Selasa, 07 Oktober 2025
Beranda / Ekonomi / Bupati Abdya Evaluasi Total Izin Tambang, Forbina: Langkah Tepat untuk Tata Kelola SDA yang Akuntabel

Bupati Abdya Evaluasi Total Izin Tambang, Forbina: Langkah Tepat untuk Tata Kelola SDA yang Akuntabel

Selasa, 07 Oktober 2025 09:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Arn

Bupati Aceh Barat Daya (Abdya), Safaruddin. Foto: Serambinews.com/HO


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Bupati Aceh Barat Daya (Abdya), Dr. Safaruddin, S.Sos., M.S.P, menegaskan akan melakukan evaluasi menyeluruh terhadap seluruh aktivitas pertambangan di wilayahnya. Langkah ini merupakan tindak lanjut dari Instruksi Gubernur Aceh Nomor 8/INSTR/2025 tentang Penataan dan Penertiban Perizinan dan Nonperizinan Berusaha Sektor Sumber Daya Alam.

“Saya siap melakukan evaluasi terhadap seluruh izin pertambangan, baik yang sudah beroperasi maupun yang belum beroperasi,” kata Safaruddin saat berdiskusi mengenai usulan Program Inpres Jalan Daerah (IJD) bersama anggota Komisi V DPR RI Fraksi Gerindra, Danang Wicaksana SST, di Banda Aceh, Senin (6/10/2025).

Safaruddin mengakui sebagian besar izin pertambangan di Abdya terbit sebelum dirinya menjabat sebagai bupati. Saat ini, katanya, belum ada satu pun perusahaan yang mengantongi izin produksi.

“Yang ada baru dua perusahaan berstatus eksplorasi, yakni PT Athena Tambang Jaya di Babahrot dan PT Abdya Mineral Prima di wilayah Babahrot/Kuala Batee,” jelasnya.

Sementara itu, beberapa perusahaan lain baru memiliki rekomendasi bupati sebagai syarat administratif awal untuk memperoleh Izin Usaha Pertambangan (IUP) dari Pemerintah Aceh maupun pemerintah pusat. Safaruddin menambahkan, sebagian besar rekomendasi tersebut diterbitkan pada masa kepemimpinan Pj Bupati sebelumnya.

Dalam proses evaluasi mendatang, Safaruddin menegaskan akan meninjau seluruh rekomendasi yang pernah diterbitkan, termasuk terhadap PT Laguna Tambang Jaya.

“Itu juga akan kami evaluasi. Kalau perlu, rekomendasi daerah bisa saja kami cabut,” ujarnya tegas.

Ia menambahkan, Pemerintah Kabupaten Abdya akan menata kembali tata kelola sektor pertambangan agar lebih tertib, transparan, dan akuntabel. Safaruddin juga telah mengundang seluruh perusahaan tambang di Abdya untuk duduk bersama membahas berbagai persoalan serta arah kebijakan ke depan.

“Hasil pertemuan nanti akan kami sampaikan secara terbuka kepada publik,” ucapnya.

Selain fokus pada evaluasi izin perusahaan tambang, Safaruddin juga berencana mengusulkan penetapan Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) kepada Gubernur Aceh. Langkah ini dinilai penting agar masyarakat lokal bisa menikmati manfaat ekonomi dari sumber daya alam yang dikelola secara legal dan berkelanjutan.

Ia meminta masyarakat untuk tetap tenang dan memberikan waktu bagi pemerintah daerah menata sektor pertambangan.

“Berikan kepercayaan serta waktu untuk saya membuktikan apa yang saya sampaikan,” ujarnya.

Menurutnya, pemerintah daerah tidak menolak investasi pertambangan sepanjang perusahaan mematuhi aturan dan memiliki tanggung jawab sosial terhadap masyarakat sekitar.

“Saya mendukung investasi tambang selama ada manfaat nyata bagi masyarakat dan daerah,” kata Safaruddin.

Namun, ia mengakui ruang fiskal daerah untuk memperoleh pendapatan dari sektor tambang kini semakin terbatas.

“Sebagian besar kewenangan dan potensi pendapatan dari tambang sudah diambil alih oleh provinsi dan pusat,” tutupnya.


Data Lima IUP Tambang di Abdya

  1. PT Abdya Mineral Prima - IUP 2025 - 2033, luas 2.319 Ha (Emas)
  2. PT Athena Tambang Jaya (TJ) - IUP 2024 - 2032, luas 197 Ha (Bijih Besi)
  3. PT Bumi Babahrot - IUP 2023 - 2034, luas 550 Ha (Bijih Besi)
  4. PT Lauser KT - IUP 2021 - 2030, luas 98 Ha (Bijih Besi)
  5. PT Juya Aceh Mining - IUP 2018 - 2028, luas 100 Ha (Bijih Besi)

Menanggapi langkah tegas Bupati Abdya, Direktur Eksekutif Forum Bangun Investasi Aceh (Forbina), Muhammad Nur, S.H., menyatakan dukungan penuh. Menurutnya, evaluasi menyeluruh terhadap perizinan tambang merupakan langkah krusial untuk menata ulang tata kelola sumber daya alam agar selaras dengan prinsip keberlanjutan dan kepentingan masyarakat.

“Kebijakan Bupati Safaruddin sangat tepat. Ini bukan semata-mata soal menghentikan aktivitas tambang, tetapi memastikan bahwa seluruh prosesnya transparan, memiliki legalitas lengkap, dan memberikan manfaat ekonomi bagi daerah,” ujar Muhammad Nur kepada Dialeksis, Selasa (7/10/2025).

Ia menilai selama ini praktik pertambangan di sejumlah daerah di Aceh, termasuk di Abdya, kerap menimbulkan masalah karena lemahnya pengawasan serta tumpang tindih kewenangan antara pemerintah kabupaten, provinsi, dan pusat.

“Dengan adanya evaluasi menyeluruh, pemerintah daerah bisa memiliki data akurat, menutup celah pelanggaran, dan memastikan perusahaan yang beroperasi benar-benar patuh terhadap regulasi lingkungan dan sosial,” tambahnya.

Muhammad Nur juga menekankan pentingnya koordinasi lintas sektor antara Pemerintah Kabupaten Abdya, Pemerintah Aceh, dan Kementerian ESDM. 

Ia menyarankan agar hasil evaluasi nanti tidak hanya berujung pada pencabutan izin, tetapi juga melahirkan rekomendasi kebijakan strategis untuk memperkuat tata kelola tambang berbasis masyarakat.

“Forbina siap berkolaborasi membantu pemerintah daerah menyusun peta jalan investasi yang berkeadilan dan berkelanjutan. Aceh harus belajar dari pengalaman masa lalu bahwa pengelolaan tambang tanpa kontrol hanya meninggalkan kerusakan dan konflik sosial,” ujarnya.

Ia menutup dengan apresiasi terhadap Bupati Safaruddin yang berani mengambil langkah evaluatif di tengah tekanan kepentingan ekonomi. 

“Kebijakan ini menunjukkan komitmen pemerintah daerah terhadap transparansi dan akuntabilitas pengelolaan sumber daya alam di Aceh Barat Daya,” pungkasnya.

Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI