Senin, 14 Juli 2025
Beranda / Berita / Dunia / Setiap Sembilan Menit, Satu Perceraian Terjadi di Arab Saudi: Apa Penyebabnya?

Setiap Sembilan Menit, Satu Perceraian Terjadi di Arab Saudi: Apa Penyebabnya?

Minggu, 13 Juli 2025 09:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Ilustrasi pasangan sedang bercerai. Foto: net

DIALEKSIS.COM | Riyadh - Tren perceraian di Arab Saudi menunjukkan lonjakan mengkhawatirkan. Sepanjang tahun 2025, tercatat sebanyak 57.595 kasus perceraian, atau rata-rata 157 kasus per hari. Artinya, setiap sembilan menit, satu pasangan resmi berpisah. Fakta ini diungkapkan oleh Kementerian Kehakiman dan Otoritas Umum Statistik Arab Saudi dalam laporan terbarunya.

Angka tersebut mencerminkan 12,6 persen dari total pernikahan yang tercatat tahun ini. Ironisnya, lebih dari 65 persen perceraian terjadi dalam tahun pertama pernikahan. Padahal, sebagian besar pasangan telah menggelar pesta pernikahan mewah dengan investasi emosional dan finansial yang besar.

Wilayah Al Baha mencatat tingkat perceraian tertinggi, yakni 36 persen, disusul Riyadh dengan 21,7 persen, dan Hail sebesar 19,2 persen. Mengapa Perceraian Begitu Tinggi?

1. Ketidakcocokan Pasangan Sejak Awal

Fahad Al Otaibi, 29 tahun, adalah salah satu contohnya. Pernikahannya hanya bertahan 45 hari. "Kami mulai bertengkar hanya seminggu setelah menikah," kata Fahad kepada Gulf News. "Meski pernikahan dipersiapkan matang, kami akhirnya menyadari bahwa kami tidak cocok satu sama lain."

2. Kurangnya Komunikasi dan Tanggung Jawab

Pengalaman serupa dialami Reem Al Qahtani, 25 tahun. Ia percaya cinta bisa mempertahankan rumah tangga, tetapi kenyataan berkata lain. Suaminya tidak menunjukkan kemauan untuk berkomunikasi dan tidak menjalankan tanggung jawab dasar. Pernikahan mereka kandas hanya dalam 40 hari.

Sementara itu, Ahmed Al Raithi, 32 tahun, kembali dari bulan madu di Eropa langsung menuju proses perceraian. "Dia menginginkan kesempurnaan. Saya hanya ingin ketenangan. Kami tidak bisa bertemu di titik tengah," katanya.

3. Kurangnya Kesiapan Emosional dan Pemahaman Realitas

Menurut pakar sosial Ahmed Al Najjar, tingginya angka perceraian dini disebabkan oleh kesalahpahaman terhadap realitas kehidupan pernikahan. Banyak pasangan, katanya, belum memiliki kesiapan emosional untuk menjalani hidup bersama dalam jangka panjang.

Ia juga menyoroti sejumlah faktor lain, antara lain; biaya pernikahan yang tinggi, yang menambah tekanan psikologis pasca pesta, pemilihan pasangan secara tergesa-gesa atau berdasarkan penilaian dangkal, campur tangan keluarga yang berlebihan, yang memperkeruh konflik internal pasangan, dan citra ideal selama masa pacaran, yang sering runtuh begitu menghadapi kenyataan hidup rumah tangga.

4. Pernikahan Bukan Sekadar Pesta

“Pernikahan bukanlah sekadar perayaan atau bulan madu,” ujar Al Najjar. “Ini adalah proyek kehidupan jangka panjang yang membutuhkan kedewasaan, kemampuan berkomunikasi, dan ekspektasi yang realistis. Sayangnya, tiga hal ini sering kali tidak dimiliki oleh pasangan muda saat ini.”

Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI