DIALEKSIS.COM | Aceh - Provinsi Aceh sepanjang Januari hingga Juli 2025 terus diguncang aktivitas gempa bumi yang intens.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Stasiun Geofisika Aceh Besar mencatat total 605 kali gempa terjadi di Aceh selama semester pertama 2025, dengan 27 kejadian di antaranya dirasakan oleh masyarakat. Sejumlah gempa bermagnitudo di atas 4 terjadi hampir setiap bulan, termasuk dua guncangan kuat berkekuatan M6,2 yang mengguncang Aceh pada awal tahun dan pertengahan Mei.
Berikut laporan jejak kejadian gempa Aceh periode Januari-Juli 2025, beserta pola aktivitas dan dampaknya.
Januari 2025
Memasuki awal 2025, Aceh langsung mengalami beberapa gempa tektonik bermagnitudo signifikan. Pada 6 Januari 2025 malam, gempa M4,6 menggoyang wilayah Aceh Jaya pada kedalaman dangkal 10 km. Pusat gempa berada di koordinat 3,36° LU - 94,62° BT, sekitar 177 km barat daya Calang, Aceh Jaya. Guncangan ini tidak dilaporkan menimbulkan kerusakan, namun menjadi pengingat akan aktifnya sesar di barat Aceh sejak awal tahun.
Puncak aktivitas seismik bulan Januari terjadi pada 31 Januari 2025, ketika gempa tektonik berkekuatan M6,2 mengguncang Kabupaten Aceh Selatan pada pukul 18.03 WIB. Episenter gempa tercatat di laut, sekitar 36 km barat daya Aceh Selatan pada kedalaman 29 km. Meski guncangan dirasakan hingga Banda Aceh yang berjarak sekitar 440 km dari pusat gempa, BMKG memastikan gempa ini tidak berpotensi tsunami.
Masyarakat Aceh sempat merasakan getaran kuat sesaat, namun tidak ada laporan kerusakan serius. BMKG mengimbau warga tetap waspada terhadap potensi gempa susulan seraya menghindari kepanikan. “Hati-hati terhadap gempabumi susulan yang mungkin terjadi,” demikian keterangan resmi BMKG usai kejadian.
Februari 2025
Memasuki Februari 2025, aktivitas gempa di Aceh masih terus berlanjut dengan kekuatan ringan hingga sedang. Awal Februari, tepatnya 3 Februari 2025 malam, gempa M4,3 mengguncang Aceh Selatan pada pukul 22.43 WIB. BMKG mencatat pusat lindu berada di darat pada koordinat 3,10° LU - 97,06° BT, sekitar 29 km barat daya Aceh Selatan, dengan kedalaman 34 km. Getaran dirasakan sebagian warga namun tidak menyebabkan kerusakan.
BMKG menegaskan gempa ini tidak berpotensi tsunami dan mengimbau masyarakat tetap tenang tetapi waspada terhadap kemungkinan susulan. “Jika merasakan gempa, segera berlindung di tempat yang aman... dan tetap tenang,” imbau BMKG dalam keterangannya.
Masih di Februari, Aceh Jaya kembali diguncang gempa tektonik pada 11 Februari 2025. Kali ini gempa berkekuatan M4,6 terjadi pukul 23.05 WIB dengan pusat di laut, sekitar 92 km barat laut Calang, Aceh Jaya, kedalaman 10 km. Tidak ada laporan kerusakan maupun peringatan tsunami dari gempa ini, namun BMKG kembali mengingatkan warga agar menghindari informasi hoaks dan selalu merujuk sumber resmi BMKG.
Puncak kejadian bulan Februari ditandai gempa yang lebih kuat pada 20 Februari 2025. Sekitar pukul 10.19 WIB, gempa M5,0 (update param BMKG) mengguncang wilayah barat daya Kota Banda Aceh. Episenter gempa ini berada di laut pada koordinat 4,91° LU - 94,71° BT, sekitar 98 km arah barat daya Banda Aceh, dengan kedalaman 43 km. BMKG mengidentifikasi gempa tersebut dipicu oleh aktivitas subduksi Lempeng Indo-Australia yang menunjam ke bawah Lempeng Eurasia, dengan mekanisme jenis sesar naik (thrust fault).
Guncangan dirasakan di Banda Aceh, Aceh Besar, dan Aceh Jaya pada skala intensitas III-IV MMI (siang hari dirasakan banyak orang di dalam rumah), serta di Pidie skala III MMI. Meski tidak menimbulkan kerusakan dan tanpa potensi tsunami, gempa berkekuatan >5,0 ini cukup mengejutkan warga pesisir barat Aceh. BMKG mencatat tidak ada gempa susulan pascakejadian tersebut. Kejadian ini menjadi peringatan bahwa zona subduksi barat Aceh masih sangat aktif di awal 2025.
Maret 2025
Aktivitas seismik di Aceh mengalami peningkatan pada Maret 2025, ditandai dengan frekuensi gempa yang lebih tinggi dan beberapa lindu yang dirasakan. Dalam sepekan pertama Maret (1-7 Maret 2025) saja, BMKG mencatat 27 kali gempa di wilayah Aceh.
“Dari total 27 gempa, 21 di antaranya berkekuatan di bawah M3, lima gempa berkisar M3 hingga di bawah M5, dan satu gempa tercatat di atas M5,” jelas Kepala Stasiun Geofisika Aceh Besar, Andi Azhar Rusdin.
Satu-satunya gempa di atas M5 tersebut terjadi pada Jumat, 7 Maret 2025 malam, ketika lindu M5,2 mengguncang Banda Aceh dan sekitarnya sekitar pukul 19.42 WIB. BMKG mengonfirmasi gempa ini dipicu aktivitas subduksi lempeng Indo-Australia di bawah Eurasia, dengan kedalaman pusat gempa 51 km (kategori dangkal) sekitar 51 km barat daya Banda Aceh.
“Analisis mekanisme sumber menunjukkan gempa ini bersifat thrust fault atau pergerakan naik akibat tekanan lempeng,” ungkap Andi Azhar Rusdin. Guncangan M5,2 Banda Aceh 7 Maret ini dirasakan cukup kuat warga Banda Aceh, namun tidak berpotensi tsunami dan tidak dilaporkan menimbulkan kerusakan berarti.
Menariknya, BMKG mencatat lokasi episenter gempa 7 Maret tersebut berdekatan dengan gempa M5,0 yang terjadi pada 20 Februari 2025 di zona subduksi yang sama. Posisi episenter Maret sedikit bergeser ke utara dibanding lindu Februari, namun mekanisme dan jenis sumber gempa identik. Para ahli BMKG pun mengimbau masyarakat Aceh untuk tetap tenang namun waspada terhadap potensi gempa susulan, khususnya bagi yang tinggal di dekat zona patahan aktif maupun area subduksi lempeng.
Maret - April 2025
Menjelang akhir Maret 2025, wilayah Aceh kembali diguncang rentetan gempa, kali ini terkait aktivitas sesar lokal. Pada Minggu, 30 Maret 2025 pukul 09.58 WIB, sebuah gempa kuat berkekuatan M5,2 mengguncang wilayah Aceh Besar (sekitar Jantho dan sekitarnya). Gempa darat ini terasa cukup kuat di Banda Aceh dan Aceh Besar dengan intensitas sekitar IV MMI (banyak orang terbangun, barang-barang rumah bergoyang). BMKG mengidentifikasi gempa tersebut dipicu oleh aktivitas Sesar Seulimeum, sesar aktif yang melintasi daratan Aceh Besar.
Lindu 30 Maret M5,2 Aceh Besar ini kemudian diikuti oleh puluhan gempa susulan selama dua hari berikutnya. Hingga 1 April 2025, BMKG mencatat total 47 kali gempa mengguncang Aceh Besar dalam kluster tersebut.
“Gempa pertama terjadi pada 30 Maret dengan magnitudo 5,2, dan hingga 1 April terjadi 46 gempa susulan dengan frekuensi bervariasi. Hingga 1 April 2025 pukul 13.00 WIB, gempa susulan terus terjadi dengan magnitudo maksimum 5,2 dan minimum 1,2,” kata Andi Azhar Rusdin menjelaskan rangkaian kejadian ini.
Mayoritas gempa susulan termasuk kategori gempa dangkal (kedalaman < 60 km) dan berpusat di sekitar segmen Sesar Seulimeum yang sama.
Fenomena puluhan gempa beruntun dalam beberapa hari tersebut dinilai normal sebagai respons alamiah pascagempa utama.
“Gempa susulan merupakan wujud dari proses kembalinya posisi batuan di bawah permukaan bumi yang telah bergeser akibat gempa utama,” ujar Andi.
BMKG menegaskan bahwa gempa swarm di Aceh Besar ini tidak dapat diprediksi secara pasti kapan akan berakhir, namun masyarakat diminta tetap waspada dan memperkuat mitigasi. Hingga awal April, tidak ada laporan kerusakan serius dari rangkaian gempa Aceh Besar ini, mengingat magnitudonya yang menurun.
Kesiapsiagaan masyarakat dan ketahanan infrastruktur menjadi penekanan utama BMKG dalam menghadapi ancaman gempa yang sewaktu-waktu bisa terjadi.
Mei 2025
Memasuki Mei 2025, aktivitas seismik Aceh sempat didominasi gempa-gempa kecil di awal bulan. BMKG mencatat 19 kali aktivitas gempa di Aceh dalam sepekan 2-8 Mei 2025, namun seluruhnya berkekuatan rendah dan tidak dirasakan masyarakat.
“Dalam sepekan terakhir, kami mencatat 19 aktivitas gempa di Aceh. Namun, semua gempa ini berkekuatan rendah dan tidak menyebabkan getaran signifikan,” jelas Andi Azhar Rusdin dari BMKG Aceh Besar pada 9 Mei. Sebanyak 13 kejadian di antaranya berkisar di bawah M3, dan enam gempa di rentang M3 - M5 (tak ada yang melebihi M5). Situasi relatif tenang tersebut berubah di pertengahan Mei, ketika Aceh diguncang salah satu gempa terbesar tahun ini.
Minggu, 11 Mei 2025, sekitar pukul 15.57 WIB, gempa kuat bermagnitudo 6,2 mengguncang wilayah Aceh Barat Daya (Abdya) dan sekitarnya. BMKG melaporkan episenter gempa ini berada di laut, sekitar 21 km barat daya Blangpidie (Kabupaten Abdya), pada kedalaman 45 km. Guncangan dirasakan kuat di sejumlah wilayah Aceh.
BMKG mencatat intensitas gempa mencapai V MMI di kabupaten Aceh Barat Daya (getaran dirasakan hampir semua penduduk, banyak orang terkejut keluar rumah). Getaran juga terasa hingga Kota Medan dan dataran tinggi Karo di Sumatera Utara dengan intensitas sekitar IV MMI, serta dirasakan pada skala III“IV MMI di wilayah Aceh Selatan. Bahkan Banda Aceh yang berjarak ratusan km mencatat guncangan lemah skala II MMI akibat gempa ini.
BMKG menjelaskan, gempa 11 Mei tersebut merupakan jenis gempa menengah akibat deformasi intraslab dalam Lempeng Indo-Australia. Analisis mekanisme sumber menunjukkan mekanisme sesar naik (thrust fault), serupa karakteristiknya dengan gempa subduksi di zona megathrust. Kurang dari satu jam pascagempa utama, terdeteksi sedikitnya 3 kali gempa susulan dengan magnitudo lebih kecil di sekitar sumber gempa. BMKG memastikan tidak ada potensi tsunami dari gempa tektonik di pantai selatan Aceh ini, meskipun kekuatannya mencapai M6,2.
Kondisi kerusakan ringan pada rumah warga dan infrastruktur di Kabupaten Aceh Barat Daya pascagempa M6,2 tanggal 11 Mei 2025. Sedikitnya 3 rumah dilaporkan rusak ringan dan talud jalan amblas akibat getaran kuat gempa tersebut.
Guncangan kuat 11 Mei di Aceh Barat Daya sempat menimbulkan kepanikan warga, namun kerusakan yang terjadi relatif minor. Laporan BPBD Aceh Barat Daya menyebutkan 3 unit rumah mengalami kerusakan ringan akibat gempa ini, serta ambruknya talud jalan sepanjang -50 meter di Desa Suak Nibong, Kecamatan Tangan-Tangan.
Rincian kerusakan antara lain: dinding rumah retak/ambruk di beberapa desa (Lhung Baro, Tokoh, Ladang Tuha Dua) dan satu rumah kosong mengalami rusak ringan. Tidak ada korban jiwa dilaporkan. Aktivitas warga berangsur normal kembali pada sore harinya, meski BPBD dan aparat setempat tetap siaga melakukan patroli di 9 kecamatan terdampak.
“Kami telah melakukan monitoring intensif dan memastikan masyarakat tetap waspada terhadap potensi gempa susulan,” jelas Sekretaris BPBD Abdya dalam keterangan resmi.
Pihak BPBD berkoordinasi dengan TNI/Polri untuk memantau kondisi infrastruktur dan membantu warga. BMKG pun mengimbau warga Abdya dan sekitarnya untuk menghindari bangunan yang sudah retak serta selalu mengikuti informasi resmi dari pemerintah.
“Kesiap-siagaan kolektif menjadi kunci mengurangi risiko bencana,” pungkas pihak BPBD, mengingatkan bahwa kewaspadaan dan ketenangan masyarakat sangat penting dalam situasi gempa.
Juni 2025
Setelah gempa besar di Mei, aktivitas seismik Aceh pada Juni 2025 relatif kembali ke tingkat baseline dengan magnitudo lebih kecil. BMKG Stasiun Geofisika Aceh Besar melaporkan bahwa selama bulan Juni terjadi puluhan gempa tektonik di Aceh, sebagian besar berkekuatan rendah di bawah M3. Dari total aktivitas, sekitar 70-80% merupakan gempa kecil (M<3) dan sisanya magnitudo M3-4,9, tanpa satu pun gempa mencapai M5 di bulan Juni. Angka ini masih dalam kisaran wajar bulanan, sejalan dengan pola rata-rata ~100 gempa per bulan di Aceh selama beberapa tahun terakhir.
Beberapa lindu bermagnitudo di atas 4 sempat terjadi dan dirasakan lokal pada bulan Juni. Minggu, 15 Juni 2025, gempa darat M4,4 mengguncang Kabupaten Pidie Jaya pada pukul 18.28 WIB. Pusat gempa berada sekitar 27 km barat daya Meureudu (Pidie Jaya) dengan kedalaman dangkal, sehingga guncangannya dirasakan skala II-III MMI di beberapa kawasan seperti Lamno (Aceh Jaya), Mane (Pidie), hingga Sigli. Getaran tersebut tidak menimbulkan kerusakan dan hanya membuat warga terkejut ringan.
Menjelang akhir bulan, Senin siang, 30 Juni 2025, wilayah Kota Sabang di ujung barat Aceh juga diguncang gempa M4,5 sekitar pukul 13.37 WIB. Pusat gempa Sabang ini dilaporkan berada di laut, cukup jauh di barat laut Pulau Weh. Seperti halnya gempa-gempa moderat sebelumnya, tidak ada kerusakan maupun potensi tsunami yang dilaporkan dari kejadian tersebut.
Meskipun demikian, BMKG terus mengingatkan agar pemerintah daerah dan masyarakat Aceh tidak lengah. Pola aktivitas gempa yang terus terjadi -- meski kebanyakan kecil -- menunjukkan bahwa tanah Aceh berada di kawasan rawan gempa, sehingga edukasi mitigasi dan kewaspadaan sehari-hari harus tetap ditingkatkan.
Juli 2025
Memasuki Juli 2025, aktivitas kegempaan Aceh kembali menghadirkan sejumlah kejadian bermagnitudo menengah yang dirasakan masyarakat.
Awal Juli, wilayah Kota Sabang di ujung barat Aceh mengalami rentetan gempa tektonik signifikan. Jumat siang, 4 Juli 2025 (pukul 12.33 WIB), gempa M5,0 mengguncang Sabang dan sekitarnya. BMKG melaporkan episenter berada di laut, sekitar 50 km barat laut Kota Sabang, pada kedalaman 10 km. Guncangan M5,0 ini dirasakan sebagian warga Sabang dan Banda Aceh dalam kategori gempa sedang.
Beberapa warga sempat berlari keluar bangunan, namun situasi segera kondusif kembali karena gempa tidak menimbulkan kerusakan berarti. Gempa tersebut juga tidak berpotensi tsunami, mengingat kekuatannya moderat dan lokasi pusatnya cukup jauh di lepas pantai.
Belum genap dua hari berselang, pada Minggu dini hari, 6 Juli 2025, Sabang kembali digoyang gempa yang lebih kuat. Sekitar pukul 02.42 WIB, gempa tektonik berkekuatan M5,4 terjadi di laut 42 km barat laut Sabang, dengan kedalaman hanya 10 km. Lindu M5,4 Sabang 6 Juli ini dirasakan cukup kuat oleh warga Sabang yang terbangun di tengah malam (intensitas III-IV MMI di Sabang) dan tercatat tidak memicu tsunami.
BMKG menyebut gempa ini masih terkait aktivitas subduksi di zona megathrust sebelah barat Aceh. Tidak ada laporan kerusakan serius, namun rentetan dua gempa > M5 dalam satu pekan di Sabang membuat pihak berwenang meningkatkan kewaspadaan. BPBD setempat mengimbau masyarakat Sabang untuk selalu mengecek kondisi bangunan tempat tinggal pascagempa dan mengikuti arahan mitigasi dari pemerintah.
Gelombang aktivitas seismik Aceh bulan Juli berlanjut ke wilayah selatan. Pada 11 Juli 2025 malam (pukul 19.45 WIB), gempa berkekuatan M5,2 mengguncang Kabupaten Aceh Selatan. BMKG melaporkan pusat gempa berada di darat, sekitar 15 km tenggara Tapaktuan (Aceh Selatan), dengan kedalaman hanya 11 km. Guncangan M5,2 Aceh Selatan 11 Juli ini cukup kuat dirasakan di Tapaktuan dan sekitarnya, namun tidak berlangsung lama.
BMKG memastikan gempa tersebut tidak berpotensi tsunami. Hingga laporan ini ditulis, belum ada informasi kerusakan berarti maupun korban akibat gempa Aceh Selatan ini. Meski demikian, BMKG mengingatkan warga agar tetap waspada.
“Hati-hati terhadap gempa bumi susulan yang mungkin terjadi,” ujar BMKG melalui rilis resminya malam itu. Gempa Aceh Selatan ini diduga terkait aktivitas sesar aktif lokal di sepanjang pesisir barat Aceh, mengingat lokasi episenternya yang dekat daratan.
Menutup bulan Juli 2025, Aceh turut merasakan dampak gempa kuat yang berpusat di luar wilayah Indonesia. Dini hari 29 Juli 2025 (pukul 01.41 WIB), gempa tektonik Magnitudo 6,3 terjadi di barat laut Kota Sabang, tepatnya di kawasan Kepulauan Nicobar, India. BMKG melaporkan pusat gempa megathrust ini berada di laut, sekitar 247 km barat laut Sabang, pada kedalaman 15 km.
Guncangan gempa M6,3 Nicobar tersebut terasa hingga daratan Aceh bagian utara. Warga Banda Aceh dan Aceh Besar merasakan getaran dengan intensitas sekitar II-III MMI (getaran dirasakan nyata dalam rumah, jendela bergetar).
Kepala Stasiun Geofisika Aceh Besar, Andi Azhar Rusdin, menjelaskan bahwa gempa ini termasuk jenis gempa dangkal di zona subduksi (megathrust) dan tidak berpotensi menimbulkan tsunami di Aceh.
“Gempa terdeteksi terjadi di wilayah Kepulauan Nicobar, India. Getaran gempa berdampak di Banda Aceh, Aceh Besar dengan intensitas II-III MMI... tidak berpotensi tsunami,” jelas Andi Azhar Rusdin mengenai lindu 29 Juli tersebut.
Hingga akhir Juli, tidak ada laporan kerusakan di Aceh akibat gempa 6,3 Nicobar ini, meskipun BMKG mencatat kekuatan guncangan dekat pusat gempa di laut mencapai skala VI MMI (menurut USGS). BMKG pun kembali mengingatkan warga Aceh agar tetap tenang dan tidak mudah terpengaruh isu/hoaks pascagempa jauh tersebut.
“Pastikan informasi resmi hanya bersumber dari BMKG… melalui kanal komunikasi resmi,” imbau Andi Azhar menegaskan pentingnya literasi kebencanaan.
Pola Kegempaan dan Imbauan Mitigasi
Rentetan gempa bumi sepanjang Januari hingga Juli 2025 menunjukkan bahwa Aceh merupakan salah satu wilayah paling rawan gempa bumi di Indonesia. Dalam kurun 7 bulan, tercatat setidaknya 8 kali gempa berkekuatan ≥ M5 mengguncang Aceh, di samping ratusan gempa kecil yang terjadi hampir setiap hari.
Pola kejadian menunjukkan dua kluster aktivitas menonjol: pertama, gempa-gempa subduksi di zona megathrust pantai barat Aceh (seperti lindu M5,0+ di Februari, Maret, dan Mei); kedua, gempa-gempa dangkal akibat sesar aktif lokal (seperti kluster Sesar Seulimuem akhir Maret dan gempa Aceh Selatan Juli). Meski sebagian besar gempa Aceh selama periode ini tidak menimbulkan kerusakan serius, potensi bahaya tetap nyata mengingat Aceh berada di pertemuan lempeng aktif dan jaringan sesar Sumatra.
BMKG mencatat jumlah gempa di Aceh pada semester I 2025 masih dalam kisaran rata-rata tahunan, dan menyebut aktivitas ini sebagai “jumlah wajar” berdasarkan tren beberapa tahun terakhir.
Para otoritas terus mengimbau pemerintah daerah dan masyarakat Aceh untuk meningkatkan mitigasi bencana gempa. Edukasi masyarakat tentang tindakan darurat saat gempa harus digencarkan, mengingat gempa besar dapat terjadi sewaktu-waktu tanpa bisa diprediksi secara pasti.
BMKG bekerja sama dengan pemerintah daerah telah memasang sensor dan sistem peringatan dini di Aceh, namun peran warga tetap krusial. Kepala BMKG Aceh Andi Azhar Rusdin berulang kali mengingatkan agar warga tidak panik namun selalu siaga.
“Pastikan informasi gempa bersumber dari BMKG dan BPBD setempat,” ujarnya, serta mengimbau agar warga menjauhi bangunan retak pascagempa demi keselamatan.
Dengan kesiapsiagaan kolektif dan penerapan standar bangunan tahan gempa, risiko korban dan kerusakan dapat ditekan semaksimal mungkin. Rangkaian gempa sepanjang awal 2025 ini hendaknya menjadi pembelajaran bagi Aceh untuk selalu waspada, namun tidak takut hidup berdampingan dengan aktivitas alam di Tanah Rencong yang penuh dinamika tektonik. [arn]