kip lhok
Beranda / Dialog / Kelestarian Makam Kuno Di Aceh Masih Jauh Dari Kata Baik

Kelestarian Makam Kuno Di Aceh Masih Jauh Dari Kata Baik

Sabtu, 03 April 2021 14:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Hakim

Foto: Istimewa


Ada ribuan kompleks makam kuno di Provinsi Aceh. Baik tercatat maupun belum tercatat atau masih belum ditemukan, tidak lain merupakan potensi cagar budaya yang khas dan sejatinya tidak dimiliki bangsa lainnya di nusantara. 

Secara historis, kompleks makam kuno di Aceh dengan tipologi nisannya unik dan berkarakter sehingga terkenal sangat luar biasa di Indonesia maupun luar negeri. Sekilas info makam kuno dapat diklasifikasi berdasarkan asal usul pemerintahannya, yaitu: nisan kuno era kerajaan Lamuri (abad ke-13 m s.d abad ke-16 m), nisan kuno era kerajaan Samudera Pasai (1267-1521) dan nisan kuno era kerajaan Aceh Darussalam (1514-1873) atau sebelum perang dengan kerajaan Belanda.

Mendalami fakta asal usul makam kuno, Dialeksis.com (02/04/2021) berdiskusi bersama  Ambo Asse Ajis. Dirinya tercatat sebagai anggota Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia Aceh.  Fokus bincang-bincang singkat dialeksis lebih mengarah pada kondisi kelestarian makam kuno di Aceh dan bagaimana solusi untuk kelestarian makam kuno di Aceh terus terjaga, hingga semua menjadi cagar budaya yang diakui seluruh dunia. Berikut petikan wawancaranya bersama Hakim dari dialeksis. 

Bagaimana tanggapan anda terhadap pembinaan kelestarian makam kuno yang ada di Aceh?

Pemangku kebijakan di Aceh masih lemah, terlihat setengah hati dalam pelaksanaan kebijakan pelestarian baik dari sisi program dan kegiatan maupun regulasi. Tetapi meski begitu ada trend yang positif dibandingkan 5 tahun sebelumnya, sekarang ini sudah ada tim ahli cagar budaya provinsi Aceh yang bersertifikat.

Seberapa pentingnya sertifikasi para ahli cagar budaya tersebut?

Sangat penting karena mereka memenuhi syarat untuk bersidang, melakukan kajian dan mengusulkan penetapan kepada Gubernur sebuah objek diduga Cagar Budaya bisa dijadikan cagar budaya. Kalau ada tim ahli belum bersertifikat itu karena belum ada anggaran saja. Tetapi jika ada pemerintah daerah di Aceh yang mengambil kebijakan itu, menandakan Bupati atau Walikotanya sangat peduli atas objek bernilai sejarah tinggi ini.

Nanti setelah ada anggaran mereka bisa melakukan sertifikasi, ini soal kebijakan atau diskresi yang dimiliki pemimpinnya,ini patut diapresiasi menurut ku.

Bagaimana kepedulian masyarakat terhadap kelestarian makam-makam kuno Aceh ini?

Faktanya kepedulian masyarakat terhadap kelestarian makam kuno sangat tinggi. Tetapi di sisi lain, partisipasi masyarakat khususnya yang memiliki tanah pribadi dan mengandung makam kuno minim kepedulian, banyak situs makam kuno oleh warga dijadikan tambak, dijadikan kandang ayam atau lembu, dijadikan ruko, dihilangkan dengan sengaja tanpa rasa bersalah, sayangnya ini berbanding terbalik dengan masyarakat yang peduli.

Bagaimana penilaian Arkeolog terkait kondisi makam kuno di Aceh, itu sejauh mana terlihat?

Kalau di scor nilai 0 sampai 10 saya beri skor 4, indikator belum adanya instrumen hukum di Aceh tentang pelestarian meski ada fatwa MPU tapi belum mengikat ke pemerintah di Aceh, kebijakan anggaran, kebijakan penetapan, minimnya tim ahli cagar budaya di Aceh, masih sedikit yang bersertifikat.

Kewenangan pelestarian cagar budaya khususnya situs makam kuno itu berjenjang. Ada kewenangan Kab/Kota, kalau peringkatnya situs Kab/Kota jika di SK oleh Bupati/Walikota, kewenangan Provinsi, kalau peringkatnya Provinsi. jika di SK oleh Gubernur dan kewenangan pusat dibuktikan dengan SK penetapan Cagar Budaya peringkat Nasional.

Masih banyak makam-makam kuno yang belum punya status pemeringkatan. Sehingga ia tidak terjamah padahal seharusnya diperlakukan sesuai prinsip Pelestarian masih banyak makam-makam kuno yang belum punya status pemeringkatan sehingga ia tidak terjamah padahal seharusnya diperlakukan sesuai prinsip Pelestarian.

Lalu apa dampaknya jika pelestarian cagar budaya ini tidak dijalankan dengan baik?

Makam kuno itu punya nilai penting luar biasa karena mengandung banyak hal, diantaranya: nilai penting sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, kebudayaan, agama, punya potensi ekonomi kreatif, dan sebagainya..hanya orang jahil yang mengingkari nilai penting makam makam kuno.

Dampak jika pelestarian tidak berjalan baik, kita kehilangan satu sumber sejarah. Kehilangan satu sumber ilmu pengetahuan, kehilangan, identitas historis, kehilangan satu sumber pembelajaran pendidikan, kehilangan aset pariwisata religi, kehilangan marwah sebagai Bangsa yang bermartabat.

Kalau Gubernur peduli segera tetapkan cagar budaya peringkat Provinsi, dukung anggaran Kab/Kota di Aceh agar memiliki tim ahli cagar budaya bersertifikat, buat regulasi atau Qanun pelestarian, jangan diam aja sampai semua hancur.

Juga harus peka DPR Aceh nya, jangan sampai aset Nasional ini hilang. Mereka harus memastikan Gubernur dan tim anggaran memasukkan program dan kegiatan pelestarian cagar budaya, jangan sampai tidak peduli, nanti durhaka sama Indatu!

Kepedulian Gubernur dalam bentuk seperti apa untuk cagar budaya ?

Bisa Qanun, Pergub, anggaran program dan kegiatan, memfasilitasi sertifikasi tim ahli cagar budaya, dan banyak lagi.

Lantas konsep idealnya seperti apa?

Konsep ideal harus dimulai dari visi, misi, program dan kegiatan yang memasukkan cagar budaya sebagai bisnis core seluruh pemerintah di Aceh.

Apa harapan anda sebagai seorang Aerkeologi yang meneliti sejarah Aceh ?

Harapan saya, Gubernur dan DPR Aceh dan Kab/Kota mengajak semua komponen terlibat seperti LSM, kelompok sadar wisata, kalangan akademisi, kalangan peneliti, UPT Kemendikbud yang ada di Aceh, begitu juga aktivis wartawan, media sosial, anak muda millenial, masyarakat adat, masyarakat hukum dan sebagainnya ikutkan mereka menjaga warisan bangsa ini, Insyaallah Aceh akan semakin bermartabat segala-galanya.

Insyaallah, Allah akan memberikan kemakmuran dan kebahagiaan kepada bangsa Aceh salah satu nya dengan melestarikan makam-makam kuno, dan Cagar Budaya lainnya [Hakim].

Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI
Komentar Anda