kip lhok
Beranda / Berita / Harimau Sumatera 'Begu Kluti': Perjuangan untuk Kebebasan

Harimau Sumatera 'Begu Kluti': Perjuangan untuk Kebebasan

Kamis, 22 Februari 2024 10:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Pelepasliaran Harimau Sumatera di TNGL, 20 Februari 2024. Foto: Dok. Humas KLHK


DIALEKSIS.COM | Nasional - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) telah melepaskan seekor harimau Sumatera, atau Panthera tigris sumatrae, di zona inti Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL), Aceh, pada hari Selasa yang lalu, tanggal 20 Februari 2024. Harimau tersebut, yang diperkirakan berusia antara 3 hingga 4 tahun, sebelumnya dievakuasi dari Kluet Timur di Aceh Selatan.

Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) KLHK, Satyawan Pudyatmoko, menjelaskan bahwa harimau tersebut diberi nama Begu Kluti. Kata "Begu" dalam bahasa daerah Kluet berarti "Harimau Sumatera", sedangkan "Kluti" diambil dari lokasi evakuasinya, yaitu Kluet Timur.

"Dengan melepaskan Begu Kluti, kami berharap harimau ini dapat beradaptasi dengan cepat dan berkembang biak sehingga dapat memperkuat populasi di alam," ujarnya dalam keterangan tertulis pada hari Rabu, 21 Februari 2024.

Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh, Gunawan Alza, memastikan bahwa tim dokter hewan telah memeriksa Begu Kluti secara menyeluruh baik secara makroskopis maupun melalui uji laboratorium. Setelah hasil pemeriksaan medis dan observasi selama perawatan menunjukkan bahwa harimau betina tersebut layak untuk dilepasliarkan kembali ke suaka di Taman Nasional Gunung Leuser, yang memiliki luas lebih dari 1,09 juta hektare dan mencakup sejumlah kabupaten di Sumatera Utara.

"Kami mengucapkan terima kasih atas dukungan semua pihak dalam upaya penyelamatan harimau Sumatera tersebut, dan kami menghimbau kepada seluruh lapisan masyarakat untuk turut serta menjaga kelestarian populasi dan habitatnya," tambahnya.

Ia lanjut menjelaskan, pelepasan hewan ke dalam suaka, termasuk harimau, juga telah direkomendasikan oleh PETA Asia. Organisasi perlindungan satwa yang berbasis di Hong Kong tersebut sedang memperhatikan kasus kematian beruntun lima ekor harimau di Medan Zoo, kebun binatang yang dikelola oleh Perusahaan Umum Daerah Kota Medan, Sumatera Utara.

Jason Baker, Wakil Presiden Senior PETA, menyatakan bahwa lembaganya tidak setuju dengan penahanan satwa di kebun binatang yang mengklaim bertujuan belas kasihan. Menurutnya, kebun binatang seharusnya tidak dianggap sebagai suaka atau cagar alam, melainkan sebagai bisnis penjara hewan. PETA bahkan menawarkan bantuan untuk memindahkan hewan-hewan tersebut kembali ke habitat alami mereka.

"PETA Asia siap untuk membantu Medan Zoo dalam memindahkan hewan-hewan ini dari kurungan ke suaka," kata Jason pada hari Senin, 19 Februari 2024.

Seperti Begu Kluti, beberapa harimau yang mati di Medan Zoo juga merupakan harimau Sumatera, sementara yang lainnya adalah harimau Bengal, atau Panthera tigris tigris. Kasus terbaru terjadi pada tanggal 13 Februari, yang menimpa Bintang Sorik (Binsor), harimau Sumatera berusia 12,5 tahun. Menurut evaluasi KSDAE KLHK, Binsor meninggal karena kerusakan organ paru-paru, jantung, hati, dan ginjal yang telah berlangsung dalam waktu lama.

Menurut Jason, hewan-hewan yang dipajang dalam kurungan dapat menderita secara fisik maupun mental. "Hewan seharusnya hidup secara bebas, menjelajah, terbang, dan berenang, bukan di dalam kurungan. Mengurung mereka di habitat buatan yang sempit adalah perlakuan yang tidak manusiawi," tandasnya.

Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI
Komentar Anda