kip lhok
Beranda / Liputan Khusus / Dialetika / Menanti Sikap Pj Gubernur Aceh Mengganti Sekda

Menanti Sikap Pj Gubernur Aceh Mengganti Sekda

Minggu, 31 Juli 2022 13:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Baga

Sekretaris Daerah Aceh, dr. H. Taqwallah, M.Kes. Foto: Ist/net


DIALEKSIS.COM | Dialektika - Pj Gubernur Aceh menghadapi tantangan terbesar dalam tugasnya yang baru seumur jagung. Sikapnya dinanti publik untuk mengganti atau tidak mengganti jabatan Sekda Pemerintah Provinsi Aceh.

Arus permintaan menganti Sekda Aceh yang kini diemban Taqwallah terus mengalir, dan menjadi pembahasan publik. Bahkan DPRA disebut sebut akan mengirimkan rekomendasi untuk bahan pertimbangan Pj Gubernur Aceh menggantikan Taqwallah.

Bagaimana hingar bingarnya publik menanggapi berita penggantian Sekda Aceh ini, Dialeksis.com merangkumnya. Walau Pj Gubernur Aceh Achmad Marzuki belum memberikan statamen apapun dalam soal ini.

Menurut Pengamat Kebijakan Publik, Nasrul Zaman, keinginan DPRA yang meminta pergantian Sekda Aceh sudah selayaknya mendapat dukungan semua pihak tanpa terkecuali.

Nasrul Zaman menilai hal tersebut merupakan kebutuhan pengelolaan pemerintahan Aceh, agar bisa berjalan cepat mengejar kemajuan yang jauh tertinggal dari sesama wilayah Provinsi sepulau Sumatera. 

“Permintaan tersebut bukan tanpa dasar, kita mencatat terdapat 5 bentuk ketidakmampuan Sekda Aceh Taqwallah dalam mendampingi Gubernur Aceh mengelola program pembangunan Aceh,” ujarnya kepada Dialeksis.com, Kamis (28/7/2022).

5 catatan buruk Sekda Aceh Taqwallah, menurut pengamat kebijakan pupbli ini, pertama, sejak dilantik sebagai Sekda Aceh, kata Nazrul, Taqwallah membuat komunikasi dengan DPRA-Tim TAPA memburuk. Sehingga terjadinya SiLPA Triliunan setiap tahunnya.

Kedua, juga terjadi malpraktik APBA yaitu kasus anggaran Apendix yang menjadi pantauan KPK. Ketiga, ketidakmampuannya membaca RPJMA 2017-2022, sehingga program pembangunan Aceh terkesan asal ada, misalnya soal target pembangunan rumah duafa yang minim. 

Keempat, pergantian Kepala SKPA nyaris sesukanya tanpa kaidah normatif yang sesuai good governance, dan yang kelima, soal leadership yang buruk. Yaitu bersikap seolah-olah kebenaran dan kemampuan hanya pada diri yang mengakibatkan para kepala Dinas/Badan tidak berani inovatif dan kreatif dalam pengelolaan program dan anggaran di SKPA masing-masing.

“5 catatan buruk itu sudah selayaknya segera diamputasi oleh Pj Gubernur Aceh sesuai dengan surat rekomendasi dari DPR Aceh,” sebut Nasrul Zaman.

Tanggapan soal Sekda Aceh juga dinilai Ketua Umum Partai Darul Aceh, Tgk H Muhibbussabri A Wahab. Menurutnya, jika pola kerja Sekda Aceh terindikasi membuat hubungan eksekutif dan legislatif jelek, maka Pj Gubernur Aceh Achmad Marzuki perlu memerintahkan Taqwallah untuk mengubah pola kerja.

Karena, bakal dikhawatirkan di saat posisi Sekda Aceh diduduki oleh orang lain, pola kerja dengan DPR Aceh bakal semakin tidak bagus dan pengelolaan administrasi negara berantakan.

Menurutnya, Taqwallah dalam kerja pengelolaan administrasi negara sejauh menjabat di posisi Sekda Aceh sudah lumayan bagus. Hanya saja, yang dibutuhkan sekarang dari sosok Sekda Aceh ini ialah mampu bersikap baik kepada semua pihak untuk mempersempit celah konflik.

Soal mengganti Sekda Aceh dilepas sepenuhnya menjadi wewenang Achmad Marzuki. Karena Pj Gubenur Aceh memiliki otoritas untuk mengganti Sekda Aceh.

“Masalah bagaimana Sekda di mata gubernur, ya, terserah gubernur kan. Gubernur usernya. Gubernur puas dengan kinerja Sekda dalam hal apa yang diminta kerjakan, ya, lanjut. Gubernur nggak puas dengan Sekda ini karena membuat jarak DPRA dengan pemerintah, dia suruh ubah kerjanya. Oh, nggak bisa juga, baru cari lain,” ujar Abi Muhib kepada reporter Dialeksis.com, Banda Aceh, Kamis (28/7/2022).

Membaca gerakan politik DPR Aceh, Pj Gubernur Aceh Achmad Marzuki bakal dihadapkan pada pilihan sulit, dan ini bakal menjadi kebijakan besar pertamanya selama menjadi orang nomor satu di Aceh.

Abi Muhib percaya Achmad Marzuki bakal memutuskan kebijakan ganti-mengganti Sekda Aceh ini dengan bijak. Apalagi mengingat sosok Achmad Marzuki yang sudah lama melintang di Aceh dan tahu betul dengan kondisi pemerintahan, termasuk masalah kerenggangan legislatif dengan eksekutif selama ini.

“Gubernur nggak tahu gimana Sekda? Beliau pasti tahu. Tapi kalau mau ganti atau tidak ganti Sekda Aceh, itu terserah gubernur. Gubernur yang lebih tahu,” ungkapnya.

Namun Abi Muhib menyebutkan, mengingat umur pemerintahan Achmad Marzuki masih seumur jagung, sebiaknya agar kinerja Taqwallah dievaluasi. Soal hubungan yang renggang antara eksekutif dan legeslatif, kiranya Pj Gubernur dapat mengevaluasinya. Ketua Umum Partai Darul Aceh bukan setuju atau tidak setuju menganti Sekda Aceh. 

“Kalau saya bilang setuju, ternyata dia (Taqwallah) bagus kerjanya saat bermitra dengan gubernur, jadi persetujuan saya juga percuma. Kalau saya nggak setuju tapi dia (Taqwallah) nggak bagus kerjanya, ya percuma juga,” kata dia.

Berhubung Achmad Marzuki masih baru bermitra dengan Sekda Aceh dalam tata kelola pemerintahan, Abi Muhib menyarankan agar Pj Gubernur Aceh merasakan bagaimana “asam garam” bermitra kerja dengan Sekda Aceh.

Menurut Abi Muhib, Achmad Marzuki pasti tahu sosok Taqwallah dinilai pemecah harmonisasi DPR Aceh dengan Pemerintah Aceh selama ini. Makanya untuk menutup kekurangan Taqwallah selama ini, Abi Muhib meminta Achmad Marzuki untuk mengevaluasi tutur gaya dan bahasa Sekda Aceh dalam bekerja.

“Beliau pasti tahu Sekda Aceh ini adalah yang membuat masalah terjadinya jarak antara eksekutif dengan legislatif. Kalau kerjanya bagus, tinggal keluarkan perintah untuk membangun hubungan yang baik,” sebut Abi Muhib.

Namun soal mengantikan Taqwallah, DPRA serius. Buktinya fraksi di lembaga tempat anggota terhormat ini sudah melayangkan surat rekomendasi untuk mengantikan Taqwallah dari jabatan Sekda.

Wakil Ketua DPR Aceh, Safaruddin membenarkan hal tersebut. Bahkan, ia berani memastikan bahwa suara dewan semuanya menginginkan hal yang sama.

“Kemarin itukan sudah ada surat dari semua fraksi, semua sepakat ingin memperbaiki hubungan dengan eksekutif. Jadi semuanya berkeinginan agar Sekdanya diganti,” ujar Safaruddin kepada reporter Dialeksis.com, Banda Aceh, Rabu (27/7/2022).

Di samping itu, Safaruddin menegaskan bahwa upaya untuk menggantikan Sekda Aceh, disebabkan anggota DPR Aceh terkendala komunikasi dengan Taqwallah.

“Makanya kita tindaklanjuti ke pimpinan. Nanti akan kita komunikasikan ke pimpinan untuk mengeluarkan surat rekomendasi,” ungkapnya.

Di sisi lain, Safaruddin menegaskan bahwa usulan pergantian Sekda Aceh ini murni untuk harmonisasi komunikasi legislatif dengan eksekutif.

“Proses pergantian Sekda ini akan ditindaklanjuti karena dianggap terjadi kemacetan komunikasi DPR Aceh dengan Sekda Aceh,” pungkasnya.

Sekda dan DPRA Jangan Gaduh

Lain lagi harapan Aktivis Mahasiswa Indonesia (KAMI) Aceh, Amirul Fazlan. Dalam keteranganya kepada media aktivis ingi mengingatkan agar Sekda dan DPRA jangan membua gaduh.

Menurutnya, pasca dilantiknya Mayjen Achmad Marzuki sebagai Pj Gubernur Aceh mencuat desakan DPRA untuk pergantian Sekda Aceh. Tak lama berselang, giliran DPR Aceh yang dilanda isu fee proyek yang bersumber dari alokasi pokok pikiran dewan.

"Patut diduga skema saling sering eksekutif-legislatif kembali dilanjutkan di jilid baru. Sehingga hal ini tentunya akan kembali menganggu stabilitas perpolitikan di Aceh,” sebutnya.

“Untuk itu, kami minta kepada eksekutif (Sekda Cs) dan DPR Aceh untuk jangan gaduh, fokus saja kepada tugas dan fungsi masing-masing," ungkap Kabid Advokasi Koalisi Aktivis Mahasiswa Aceh ini.

Menurut Fazlan, mengenai usut mengusut biarlah menjadi tugas penegak hukum dalam hal ini yudikatif termasuk KPK. Apalagi KPK masih punya beberapa PR besar di Aceh yang belum tuntas seperti indikasi korupsi pengadaan kapal Aceh Hebat yang menyedot anggaran Rp. 175 M.

Terendusnya anggaran siluman berkode appendix yang menyedot ratusan milyar rupiah. Indikasi suap dalam pengalihan pengelolaan blok B, hingga persoalan izin PLTU Nagan Raya. Semua itu, sampai hari ini masih menjadi PR besar KPK di Aceh yang ditunggu publik kejelasan tindak lanjutnya," sebutnya.

Soal penggantian Sekda menurut Fazlan, masyarakat mempercayakan hal itu sepenuhnya kepada Pj Gubernur Aceh. 

"Pj Gubernur pengen ganti sekda atau tidak sejauh itu sesuai dengan aturan dan telah mendapat persetujuan Mendagri tentunya tak masalah,” sebutnya.

“Jadi yang lebih penting kedua belah pihak jangan sibuk saling adu skenario yang berpotensi menimbulkan kegaduhan dan menganggu stabilitas politik. Karena ujung-ujungnya yang jadi korban dari semua kegaduhan itu adalah rakyat," pinta Fazlan.

Fazlan meminta agar DPRA maupun TAPA termasuk Sekda untuk lebih fokus menuntaskan pembahasan APBA Perubahan 2022. Apalagi ada yang aneh dalam perhitungan Silpa Anggaran 2021 yang harus dibahas di APBA 2022. 

Nominal Silpa APBA T.A. 2021 yang dilaporkan TAPA ke DPRA hanya tersisa sebesar Rp 544 M, sementara pada LKPJ anggaran 2021 yang dilaporkan Gubernur Aceh sebesar Rp. 3,9 T. 

“Apakah benar ada kesalahan perhitungan atau memang ada anggaran Silpa 2021 yang digunakan tanpa melalui pembahasan APBA perubahan T.A 2022. Hal ini lebih penting diperjelas kepada masyarakat ketimbang saling serang yang menimbulkan kegaduhan," sebutnya.

“Eksekutif dan legislatif Aceh dituntut untuk tidak heboh dengan persoalan copot mencopot, endus mengendus. Lebih penting jelaskan ke masyarakat Aceh berapa sebenar sisa ril silpa 2021, lalu kemana digunakan selebihnya,” pinta Fazlan.

Misalkan ada khabar digunakan untuk penyertaan modal ke Bank Aceh Syariah Rp. 500 M, ke BPR Mustaqim 125 M, lalu masih ada lagi hutang JKA Rp. 750 M.

“Jadi lebih penting persoalan itu yang dipaparkan ke publik secara transparan, apa yang sebenarnya terjadi sehingga sisa Silpa T.A. 2021 hanya tinggal Rp. 544 M seperti laporan TAPA ke Banggar,"jelasnya.

Fazlan meminta kedua belah pihak untuk menghentikan semua sandiwara dan skenario tak penting dan fokuslah untuk bekerja, sesuai amanah tupoksinya masing-masing. Jangan sampai dari dulu sampai sekarang drama saling serang antara eksekutif kembali dan terus berlanjut.

“Ini tentunya akan merugikan rakyat Aceh. Sekali lagi kita tegaskan kepada pihak Sekda cs dan DPRA stop kegaduhan dan kembalilah maksimal bekerja, agar Aceh tak terjebak di lobang yang sama dan terus menerus menjadi momok disharmonisasi eksekutif dan legislatif seperti yang terjadi sebelumnya. Kami tegaskan kepada kedua pihak, stop kegaduhan,” pintanya.

Sebenarnya soal penempatan Taqwallah sebagai Sekda Aceh yang menjadi orang kepercayaan Nova Iriansyah, awal awal dia dilantik sudah banyak pihak yang mengkritisinya. Banyak pihak saat itu yang meminta agar Gubernur Aceh meninjau kembali penempatan Sekda.

Namun Nova Iriansyah menjadikan Taqwallah bagaikan anak “emas”. Sekuat apapun arus permintaan agar Sekda diganti, Nova tetap menjadikanya sebagai “orang kepercayaan”. 

Dilain sisi, mendapatkan kekuatan dukungan dari orang nomor satu di Aceh, Taqwalah mulai bersikap sesuai dengan keinginanya. Dia tidak peduli berbenturan dengan pihak manapun, termasuk DPRA, asalkan Nova Iriansyah tidak “menjewernya”.

Hingar bingar soal penggantian Sekda Aceh hingga kini terus menggelinding. Bagaikan air yang mengalir dari ketinggi mencari dataran yang rendah, merambat kemana-mana. Publik disuguhi dengan informasi hangat soal jabatan Sekda.

Namun semua persoalan itu jawabanya ada di Pj Gubernur Aceh. Bagaimana sikap Pj Gubernur Aceh dalam menanggapi aliran air yang merambat kemana-mana ini, mencari tempat ke muara? Sikap Pj Gubernur Aceh mengganti atau tidak menganti Sekda Aceh dinantikan publik. * Bahtiar Gayo

Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI
Komentar Anda