DIALEKSIS.COM | Afghanistan - Produksi opium di Afghanistan turun drastis setelah larangan total diberlakukan oleh Taliban, sementara PBB memperingatkan lonjakan tajam dalam produksi narkoba sintetis seperti metamfetamin.
Dalam laporan terbarunya, Kantor PBB untuk Narkoba dan Kejahatan (UNODC) menyebutkan bahwa area budidaya opium pada 2025 menyusut hingga 20 persen, menjadi 10.200 hektar dari 12.800 hektar tahun lalu. Angka itu hanya sebagian kecil dari 232 ribu hektar sebelum larangan opium diberlakukan pada 2022.
“Setelah larangan tersebut, banyak petani beralih menanam sereal dan tanaman lain. Namun kekeringan membuat lebih dari 40 persen lahan pertanian terbengkalai,” kata UNODC dalam laporan yang dirilis Kamis (6/11/2025).
UNODC memperkirakan produksi opium Afghanistan hanya 296 ton pada 2024, menempatkannya di bawah Myanmar untuk pertama kalinya dalam puluhan tahun. Pendapatan petani anjlok hingga 48 persen, turun menjadi sekitar US$134 juta.
Meski begitu, harga opium tetap tinggi -- hampir lima kali lipat dari rata-rata sebelum larangan, karena permintaan yang masih besar di pasar global.
Namun, PBB memperingatkan ancaman baru. “Narkoba sintetis kini menjadi model ekonomi baru bagi kelompok kriminal, karena lebih mudah diproduksi dan sulit dideteksi,” tulis UNODC.
Penyitaan metamfetamin di Afghanistan dan negara tetangga dilaporkan naik 50 persen sepanjang 2024. Badan PBB itu mendesak komunitas internasional membantu petani Afghanistan menemukan mata pencaharian alternatif yang berkelanjutan. [Aljazeera & News Agencies]