kip lhok
Beranda / Berita / Dunia / Tiga Aktivis di Singapura Dituntut Atas Surat-surat Pro Palestina

Tiga Aktivis di Singapura Dituntut Atas Surat-surat Pro Palestina

Jum`at, 28 Juni 2024 22:45 WIB

Font: Ukuran: - +

Semangka yang memiliki warna senada dengan bendera Palestina ini menjadi simbol solidaritas. [Foto: dok. Transformative Justice Collective]


DIALEKSIS.COM | Dunia - Tiga aktivis di Singapura didakwa mengumpulkan massa karena mengirimkan surat kepada perdana menteri yang mendesaknya mengakhiri hubungan dengan Israel.

Singapura mengatur dengan ketat protes, dan demonstrasi publik yang mendukung tujuan negara lain tidak diperbolehkan.

Perang di Gaza telah menjadi isu yang sangat sensitif bagi negara kecil yang memiliki populasi Muslim dalam jumlah besar dan juga memelihara hubungan dekat dengan Israel.

Pihak berwenang telah mendesak warga Singapura untuk tidak melakukan protes mengenai masalah ini dan sebaliknya berpartisipasi dalam dialog dan penggalangan donasi.

Namun ada kekhawatiran yang mendalam mengenai perang tersebut dan beberapa warga Singapura, terutama generasi muda, sangat vokal dalam mengungkapkan pandangan mereka secara online dan ingin agar pendapat mereka didengar.

Pada bulan Februari, para aktivis memimpin sekitar 70 orang berjalan kaki dari sebuah mal populer di jalan perbelanjaan utama Singapura, Orchard Road, ke kompleks kepresidenan di sebelahnya.

Foto prosesi yang diunggah di media sosial menunjukkan peserta membawa payung mirip semangka. Buah yang memiliki warna senada dengan bendera Palestina ini menjadi simbol solidaritas.

Kelompok tersebut berhenti di gerbang kompleks, yang juga merupakan kantor perdana menteri, dan menyerahkan setumpuk 140 surat kepada staf.

Pihak berwenang mengatakan para aktivis, Annamalai Kokila Parvathi, Siti Amirah Mohamed Asrori dan Mossammad Sobikun Nahar, telah menyelenggarakan acara tersebut tanpa izin. Para wanita tersebut belum mengindikasikan apakah mereka akan mengaku bersalah.

Semua demonstrasi publik di Singapura memerlukan izin dari polisi, yang menyatakan bahwa mereka tidak akan memberikan izin apa pun untuk pertemuan publik yang mengadvokasi tujuan negara lain atau entitas asing.

Ketiga wanita tersebut dapat didenda hingga S$10.000 atau penjara hingga enam bulan.

Pada hari Kamis ketika para wanita tersebut dibebaskan dengan jaminan, mereka tampak melontarkan pesan menantang melalui pakaian mereka. Amirah mengenakan selendang yang menyerupai keffiyeh, hiasan kepala tradisional Arab yang telah menjadi simbol aktivisme Palestina, sementara Annamalai mengenakan kaus bertuliskan "Keadilan Sekarang!".

Kelompok advokasi lokal Transformative Justice Collective, yang turut didirikan oleh Annamalai, menggambarkan tuduhan tersebut sebagai "kelanjutan dari intimidasi terhadap dukungan damai bagi kehidupan warga Palestina di Singapura".

Polisi juga mengeluarkan pernyataan yang mendesak warga Singapura “untuk tidak terlibat dalam kegiatan yang akan merusak perdamaian, ketertiban umum dan keharmonisan sosial” dan tidak “melanggar hukum untuk mengekspresikan pandangan mereka, atau meniru para pengunjuk rasa di negara lain”.

Singapura dan Israel memiliki kemitraan pertahanan jangka panjang, termasuk perdagangan senjata. Israel juga membantu membangun militer negara Asia Tenggara pada tahun-tahun awal kemerdekaannya, dan kedua negara juga bekerja sama dalam penelitian industri, pendidikan dan bisnis.

Namun Singapura juga menyatakan dukungannya terhadap Palestina dan solusi dua negara. Mereka mendukung resolusi PBB baru-baru ini yang menyerukan agar Israel dan Hamas menghentikan permusuhan, serta resolusi-resolusi masa lalu yang menentang permukiman ilegal Israel.

Sejak perang di Gaza meletus, pemerintah telah mengambil sikap netral dan juga menegaskan bahwa mereka tidak akan mentolerir apa pun yang dianggap memicu ketegangan sosial.

Pada bulan Maret, pemerintah Singapura memerintahkan kedutaan Israel untuk menghapus postingan Facebook yang membandingkan penyebutan Israel dan wilayah Palestina dalam Alquran.

Menteri Hukum dan Dalam Negeri K Shanmugam menyebut postingan tersebut “tidak sensitif dan tidak pantas”, dan menambahkan bahwa hal tersebut dapat “menyulut ketegangan” dan membahayakan komunitas Yahudi di Singapura. [bbc]

Keyword:


Editor :
Indri

riset-JSI
Komentar Anda