Ketua ISMI Aceh : Pemerintah Aceh Harus Satukan PKS Demi Pendapatan Daerah
Font: Ukuran: - +
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh- Sawit-sawit yang ada di Aceh diangkut keluar daerah. Dari daerah lain sawit ini diekspor. Sehingga biaya pengembalian dari ekpor sawit ini Aceh tidak mendapatkanya, namun diberikan untuk daerah pengekspor.
“Pemerintah Aceh harus menyamakan persepsi dari seluruh PKS yang ada di Aceh. Pemerintah harus memanggil semua PKS, mereka harus diberi pemahaman untuk membantu pendapatan Aceh,” sebut Nurchalis, SP, M.S.i, ketua ISMI Aceh.
Menurut ketua Ikatan Saudagar Muslim Indonesia (ISMI) Provinsi Aceh, menjawab Dialeksis.com, Minggu (06/08/2020) via selular, PKS (Pabrik Kelapa Sawit) yang ada di Aceh harus konsen dengan produk mereka, tidak langsung membawanya keluar daerah.
Produk dari Aceh ini harus Aceh yang mengekspornya dengan memanfaatkan sarana yang ada di Aceh, seperti pelabuhan. Bila daerah lain yang mengekspornya, maka daerah lain yang mendapatkan pengembalian dari ekspor sawit ini, bukan untuk Aceh. Sementara jalan rusak, dan sejumlah persoalan, namun pendapatan untuk Aceh tidak ada, sebut Nurchalis.
Aceh memiliki 26 PKS, sebutnya. Baru baru ini ada 3 PKS di Langsa, yang melakukan ekspor cangkang sawit ke Jepang. Sebenar bukan hanya cangkang yang mendapat pasaran untuk diekspor. Namun ada juga CPO dan kernel.
Eskpor kelapa sawit sangat potensi dari Aceh. PKS di Aceh ada 26. Setiap PKS itu akan mendapatkan cangkang (produk limbah dari pengolahan pabrik kelapa sawit yang dapat dimanfaatkan untuk bahan bakar ramah lingkungan sebagai substitusi batu bara) sekitar 7 persen.
Dari 7 persen itu, jelas Nurchalis, pihak perusahaan dapat memanfaatkanya sekitar 3 atau 4 persen untuk kebutuhan pabrik. Selebih 3 persen lagi bisa dijual. Kalau tiga persen dikalikan 26 hari dikalikan 26 PKS, setiap bulanya hampir 5.880 ton cangkang didapatkan dari Aceh.
“Kalau diekspor dan yang mengekspornya melalui Aceh, ini sangat luar biasa. Artinya Aceh akan mendapatkan pendapatan dari pengembalian ekspor ini. Kalau daerah lain yang ekspor, Aceh tidak mendapatkan apa-apa,” sebutnya.
Kepada Dialeksis.com, Nurchalis menjelaskan, negara Jepang, China, sangat membutuhkan cangkang untuk energi mereka. Namun sampai hari ini kita belum melakukan penanganan cangkang secara komprehensif, masih dibawa, atau diangkut keluar dari Aceh.
“Persoalan ini sudah berlangsung lama. Dari dulu sampai sekarang masih berlangsung. Lantas mengapa persoalan cangkang dari Aceh dengan kualitas bagus kini mencuat dan digemari, karena adanya beberapa pengusaha yang mengekspor cangkangnya dari Langsa,” sebutnya.
“Ini sangat mengembirakan. Kalau ini dijadikan sebagai sebuah semangat bersama, kita jadikan sebagai pendapatan untuk Aceh sendiri, ini sangat bagus. Bila Aceh yang mengekspor sendiri, biaya pengembalian pajak ekspor akan diberikan ke Aceh,” jelas ketua ISMI Aceh ini.
Melihat potensi yang sangat besar untuk pendapatan daerah ini, menurut Nurchalis, PKS yang ada di Aceh harus ada kesefahaman dalam membantu daerah. Untuk itu Pemerintah Aceh harus menyatukan mereka demi pembangunan daerah, jelasnya.
Dengan adanya tiga perusahaan di Langsa (PT Agritrade Cahaya Makmur, PT Sari Dumai Sejati, dan PT Sultana Biomas Indonesia) yang sudah melakukan ekspor cangkang melalui Aceh, ini merupakan sebuah peluang, terbukanya jalan bagi seluruh PKS yang ada untuk sama sama membantu Aceh.
Nurchalis sangat berharap, Pemerintah Aceh dapat menyatukan 26 PKS yang ada di Aceh untuk memanfaatkan sarana yang ada di Aceh, seperti pelabuhan untuk mengekspornya. Karena pengembalian dari pajak ekspor akan dikembalikan ke Aceh, sebutnya. (baga)