Kamis, 06 November 2025
Beranda / Ekonomi / Forbina Dorong Skema Bagi Hasil Sawit: Rp500 per Kg untuk Kabupaten Penghasil

Forbina Dorong Skema Bagi Hasil Sawit: Rp500 per Kg untuk Kabupaten Penghasil

Kamis, 06 November 2025 14:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Foto: Antara/Muhammad Bagus 

DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Forum Bangun Investasi Aceh (Forbina) mendesak pemerintah pusat dan pemerintah daerah untuk segera menyusun kebijakan pembagian hasil sektor kelapa sawit yang lebih adil bagi daerah penghasil.

Direktur Forbina, Muhammad Nur, S.H, menilai sudah saatnya kabupaten penghasil kelapa sawit di Aceh memperoleh hak langsung dari setiap produksi CPO (Crude Palm Oil) dan PKO (Palm Kernel Oil) yang diolah di wilayah mereka.

“Kami mengusulkan agar pemerintah memberlakukan kebijakan pembagian hasil minimal Rp1.000 per kilogram CPO dan PKO untuk kabupaten penghasil. Kebijakan ini harus berdiri di luar skema pajak, PPh, dan CSR perusahaan,” tegas Muhammad Nur, di Banda Aceh, Rabu (5/11/2025).

Menurutnya, selama ini daerah-daerah penghasil sawit di Aceh hanya menjadi penonton di rumah sendiri. Aktivitas industri sawit memang memberi efek ekonomi, namun kontribusi langsung terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) masih minim.

Forbina menilai, dengan mekanisme bagi hasil tersebut, setiap kabupaten bisa memperoleh pemasukan tetap dari aktivitas produksi tanpa harus menunggu proyek CSR atau realisasi pajak yang sering tersendat.

“Kita bicara soal keadilan fiskal. Ketika ribuan hektar kebun sawit menghasilkan triliunan rupiah setiap tahun, logis bila masyarakat di daerah penghasil turut merasakan manfaatnya secara langsung,” tambahnya.

Muhammad Nur juga mendorong Pemerintah Aceh agar menginisiasi peraturan daerah (Qanun) atau nota kesepahaman bersama pemerintah pusat dan pelaku industri sawit untuk memastikan kebijakan ini bisa berjalan secara nasional dari Aceh sebagai model pertama.

Forbina menegaskan bahwa kebijakan bagi hasil Rp500/kg ini bukan bentuk pungutan liar, melainkan model distribusi ekonomi baru yang transparan dan terukur untuk memperkuat ekonomi masyarakat di sekitar perkebunan sawit.

“Kalau pemerintah bisa mematok royalti tambang dan migas, mengapa tidak dengan sawit? Sawit juga sumber daya daerah yang memberi dampak besar pada lingkungan dan sosial masyarakat,” ujarnya.

Ia berharap Komisi III DPRA dan Dinas Perkebunan Aceh dapat menindaklanjuti ide ini dalam rapat bersama pelaku industri sawit dan BPKA, agar ke depan Aceh memiliki kebijakan berdaulat dalam tata kelola sawit.

Keyword:


Editor :
Alfi Nora

riset-JSI