kip lhok
Beranda / Berita / Prof. Armiadi Musa Jelaskan Detail Proses Uji Baca Al-Quran Calon Gubernur Aceh

Prof. Armiadi Musa Jelaskan Detail Proses Uji Baca Al-Quran Calon Gubernur Aceh

Rabu, 04 September 2024 17:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Arn

Guru Besar Fakultas Syariah dan Hukum (FSH) UIN Ar-Raniry, Prof. Dr. Armiadi Musa, MA salah satu tim seleksi Uji baca Al-Quran


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Guru Besar Fakultas Syariah dan Hukum (FSH) UIN Ar-Raniry, Prof. Dr. Armiadi Musa, MA., yang juga anggota tim seleksi uji baca Al-Quran, memberikan penjelasan terperinci mengenai tahapan dan kriteria penilaian uji baca Al-Quran yang harus diikuti oleh calon gubernur Aceh. Uji baca Al-Quran ini merupakan salah satu syarat wajib yang harus dipenuhi oleh setiap calon gubernur sebagai bagian dari proses seleksi dalam Pilkada Aceh.

Prof. Armiadi menjelaskan bahwa uji baca Al-Quran ini bertujuan untuk menilai kemampuan calon dalam membaca kitab suci Al-Quran dengan benar. “Penilaian dilakukan berdasarkan tiga aspek utama, yaitu tajwid, kelancaran, dan adab atau sopan santun dalam membaca,” ujarnya kepada Dialeksis.com, Rabu (4/9/2024).

Setiap aspek memiliki bobot nilai yang berbeda. Tajwid, sebagai elemen penting dalam membaca Al-Quran, diberi bobot tertinggi sebesar 50 poin. Sementara itu, kelancaran membaca mendapat nilai 30 poin, dan adab atau sikap dalam membaca diberi nilai 20 poin.

“Tajwid memiliki bobot terbesar karena sangat penting untuk memastikan pelafalan huruf Al-Quran sesuai dengan kaidah,” tambahnya.

Penilaian Bukan Standar MTQ

Lebih lanjut, Prof. Armiadi menegaskan bahwa uji baca Al-Quran bagi calon gubernur tidak menggunakan standar Musabaqah Tilawatil Quran (MTQ), melainkan lebih pada kemampuan dasar membaca Al-Quran dengan baik dan benar.

“Ini bukan uji MTQ, melainkan untuk memastikan calon bisa membaca Al-Quran dengan benar tanpa kesalahan besar dalam pelafalan huruf,” jelasnya.

Tim penguji terdiri dari para ahli berkompeten, termasuk perwakilan dari kalangan MTQ, Kementerian Agama Aceh, dan tokoh masyarakat. Hasil uji baca ini akan direkap oleh tim penguji dan diserahkan kepada Komisi Independen Pemilihan (KIP) Aceh, yang bertugas menentukan apakah calon dinyatakan lulus atau tidak berdasarkan nilai yang diperoleh.

“Jika nilai kandidat di atas 50, maka ia dianggap mampu membaca Al-Quran,” ujar Prof. Armiadi salah satu tim seleksi uji baca Al-Quran.

Tanggapan Terhadap Kritik Publik

Dalam kesempatan yang sama, Prof. Armiadi juga menanggapi kritik dan protes dari masyarakat terkait kemampuan tajwid beberapa kandidat yang dianggap kurang layak. Ia menegaskan bahwa penilaian dilakukan secara objektif berdasarkan kriteria yang sudah disepakati sebelumnya. “Masyarakat mungkin memiliki sudut pandang berbeda, tetapi kami sebagai tim penguji sudah menilai sesuai dengan kriteria yang ada,” katanya.

Prof. Armiadi juga menekankan bahwa proses penilaian ini dilakukan secara transparan, dan tim seleksi bertugas memastikan tidak ada pengaturan atau intervensi dalam proses ini.

“Jika nilai calon di bawah 50, maka ia akan dinyatakan tidak mampu, dan keputusan itu murni berdasarkan hasil penilaian tim penguji. Tidak ada pengaturan untuk meluluskan kandidat yang tidak layak,” tegasnya.

Proses Penentuan Akhir oleh KIP

Setelah hasil penilaian dari tim penguji diserahkan kepada KIP Aceh, keputusan akhir mengenai kelulusan atau tidaknya calon ada di tangan KIP.

“KIP hanya akan menggunakan nilai yang kami serahkan. Jika nilai akumulasi dari ketiga aspek tersebut di atas 50, calon dinyatakan lulus. Sebaliknya, jika nilainya di bawah, maka ia dianggap tidak mampu,” jelas Prof. Armiadi.

Proses uji baca Al-Quran ini merupakan bagian dari komitmen Aceh sebagai daerah yang menerapkan syariat Islam. Setiap calon pemimpin di Aceh diharapkan memiliki kemampuan dasar dalam membaca Al-Quran sebagai bukti integritas terhadap nilai-nilai Islam.

Hasil uji baca ini diharapkan Prof. Armiadi dapat memberikan gambaran yang jelas kepada masyarakat mengenai kemampuan calon gubernur dalam menjalankan syariat Islam, serta menjadi dasar penting dalam menentukan pemimpin yang dapat membawa Aceh menuju masa depan yang lebih baik sesuai dengan nilai-nilai keislaman.


Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI
Komentar Anda