Aceh Butuh Pemimpin Bijak dalam Pengelolaan Sumber Daya Energi
Font: Ukuran: - +
Reporter : Naufal Habibi
Faizar, Presiden Dewan Energi Mahasiswa (DEM) Aceh. [Foto: Dokumen untuk dialeksis.com]
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Faizar, Presiden Dewan Energi Mahasiswa (DEM) Aceh, mengatakan bahwa Aceh memerlukan pemimpin yang tidak hanya memiliki pemahaman, tetapi juga kemampuan untuk mengelola dan memanfaatkan potensi energi secara maksimal.
“Pemimpin Aceh, baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota, harus memiliki visi yang jelas terkait sektor energi. Dengan pemahaman yang baik, potensi energi Aceh dapat dimaksimalkan untuk menciptakan lapangan kerja, mendorong pertumbuhan ekonomi, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat,” ujar Faizar kepada Dialeksis.com, Senin (25/11/2024).
Menurutnya, pengelolaan energi yang baik tidak hanya penting bagi pembangunan daerah, tetapi juga untuk memperkuat posisi Aceh dalam pemenuhan kebutuhan energi nasional.
Faizar menyoroti bahwa energi adalah salah satu aset strategis yang harus dikelola dengan bijak untuk memastikan keberlanjutan pembangunan daerah.
"Penemuan potensi gas bumi di Blok Andaman, lepas pantai Aceh, sebagai peluang besar bagi kemajuan ekonomi daerah. Penemuan ini dilakukan oleh Mubadala Energy (South Andaman) Rsc. Ltd. di sumur Layaran-1, dengan cadangan gas bumi yang diperkirakan mencapai 6 triliun kaki kubik (Tcf)," paparnya.
Angka ini setara dengan 1,098 miliar barel minyak ekuivalen (boe), menjadikannya salah satu penemuan gas terbesar di dunia pada tahun 2023.
“Potensi gas di Blok Andaman adalah peluang emas yang harus dimanfaatkan dengan baik. Jika dikelola secara optimal, Aceh dapat menjadi pusat energi nasional yang strategis dan berkontribusi signifikan terhadap perekonomian daerah dan nasional,” jelas Faizar.
Dia menambahkan bahwa kehadiran gas ini dapat menghidupkan kembali era petro dollar di Aceh, yang mampu memperkuat sektor industri, meningkatkan pendapatan daerah, dan menciptakan ribuan lapangan kerja.
Selain potensi ekonominya, Faizar juga menekankan bahwa pengelolaan energi di Aceh merupakan bagian dari penghormatan terhadap perjuangan rakyat Aceh, sebagaimana diatur dalam MoU Helsinki.
Perjanjian ini memberikan kewenangan khusus bagi Aceh dalam mengelola sumber daya alam, termasuk minyak dan gas bumi.
“MoU Helsinki telah memberikan hak kekhususan kepada Aceh, termasuk dalam pengelolaan migas, sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2015 dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh. Pemimpin Aceh harus memahami dan menghormati hal ini untuk memastikan sumber daya alam kita dikelola dengan mandiri dan berdaulat,” tegas Faizar.
Menjelang Pilkada Aceh yang semakin dekat, DEM Aceh menyerukan kepada masyarakat untuk memilih pemimpin yang memiliki pemahaman mendalam tentang sektor energi.
Menurut Faizar, hal ini penting agar Aceh dapat mengelola kekayaan energinya dengan bijak dan berorientasi pada kesejahteraan rakyat.
“Pemimpin yang memahami sektor energi adalah kunci bagi Aceh untuk bangkit. Jangan sampai kita mengulang sejarah seperti pepatah Aceh lama: 'Buya krueng teudeng, buya tameng meuraseuki' (kita memiliki kekayaan, tetapi justru orang lain yang menikmatinya),” pungkas Faizar. [nh]