DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Dua dekade setelah penandatanganan perdamaian, angka kemiskinan di Aceh terus menunjukkan tren penurunan.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, per Maret 2025 persentase penduduk miskin di Aceh berada pada angka 12,33%. Angka ini turun jauh dibandingkan puncaknya pada 2005 yang mencapai 28,69%, sekaligus menjadi salah satu penurunan paling konsisten di Pulau Sumatera.
Meski begitu, kemiskinan di Aceh masih berada di atas rata-rata nasional yang kini hanya 8,47%. Beberapa provinsi di Sumatera bahkan sudah berhasil menekan angka kemiskinan di bawah 10%.
“Pada 2000, kemiskinan Aceh berada di 15,2%, lebih rendah dari nasional 19,14%. Tapi setelah konflik dan tsunami, angkanya melonjak tajam. Puncaknya pada 2001 mencapai 29,83%,” ungkap Plt. Kepala BPS Aceh, Tasdik Ilhamudin, kepada media dialeksis.com, Senin (18/8/2025).
Tasdik menjelaskan, lonjakan kemiskinan di Aceh pada awal 2000-an tidak lepas dari dua faktor besar yaitu konflik berkepanjangan dan bencana tsunami 2004.
Dampaknya, Aceh yang semula berada di bawah rata-rata nasional justru menjadi provinsi dengan tingkat kemiskinan tertinggi di Sumatera.
“Penurunan berjalan lambat pada periode 2003“2011, dari sekitar 29% menjadi 20%. Baru setelah itu terlihat tren yang lebih stabil. Pada 2021, kemiskinan turun ke 15%. Itu artinya Aceh butuh sekitar 21 tahun untuk kembali ke level sebelum konflik,” jelasnya.
Kini, posisi Aceh hampir sejajar dengan Bengkulu yang mencatat 12,08%. Gap yang dulu sangat lebar, perlahan berhasil dipersempit.
Jika dibandingkan dengan provinsi lain di Sumatera, kemiskinan Aceh yang dulu selalu menempati peringkat tertinggi kini sudah bergeser.
Pada 2005, selisih Aceh dengan provinsi lain sangat mencolok. Namun, dua dekade kemudian, perbedaannya semakin tipis.
“Per Maret 2025, Aceh mencatat 12,33%. Bengkulu 12,08%. Sementara beberapa provinsi di Sumatera sudah di bawah 10%,” kata Tasdik.
Secara nasional, tren penurunan lebih cepat. Dari 19,14% pada 2000, kini tinggal 8,47%. Ini berarti Aceh masih memiliki selisih 3,86 poin persentase dibanding rata-rata nasional.
“Tantangannya adalah mendorong penurunan yang lebih cepat dan berkelanjutan, sehingga Aceh bisa sejajar dengan daerah lain,” tegas Tasdik.
Meski pekerjaan rumah masih besar, tren dua dekade terakhir memberi harapan. Stabilitas keamanan pasca damai, dukungan dana otonomi khusus, serta pembangunan infrastruktur diyakini menjadi modal penting dalam menekan kemiskinan lebih jauh.
“Penurunan ini sudah luar biasa jika melihat sejarah panjang konflik dan bencana. Yang perlu dijaga adalah konsistensi. Jangan sampai turun lalu stagnan, apalagi naik lagi,” pungkas Tasdik. [nh]