Eks Pasien COVID-19 Berpotensi Alami Gangguan Mental
Font: Ukuran: - +
Ilustrasi. [Foto: IST]
DIALEKSIS.COM | Beijing - Komisi Kesehatan China menyatakan pasien COVID-19 yang sembuh mungkin memerlukan pengobatan untuk kerusakan paru-paru, jantung dan organ dalam lain, hilangnya fungsi otot, bahkan gangguan mental. Ini dapat terjadi dalam jangka panjang.
Komisi tersebut juga telah menetapkan kondisi sebagai penyakit kronis dan telah memperluas cakupan asuransi untuk biaya medis yang melibatkan komplikasi yang mungkin timbul setelah pemulihan COVID-19.
"Karena jumlah pasien COVID-19 yang keluar dari rumah sakit meningkat, kebutuhan rehabilitasi menjadi menonjol," kata komisi itu dalam pedomannya, seperti disitir dari Sputnik, Sabtu (16/5/2020).
Meskipun sebagian besar pasien, terutama mereka yang memiliki gejala COVID-19 ringan atau sedang, dapat sepenuhnya pulih tanpa konsekuensi kesehatan jangka panjang, beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa mereka yang mengalami gejala penyakit yang parah menderita kerusakan organ.
Beberapa pasien, menurut komisi tersebut, bahkan dapat terjadi kondisi jantung seperti angina (nyeri dada) dan aritmia (detak jantung tidak teratur). Namun, pihak berwenang China belum menambahkan kerusakan ginjal sebagai efek potensial dari infeksi COVID-19.
Penelitian Northwell Health baru-baru ini menemukan fakta bahwa hampir 37% dari kelompok studi 5.449 pasien virus Corona juga mengalami cedera ginjal akut. Beberapa dari pasien tersebut bahkan memerlukan dialisis untuk bertahan hidup.
Untuk diketahui Northwell Health adalah penyedia jasa kesehatan terbesar di New York, episentrum pandemi Corona di Amerika Serikat (AS).
Pedoman baru itu juga menguraikan masalah kesehatan mental potensial yang dapat timbul bagi pasien COVID-19, termasuk depresi, insomnia, dan gangguan makan. Masalah potensial lainnya termasuk hilangnya fungsi otot dan tungkai.
Ada juga peningkatan jumlah kasus anak-anak yang meninggal akibat sindrom inflamasi multisistem, yang menyerupai penyakit Kawasaki, penyakit yang biasanya menyerang anak-anak di bawah 5 tahun dan menyebabkan peradangan pada pembuluh darah di seluruh tubuh.
Beberapa dokter percaya bahwa penyakit ini dapat dikaitkan dengan COVID-19. Seorang bocah laki-laki berusia 9 tahun di Prancis, yang juga dinyatakan positif COVID-19, baru-baru ini meninggal karena kondisi peradangan, dan dokter masih berusaha memahami hubungan antara penyakitnya dan virus Corona.
Namun, otoritas China belum menambahkan penyakit radang ke daftar pedoman COVID-19. (SINDO NEWS)