Kamis, 13 Maret 2025
Beranda / Berita / Dunia / Duterte Hadapi Pengadilan ICC: Pertanggungjawaban Perang Narkoba Berdarah Filipina

Duterte Hadapi Pengadilan ICC: Pertanggungjawaban Perang Narkoba Berdarah Filipina

Kamis, 13 Maret 2025 08:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Mantan Presiden Filipina Rodrigo Duterte ditangkap diduga terkait kejahatan internasional dari ICC. Foto: Scmp.com


DIALEKSIS.COM | Manila - Pengacara mantan Presiden Rodrigo Duterte mengajukan petisi darurat ke Mahkamah Agung Filipina, Rabu (12 Maret 2025), meminta pemulangan klien mereka ke Manila. Permohonan itu diajukan setelah Duterte ditangkap di Bandara Manila pada Selasa (11/3) malam usai tiba dari Hong Kong. Ia langsung diterbangkan ke Den Haag, Belanda, untuk menghadapi dakwaan kejahatan kemanusiaan terkait operasi anti-narkoba berdarah yang menewaskan ribuan warga selama masa kepresidenannya (2016�“2022).

Duterte tercatat sebagai mantan pemimpin Asia pertama yang dikenai surat perintah penangkapan oleh Mahkamah Pidana Internasional (ICC). Sidang awal dijadwalkan segera setelah ia resmi berada dalam tahanan ICC

"Ini momen bersejarah, belum pernah terjadi sebelumnya di Asia Tenggara," ujar Carlos Conde, peneliti senior Human Rights Watch, kepada The Guardian.

Permohonan pemulangan Duterte diajukan atas nama putri bungsunya, Veronica, yang menuduh pemerintah "menculik" sang ayah. Sementara itu, Sara Duterte, putri sulung sekaligus Wakil Presiden Filipina, terbang ke Amsterdam, Rabu pagi, untuk mempersiapkan pembelaan hukum. Namun, langkah Sara dinilai sulit mengubah situasi setelah Presiden Ferdinand Marcos Jr. menegaskan bahwa penangkapan dilakukan atas permintaan ICC.

"Kami tidak membantu ICC. Ini murni prosedur Interpol," kata Marcos Jr. dalam konferensi pers. Pernyataan ini mengukuhkan retaknya aliansi politik Duterte-Marcos yang sebelumnya bersatu memenangkan Pilpres 2022. Sara, yang dijanjikan menjadi calon presiden 2028, kini menghadapi ancaman pemakzulan di Senat.

Selama enam tahun berkuasa, Duterte dikenal dengan kebijakan "tembak mati" terhadap pengedar dan pengguna narkoba. Data resmi pemerintah mencatat 6.248 korban tewas, meski aktivis memperkirakan jumlah sebenarnya mencapai 30.000 jiwa. Banyak korban berasal dari kalangan miskin perkotaan, dengan sertifikat kematian yang kerap mencatat "penyakit" sebagai penyebab, meski tengkorak mereka berlubang peluru.

"Penangkapan ini kemenangan bagi kaum miskin yang terpinggirkan," serang National Union of Peoples’ Lawyers, yang mewakili keluarga korban. Dukungan serupa datang dari Brother Jun Santiago, pendiri Silingan Coffee, yang mengedukasi publik tentang pelanggaran HAM era Duterte. Kedainya bahkan memberi diskon minuman pada Selasa sebagai bentuk syukur.

Pendukung Duterte berargumen bahwa Filipina telah keluar dari Statuta Roma ICC pada 2019. Namun, ICC menegaskan yurisdikinya tetap berlaku untuk kejahatan sebelum penarikan diri. Pemerintah Marcos Jr. awalnya menolak kerja sama dengan ICC, tetapi berubah sikap pada akhir 2024.

China, yang bukan anggota ICC, memberi peringatan agar kasus ini "tidak dipolitisasi". Peringatan ini dinilai menyiratkan intervensi dalam perseteruan domestik Filipina, terutama di tengah ketegangan Manila-Beijing di Laut China Selatan.

  • Baca juga:
  • -

Setiba di Belanda, Duterte akan ditahan di unit khusus ICC di Scheveningen, kawasan pantai Den Haag yang pernah menampung Slobodan Milosevic dan tokoh perang Yugoslavia lainnya. Sel individunya dilengkapi komputer (tanpa internet), TV, dan fasilitas olahraga. Proses persidangan akan dimulai setelah verifikasi identitas dan pembacaan dakwaan.

Hingga kini, Duterte bersikukuh tak menyesali kebijakannya. "Saya hanya perintahkan polisi bertindak membela diri," katanya pada 2022. Namun, laporan Reuters yang memenangkan Pulitzer 2018 membongkar rekaman CCTV yang membantah klaim "baku tembak" dalam banyak kasus.

Bagi keluarga korban, penangkapan ini baru langkah awal. "Perjuangan belum selesai sampai Duterte dihukum," tegas mereka. Sementara di Den Haag, mantan "Sang Penghukum" itu bersiap menghadapi pertanggungjawaban yang mungkin mengubah sejarah pertarungan impunitas di Asia.

Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI
ultah dialektis
bank Aceh
dpra
bank Aceh pelantikan
pers