kip lhok
Beranda / Berita / Dunia / Gates Kritik Produksi Lemak & Sawit Picu Perubahan Iklim di Indonesia

Gates Kritik Produksi Lemak & Sawit Picu Perubahan Iklim di Indonesia

Senin, 13 Mei 2024 08:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Bill Gates


Pendiri Microsoft dan mega-donor Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Bill Gates.  Foto: BBC/PA/Sean Coughlan


DIALEKSIS.COM | Dunia - Bill Gates sempat menyinggung Indonesia dalam unggahan di blognya. Pada saat itu, ia menuliskan tentang 'tanda-tanda kiamat' dalam hal ini adalah perubahan iklim, suhu, dan tanda-tanda di sekitarnya.

Salah satu yang disoroti adalah produksi lemak minyak dari hewan dan tumbuhan. Dari 51 miliar ton gas rumah kaca, 7% berasal dari produksi lemak tersebut.

Angka itu perlu ditekan menjadi nol untuk menyelesaikan masalah perubahan iklim. Di sisi lain, pendiri Microsoft itu menyadari bahwa tidak bisa menghilangkan konsumsi lemak hewan bagi manusia.

Lemak hewan diketahui menyimpan nutrisi dan kalori, keduanya sangat dibutuhkan oleh manusia. Gates mengatakan solusi untuk menghasilkan lemak sudah ditemukan oleh startup bernama Savor.

Penciptaan lemak berasal dari proses dengan karbondioksida dari udara dan hidrogen dari air. Selanjutnya, senyawa tersebut dipanaskan dan dioksidasi yang akhirnya memisahkan komponen asam untuk menciptakan formulasi lemak.

Gates, yang juga menjadi investor di startup itu, mengatakan lemak yang dihasilkan Savor memiliki molekul yang sama dengan yang ditemukan pada susu, keju, daging sapi, dan minyak nabati.

Selain produksi lemak hewan, minyak sawit juga berdampak pada perubahan iklim. Bukan hanya pada penggunaannya, namun cara menghasilkan minyak sawit.

Kebanyakan jenis sawit asli berasal dari Afrika Barat dan Tengah, namun tidak banyak tumbuh di wilayah lain. Pohon penghasilnya tumbuh di wilayah yang dilewati garis khatulistiwa. "Hal ini menyebabkan penggundulan hutan di area-area khatulistiwa untuk mengkonversinya menjadi lahan sawit," kata Gates.

Aktivitas ini berdampak besar pada perubahan iklim. Misalnya, pembakaran hutan menciptakan emisi di atmosfer dan meningkatkan suhu.

Dia menyinggung kehancuran di Malaysia dan Indonesia pada tahun 2018 sudah cukup besar. Bahkan saat dibandingkan dengan emisi yang dihasilkan wilayah lain.

"Pada 2018, kehancuran yang terjadi di Malaysia dan Indonesia saja sudah cukup parah hingga menyumbang 1,4% emisi global. Angka itu lebih besar dari seluruh negara bagian California dan hampir sama besarnya dengan industri penerbangan di seluruh dunia," Gates menjelaskan.

Namun Gates mengatakan tidak bisa menggantikan peranan minyak sawit. Karena sifat komoditas yang murah, tidak berbau, dan melimpah.

Sejumlah perusahaan berusaha untuk membuat alternatif minyak sawit. C16 Biosciences, misalnya, mengembangkan produk dari mikroba ragi liar dengan fermentasi dan tidak menghasilkan emisi.

Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI
Komentar Anda