Selasa, 25 Maret 2025
Beranda / Berita / Prof. Agussabti: Tingkatkan Ibadah di Sisa Ramadan untuk Dekatkan Diri pada Allah

Prof. Agussabti: Tingkatkan Ibadah di Sisa Ramadan untuk Dekatkan Diri pada Allah

Sabtu, 22 Maret 2025 16:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Arn

Prof. Dr. Ir. Agussabti, M.Si., IPU, Wakil Rektor I Universitas Syiah Kuala (USK). Foto: doc Dialeksis.com


DIALEKSIS.COM | Aceh - Prof. Dr. Ir. Agussabti, M.Si., IPU, Wakil Rektor I Universitas Syiah Kuala (USK), menyerukan kepada masyarakat untuk memaksimalkan ibadah di sisa Ramadan guna meraih kepuasan rohani dan mendekatkan diri pada Allah Swt. Hal ini disampaikannya kepada Dialeksis, Minggu (22/03/2025).

“Ramadan adalah momentum pelatihan spiritual. Di sepuluh hari terakhir ini, kita harus lebih fokus memperbaiki diri dan meningkatkan kualitas ibadah, bukan sekadar memenuhi kewajiban,” tegas Agussabti, yang juga dikenal sebagai penceramah aktif di Aceh.

Menurutnya, Ramadan bukan hanya tentang menahan lapar dan dahaga, melainkan proses penyucian jiwa.

Ia mengingatkan agar umat Islam tidak terjebak pada rutinitas duniawi di akhir bulan suci. “Kita sering sibuk mempersiapkan Lebaran hingga lupa bahwa Ramadan adalah waktu terbaik untuk refleksi, memperbanyak istighfar, dan memperkuat ikatan dengan Sang Pencipta,” ujarnya.

Agussabti menekankan tiga aspek kunci untuk meraih kepuasan rohani di sisa Ramadan:

  • Evaluasi Diri: “Muhasabah harus menjadi prioritas. Lihat kembali sejauh mana kita telah meningkatkan ketakwaan, apakah ibadah kita hanya sekadar ritual atau benar-benar membawa perubahan hati.”
  • Intensifikasi Tadarus: “Ramadan adalah bulan Al-Qur’an. Di hari-hari terakhir ini, perbanyaklah membaca, memahami, dan mengamalkan kandungannya.”
  • Memperluas Sedekah: “Kedermawanan adalah cermin keimanan. Bantu sesama, baik melalui materi maupun tenaga, untuk mengasah kepekaan sosial.”

Lebih lanjut, Guru Besar Ilmu Pertanian ini menegaskan bahwa esensi Ramadan tidak berhenti pada ritual 30 hari, melainkan bagaimana nilai-nilai bulan suci itu membentuk karakter yang terimplementasi dalam 11 bulan berikutnya.

“Yang terpenting, bagaimana Ramadan membentuk karakter mulai yang tergambar dalam kehidupan kita pasca-Ramadan. Apakah kesabaran, kedisiplinan, dan kepekaan sosial yang kita latih selama ini bisa bertahan? Inilah ukuran keberhasilan spiritual kita,” paparnya.

Ia mencontohkan, kedisiplinan bangun untuk sahur dan shalat malam seharusnya melatih konsistensi dalam mengelola waktu.

“Jika di Ramadan kita mampu menahan diri dari ghibah dan emosi negatif, mengapa tidak dilanjutkan di bulan lainnya? Inilah transformasi hakiki yang harus diperjuangkan,” tambahnya.

Agussabti mengingatkan bahwa sepuluh hari terakhir Ramadan adalah fase puncak untuk meraih Lailatul Qadar.

“Jangan sia-siakan kesempatan ini dengan aktivitas kurang bermakna. Perbanyak itikaf, shalat malam, dan doa. Inilah saatnya memohon ampunan dan kekuatan spiritual untuk menghadapi pascaramadan,” ucapnya.

Sebagai bentuk dukungan, USK telah menggelar serangkaian kegiatan keagamaan, termasuk kajian subuh, bakti sosial, dan lomba menghafal Al-Qur’an.

“Kampus harus menjadi mercusuar nilai-nilai ketuhanan dan kemanusiaan,” tuturnya.

Di akhir tausiah, Agussabti berpesan: “Ramadan akan pergi, tetapi bekasnya harus melekat dalam diri. Jadikan peningkatan ibadah ini sebagai fondasi untuk hidup lebih baik di bulan-bulan berikutnya. Kejujuran, kesabaran, dan empati yang kita pupuk selama Ramadan harus menjadi DNA keseharian kita.”

Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI
dishub