DIALEKSIS.COM | Jakarta - Di tengah dinamika pasar keuangan global dan domestik, nilai tukar rupiah terpantau melemah dalam sepekan terakhir. Berdasarkan data Bank Indonesia, rupiah ditutup pada level Rp16.106 per dolar AS pada Kamis (14/8/2025), sebelum kembali dibuka melemah ke posisi Rp16.150 pada Jumat pagi (15/8/2025).
Kondisi ini turut dipengaruhi oleh penguatan indeks dolar AS (DXY) yang naik ke level 98,25, serta kenaikan yield US Treasury Note (UST) 10 tahun menjadi 4,285%. Sebaliknya, yield Surat Berharga Negara (SBN) 10 tahun dalam negeri sempat turun ke 6,35% sebelum kembali naik ke 6,37% pada Jumat pagi.
“Bank Indonesia terus mencermati perkembangan nilai tukar dan dinamika pasar keuangan, serta memperkuat koordinasi dengan pemerintah dan otoritas terkait,” ujar Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia, Ramdan Denny Prakoso dalam pernyataan resmi yang diterima pada Sabtu (16/8/2025).
Meskipun rupiah mengalami tekanan, arus modal asing tercatat positif pada pekan ketiga Agustus. Nonresiden tercatat melakukan pembelian bersih (net buy) sebesar Rp15,31 triliun selama periode 11-14 Agustus 2025. Rinciannya, Rp5,37 triliun di pasar saham, Rp7,88 triliun di pasar SBN, dan Rp2,05 triliun di Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI).
Sementara itu, premi Credit Default Swap (CDS) Indonesia tenor 5 tahun “ yang mencerminkan persepsi risiko investasi -- turun ke level 67,72 basis poin (bps) pada 14 Agustus, dari sebelumnya 73,78 bps pada 8 Agustus 2025. Penurunan ini menunjukkan kepercayaan investor terhadap ketahanan ekonomi Indonesia tetap terjaga.
Sepanjang 2025, meski masih mencatat arus keluar di beberapa instrumen, investor asing melakukan pembelian bersih di pasar SBN sebesar Rp71,83 triliun. Namun demikian, terjadi jual neto sebesar Rp57,48 triliun di pasar saham dan Rp94,52 triliun di SRBI.
“Stabilitas nilai tukar rupiah tetap menjadi fokus Bank Indonesia. Kami mengoptimalkan bauran kebijakan moneter dan makroprudensial untuk mendukung ketahanan eksternal,” tegas Ramdan.
Bank Indonesia memastikan akan terus berada di pasar untuk menjaga stabilitas dan mendukung pemulihan ekonomi nasional di tengah ketidakpastian global yang masih tinggi. [ra]