DIALEKSIS.COM | Diaspora - Dalam perjalanan menuju Hotel Jen Orchardgateway di Singapura, saya berkesempatan berbincang dengan Pak Liem, seorang pria berusia 60-an yang bertugas sebagai pengemudi. Meski sudah melewati usia pensiun, Pak Liem tetap gesit dan ramah. Ia dengan cekatan membantu memasukkan koper ke bagasi belakang mobil Mercedes S-Class hitam yang menjadi kendaraan operasionalnya.
Pak Liem, yang tampaknya seorang proud Singaporean, memulai perbincangan dengan bertanya tentang kesan saya terhadap Singapura. Obrolan kami kemudian mengalir pada sosok Lee Kuan Yew (LKY), pendiri sekaligus arsitek modern negara ini. Dengan penuh semangat, ia mengungkapkan kekagumannya terhadap LKY dan berbagi cerita tentang tantangan besar yang dihadapi sang pemimpin dalam membangun Singapura.
Menurut Pak Liem, generasi muda Singapura kini cenderung melupakan perjuangan berat generasi sebelumnya. “Mereka terlalu nyaman,” katanya, merujuk pada kemudahan hidup yang dianggap sudah taken for granted.
Menjelang tiba di hotel, Pak Liem merekomendasikan sebuah buku berjudul Lee Kuan Yew: Hard Truths to Keep Singapore Going. Ia bahkan menegaskan ulang saran tersebut saat menyerahkan koper saya.
Sebagai seorang penggemar buku dan kebiasaan rutin selama bepergian, saya pun menyempatkan diri mengunjungi Kinokuniya di Takashimaya Shopping Centre, Orchard Road. Toko buku ini memang memiliki koleksi yang lengkap. Setelah menyusuri rak-rak, saya akhirnya menemukan buku rekomendasi Pak Liem dan langsung membelinya.
Lee Kuan Yew selalu menjadi tokoh yang menarik perhatian saya. Buku pertama tentang beliau yang saya baca adalah From Third World to First, yang saya beli pada 2006 di Brest, Prancis. Dari sana, ketertarikan terhadap kebijakan Singapura terus tumbuh, hingga banyak buku lain tentang negara ini ikut melengkapi koleksi saya.
Salah satu hal yang paling mencuri perhatian adalah pendekatan Singapura dalam membangun meritokrasi dan kualitas institusi. Laporan PISA 2022 menunjukkan keberhasilan negara ini dalam pendidikan, dengan murid-murid Singapura meraih nilai tertinggi di semua kategori: literasi, matematika, dan sains.
Ada banyak pelajaran berharga dari Singapura yang relevan untuk diaplikasikan di tempat lain, termasuk di tanah kelahiran saya. Mengembangkan institusi yang kuat dan menjunjung meritokrasi adalah langkah strategis untuk membawa daerah kita menjadi lebih baik, sebagaimana Singapura telah membuktikannya.
Penulis: Kepala Dinas Pendidikan Aceh, Marthunis, S.T., D.E.A, sekaligus Citizen Reporter