DIALEKSIS.COM | Aceh Barat - Dalam upaya meningkatkan keterampilan nelayan tradisional sekaligus menjaga kelestarian ekosistem laut, tim akademisi dari Universitas Teuku Umar (UTU) berkolaborasi dengan Universitas Syiah Kuala (USK) menciptakan inovasi alat tangkap ikan ramah lingkungan bernama BuDarJan (Bubu Dasar Jaring).
Inovasi ini diperkenalkan dalam kegiatan bertema “Workshop Metode Pembuatan Teknologi BuDarJan Ramah Lingkungan Berbasis Sumberdaya Lokal kepada Kelompok Nelayan Tradisional Desa Binaan Ujong Drien” yang digelar pada Jumat, 7 Oktober 2025, di Balai Desa Ujong Drien, Kecamatan Meureubo, Kabupaten Aceh Barat.
Kegiatan tersebut menghadirkan tim ahli perikanan dari UTU, yakni Afdhal Fuadi, S.Pi., M.Si, Dr. Muhammad Rizal, S.Pi., M.Si, dan Rusdi, M.Si. Dari USK turut hadir Ilham Fajri, S.Kel., M.Si, yang bersama mahasiswa program magang desa binaan turut memberikan pelatihan teknis kepada dua kelompok nelayan tradisional yaitu KUB Sepakat dan KUB Jaya Bersama.
Ketua tim pengabdian, Afdhal Fuadi, menjelaskan bahwa pelatihan ini bertujuan agar nelayan tradisional mampu merakit sendiri teknologi BuDarJan dengan memanfaatkan bahan lokal yang tersedia di desa.
“Melalui kegiatan ini, kami ingin nelayan bisa mandiri menciptakan alat tangkap yang tidak hanya efisien, tapi juga ramah terhadap lingkungan laut. BuDarJan menggunakan bahan dan metode sederhana yang bisa mereka buat sendiri tanpa biaya tinggi,” ujar Afdhal.
Menurutnya, BuDarJan memiliki potensi besar untuk meningkatkan hasil tangkapan nelayan hingga 50 persen dibandingkan alat tangkap jaring insang yang selama ini digunakan.
Alat ini dirancang untuk menangkap ikan-ikan bernilai ekonomi tinggi seperti kakap merah, kerapu, dan jenahak, yang di pasaran bisa mencapai harga Rp65.000-Rp75.000 per kilogram.
“Harapannya, selain menjaga kelestarian laut Aceh Barat, teknologi BuDarJan juga dapat meningkatkan kesejahteraan ekonomi nelayan Desa Ujong Drien,” tambahnya.
Dalam pelatihan yang berlangsung sehari penuh itu, nelayan dilibatkan langsung mulai dari pengenalan alat dan bahan, perakitan kerangka, pembuatan mulut bubu, hingga pemasangan jaring pada badan bubu.
BuDarJan berukuran 150 cm panjang, 90 cm lebar, dan 50 cm tinggi, dengan tambahan batang pinang dan rotan di bagian bawah yang berfungsi sebagai bantalan sekaligus pemikat ikan.
Keunggulan utama BuDarJan terletak pada metode pengoperasiannya yang tidak merusak dasar laut, serta penggunaan mata jaring berukuran 5 cm untuk memastikan hanya ikan-ikan yang sudah layak tangkap yang tertangkap.
“Dengan teknologi ini, habitat dasar laut tetap terjaga, dan ikan-ikan kecil masih bisa tumbuh untuk menjaga keberlanjutan stok sumber daya perikanan,” jelas Dr. Muhammad Rizal, dosen perikanan UTU yang turut mendampingi pelatihan.
Ketua KUB Jaya Bersama mengungkapkan rasa terima kasihnya kepada tim akademisi atas pendampingan yang diberikan.
“Kami sangat terbantu dengan pelatihan ini. Selain menambah pengetahuan, kami bisa langsung praktik membuat alat tangkap sendiri. Harapan kami, UTU terus mendampingi kami, baik dalam inovasi alat maupun pengetahuan perikanan berkelanjutan,” ujarnya.
Program pelatihan BuDarJan merupakan bagian dari implementasi Tridharma perguruan tinggi, khususnya dalam aspek penelitian dan pengabdian kepada masyarakat. UTU menargetkan desa binaan seperti Ujong Drien menjadi contoh model pemberdayaan nelayan berbasis teknologi lokal.
Kegiatan ini juga merupakan bagian dari program Pemberdayaan Berbasis Wilayah yang didanai oleh Direktorat Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (DPPM) Kemendiktisaintek 2025, dengan fokus pada penguatan desa binaan pesisir.
“BuDarJan adalah langkah kecil yang punya dampak besar. Jika dikembangkan secara luas, alat ini bisa menjadi contoh penerapan teknologi sederhana namun berkelanjutan untuk masyarakat pesisir di Aceh,” tutup Afdhal Fuadi.