Ini Fokus Bisnis BRIsyariah Pasca Merger
Font: Ukuran: - +
DIALEKSIS.COM | Jakarta - PT Bank BRIsyariah Tbk (BRIS) mengharapkan usai penggabungan bank syariah BUMN rampung pada 1 Februari 2020 mendatang, bank hasil penggabungan masih akan tetap mempertahankan bisnis ritel yang saat ini dijalankan perusahaan. Pasalnya, saat ini bisnis ritel merupakan bisnis utama yang dijalankan oleh perusahaan.
Direktur Utama BRIsyariah Ngatari mengatakan setelah BRIS menjadi bank hasil penggabungan nanti, fokus bisnis perusahaan akan berubah ke wholesale banking dengan target bisa menembus pasar global. Namun, rencananya bank ini tetap akan mempertahankan bisnis yang saat ini dijalankan oleh masing-masing bank.
"Setelah merger, bank hasil merger akan fokus wholesale dan konsumer tidak dari dari rencana bisnis bank yang telah disampaikan. Pada intinya yang diharap segmen masing-masing bank akan berlanjut. Wholesale BSM, konsumer dari ketiga bank akan berlanjut, UMKM lanjut karena BRI Syariah fokus pada UMKM. pada dasarnya bisnis ketiga bank akan dilanjutkan," kata Ngatari dalam paparan publik secara virtual, Kamis (5/11/2020).
Dia menjelaskan, peluang pengembangan pasar keuangan syariah di Indonesia masih memiliki potensi untuk bisa berkembang lebih besar yang saat ini belum tergarap.
Dari segi wholesale, peluang pendanaan dari perusahaan swasta dan BUMN untuk menerbitkan sukuk dan peluang investasi dengan menggaet pengelola aset global.
Di samping itu, saat ini perusahaan tengah aktif dalam pengembangan platform digital untuk terus memperbesar pasar ritel baik dari segi pendanaan hingga pembiayaan.
Direktur Bisnis Ritel BRIsyariah Fidri Arnaldy menjelaskan perusahaan saat ini telah berhasil meningkatkan porsi pembiayaan dan dana pihak ketiga (DPK) dari dana murah berkat transformasi digital yang dilakukan perusahaan di kedua bidang ini.
Dalam bahan paparan yang disampaikan, komposisi DPK dari dana murah (tabungan dan giro) hingga akhir September lalu mencapai 51,3% jika dibandingkan dengan deposito yang porsinya 48,7%. Dimana total DPK hingga akhir kuartal ketiga ini mencapai Rp 48,73 triliun.
Sementara itu, komposisi pembiayaan dari ritel di bank ini telah mencapai 76,6% sampai September 2020 lalu, naik dari posisi di akhir periode yang sama tahun sebelumnya yang sebesar 61,7%. Sedangkan sisanya berasal dari pembiayaan komersil dengan outstanding pembiayaan di akhir periode tersebut mencapai Rp 40,36 triliun.
"Secara persentase di CASA dan nominal di CASA, peningkatan CASA dan turunkan cost ini jadi pondasi gimana support bisnis lebih bagus termasuk pembiayaan naik salah satunya karena DPK terus naik dan bersumber dari CASA, jadi mampu bersaing," jelas Kokok Alun Akbar, Direktur Bisnis Komersil perusahaan [cnbcindonesia].