhkan penahanannya. Ini janggal dan menimbulkan tanda tanya. Ada apa dengan penegakan hukum kita?” tukas Saleh Selian. LIRA menegaskan akan terus mengawal kasus pupuk ini hingga tuntas di meja hijau.
Aceh Tenggara hari ini dihadapkan pada dua ancaman serius: narkotika dan korupsi sistemik dalam distribusi pupuk subsidi. LIRA mendesak aparat penegak hukum agar tidak hanya tegas pada kasus kecil, tapi juga berani mengungkap aktor besar yang selama ini kebal hukum. [*]