DIALEKSIS.COM | Aceh - Laporan Badan Pusat Statistik (BPS) Februari 2025 mencatat deflasi sebesar 0,35% secara bulanan (month-to-month/mtm) dan 0,21% tahunan (year-on-year/yoy). Fenomena ini dipicu penurunan harga sejumlah kebutuhan pokok seperti tarif listrik, beras, daging, ayam ras, bawang merah, dan tomat.
Meski demikian, Dr. Rustam Effendi, S.E., M.Econ., pengamat ekonomi dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Syiah Kuala (USK), mengingatkan bahwa deflasi ini justru menyimpan ancaman terhadap pertumbuhan ekonomi akibat melemahnya konsumsi masyarakat.
“Penurunan harga barang pokok ini menunjukkan adanya penurunan daya beli. Padahal, konsumsi rumah tangga menyumbang 53,18% terhadap pertumbuhan ekonomi pada 2023, jauh di atas kontribusi konsumsi pemerintah yang hanya 7,45%,” jelas Rustam saat dihubungi Dialeksis, Kamis (27 Maret 2025).
Rustam memaparkan empat faktor utama penyebab deflasi ini. Pertama, masyarakat kini lebih selektif dalam berbelanja, mengutamakan kebutuhan dasar dan menghindari pengeluaran untuk barang nonesensial seperti rekreasi, hiburan, atau kosmetik. Kedua, sikap selektif ini mendorong kecenderungan precautionary saving menabung sebagai antisipasi kebutuhan mendadak di masa depan.
“Ketika masyarakat menahan uangnya di tabungan, permintaan agregat melemah. Ini berisiko menghambat pertumbuhan ekonomi nasional maupun daerah,” tegasnya.
Faktor ketiga adalah tingginya angka pengangguran akibat terbatasnya lapangan kerja, khususnya di daerah seperti Aceh.
“PHK dan minimnya serapan tenaga produktif membuat banyak rumah tangga kehilangan pendapatan, sehingga konsumsi otomatis tertekan,” ujarnya.
Untuk mengatasi hal ini, Rustam menekankan pentingnya kebijakan fiskal ekspansif. Ia menilai pemberian Tunjangan Hari Raya (THR) dan rencana gaji ke-13 pada Juli 2025 sebagai langkah tepat, meski perlu diwaspadai dampak inflasinya.
“Jika gaji ke-13 dimajukan ke Mei atau Juni, ini bisa memberi stimulus lebih cepat ke perekonomian,” tambahnya.
Di tingkat daerah, Pemerintah Aceh didorong mempercepat realisasi program prioritas yang sejalan dengan visi-misi Gubernur Mualem dan Wakil Gubernur Dek Fadh. “Investasi swasta yang sedang digarap harus segera direalisasikan untuk membuka lapangan kerja,” katanya.
Rustam juga menyoroti peran lembaga pembiayaan dalam mendukung UMKM. “Akses kredit yang mudah bagi usaha mikro akan menciptakan multiplier effect, termasuk penyerapan tenaga kerja,” ucapnya.
Terakhir, ia menekankan pentingnya sinergi antara pemerintah provinsi dan kabupaten/kota. “Koordinasi kuat antar-pemangku kebijakan adalah kunci optimalisasi kinerja ekonomi,” ungkapnya.
Meski deflasi kerap dianggap positif lantaran harga terjangkau, Rustam mengingatkan bahwa penurunan konsumsi yang berkepanjangan berpotensi memicu stagnasi.
“Langkah antisipatif melalui stimulus fiskal, percepatan investasi, dan penguatan UMKM dinilai krusial untuk menjaga momentum pemulihan ekonomi Aceh dan nasional pasca-tantangan 2025,” pungkasnya.