kip lhok
Beranda / Dialog / Tu Sop: Agenda Perubahan HUDA

Tu Sop: Agenda Perubahan HUDA

Rabu, 28 November 2018 08:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Safrizal S
Tgk. H. Muhammad Yusuf A. Wahab atau yang akrab disapa Tu Sop Jeunib, Ketua Himpunan Ulama Dayah Aceh (HUDA) periode 2018-2023. (Foto: tusop.com)

Tgk. H. Muhammad Yusuf A. Wahab atau yang akrab disapa Tu Sop Jeunib terpilih sebagai ketua Himpunan Ulama Dayah Aceh (HUDA) periode 2018-2023. Tu Sop terpilih sebagain Ketua HUDA dalam Musyawarah Besar (Mubes) III yang berlangsung di Hotel Grand Aceh Syariah Lamdom, Minggu (25/11) sore.

Media Dialeksis.com pada kesempatan itu melakukan wawancara eksklusif dengan Tu Sop, Selasa (27/11).

Tu Sop sudah terpilih, apa agenda yang akan Tu Sop lakukan dalam jangka pendek, menengah dan panjang untuk membawa perubahan melalui Himpunan Ulama Dayah Aceh dalam warna kemaslahatan bagi masyarakat Aceh?

Langkah pertama konsolidasi di internal dulu, kemudian, kita ini kan pekerja, banyak juga sesepuh kita, kita juga menerima amanah dari pada sepuh, jadi kita tidak lepas juga dari arahan mereka, tidak berjalan sendiri begitu. 

Cuma dalam hal kemaslahatan umat, memang itu sudah menjadi profesi kita, walau pun tanpa HUDA, karena, pertama, HUDA ini kumpulan dari mereka-mereka yang memang sudah bergerak didalam dakwah, pendidikan, dan keagamaan. Adapun misi-misi ini tetap berjalan walau tanpa HUDA. Cuma dengan kehadiran HUDA ini, kita berusaha supaya timbul sebuah sinergisitas antara semuanya.

Melihat dari pandangan masyarakat Aceh, kesannya dari masyarakat menilai bahwa ulama terpecah dengan banyaknya organisasi masyarakat. Ada MUNA, MPU, dan FPI, bagaimana Tu Sop membangun satu sinergisasi dan juga keharmonisan dengan organisasi yang memiliki latar belakang yang sama?

Itu butuh kita melahirkan konsep yang bisa menimbulkan kesepakatan bersama. Artinya, itu hanyalah perbedaan di dalam bidang masing-masing. Kalau misalnya MPU, itu sudah menjadi infrastruktur dari pemerintahan, tapi mereka sendiri yang di MPU juga tetap berada di HUDA  dan tetap mengelola lembaga-lembaganya.

Nah, sekarang ulama dihadapkan dengan dinamika menjelang Pilpres, bagaimana ulama-ulama yang tergabung dalam HUDA menyikapinya? Apakah memang HUDA memberikan kebebasan bagi ulama untuk mendukung salah satu kandidat?

Kita pasti tidak ada sebuah kesebelasan, karena konsepnya dakwah. Tidak ada kesebelasan dimana-mana dalam oOrganisasi HUDA itu. Cuma dinamikanya berjalan seperti biasa. Yang substansi dari kita, bagaimana semua kekuatan politik itu menjadi kesebelasan-kesebelasan yang kuat untuk kebaikan dan perbaikan, itu yang kita harapkan. Kalau menyalahkan sepihak, kita melihat, semua ada sisi lebih dan kurangnya. Cuma kita lihat bagaimana yang kurang itu disempurnakan dari semua pihak.

Ada satu kondisi dimana nilai-nilai praktek Islam yang menjadi dasar bagi umat muslim untuk dijalankan mulai menurun dan luntur, apa langkah HUDA untuk memperbaiki hal tersebut di masyarakat Aceh?

Ini adalah satu persoalan yang sudah lama. Jangkauan dakwah yang masih terbatas, karena tidak cukup kekuatan dan dukungan segala sisi. Dalam persoalan ini kita maunya, seluruh elemen dari kalangan umat itu harus mendistribusikan perannya masing-masing dalam memperkuat dakwah agar terbangun sebuah pemikiran-pemikiran yang benar dan diikuti oleh sikap dan perilaku yang benar pula di dalam semua aspek keidupan. 

Misalkan begini, ulama umumnya bergerak dibidang dakwah dan edukasi, sementara kekuatan finansial, kekuatan kekuasan dan lain-lain mari bersama-sama kita distribusikan dengan peran dan bidang masing-masing untuk memperkuat nilai-nilai kebaikan dan keadilan yang diperintahkan oleh agama kita.

Jika dilihat dari Dinas Syariat Islam, Dinas Pendidikan Dayah, MPU dan stakeholder lainnya, bagaimana mereka memegang peran dan fungsinya? Lalu seperti apa posisi HUDA dalam membangun kemitraan yang baik dengan mereka semua untuk memperbaiki praktek dan nilai-nilai Islam yang mulai luntur di Aceh?

Hal pertama yang harus dilakukan adalah silaturahmi fisik dan silaturahmi pemikiran. Sekarang kita mungkin melihat ada fenomena elemen itu eksklusif dengan masing-masing dirinya. Maka, bagaimana ini melahirkan sebuah kesepakatan dan kesepahaman antar sesama itu di dalam menghadapi fenomena dan persoalan-persoalan yang ada. Kelemahan-kelemahan masa lalu itu yang masih berjalan masing-masing sendiri itu menjadi sebuah rangkaian yang bersinergi, itu yang perlu kita lakukan.

Berbicara kondisional menjelang Pilpres, apa sikap secara kelembagaan HUDA? Apakah HUDA akan mendukung salah satu kandidat atau HUDA bersikap netral secara kelembagaan?

Yang jelas setiap kelembagaan itu netral, sampai saat ini kita masih netral tidak pernah berfikir untuk menjadi bagian dari sebuah kesebelasan mereka.

Tapi memberikan kebebasan untuk anggota yang tergabung dalam HUDA yang ingin mendukung salah satu kandidat?

Ya, silahkan. Yang namanyaulama kan penasehat, kalau dia hadir di kesebelasan yang masih ada hal yang salah, ya dibenarkan, jika ada yang bengkok kita hadir untuk meluruskan bukan memusuhi. (*)

Keyword:


Editor :
Indri

riset-JSI
Komentar Anda